MATERI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS X SEMESTER GENAP

MATERI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS X SEMESTER GENAP 

 

 

 

 

 

MATERI BELAJAR SEMESTER GENAP

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

DAN BUDI PEKERTI

 

 

 

 

 

 

 

KELAS X

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

YESUS MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN KERAJAAN ALLAH

 

4.1 GAMBARAN TENTANG KERAJAAN ALLAH

PADA ZAMAN YESUS

1.         Kompetesi Dasar : Memahami Yesus Kristus yang datang untuk mewartakan dan memperjuangkan

      Kerajaan Allah

2.       Materi Pokok : Gambaran Tentang Kerajaan Allah Pada Zaman Yesus

3.       Tujuan Pembelajaran :

Ø  Peserta didik dapat menjelaskan makna kerinduan masyarakat tentang masa depan yang diharapkannya terkait dengan latar belakang masyarakat yang bersangkutan

Ø  menjelaskan berbagai paham Kerajaan Allah yang berkembang pada masyarakat Yahudi pada zaman Yesus serta faktor-faktor yang melatar belakanginya dan menjelaskan gagasan pokok tentang Kerajaan Allah yang diwartakan semasa hidup-Nya.

4.       Kegiatan Pembelajaran

ü  Doa Pembuka

-          Menggali Berbagai Gambaran Masyarakat tentang Masa depan

-          Mendalami Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah dalam konteks Masyarakat Yahudi pada Zaman-Nya

-          Membaca dan mendalami Kitab Suci Lukas 10:1-11

-          Menghayati Paham Kerajaan Allah yang Diwartakan Yesus

-          Membaca ringkasan materi

-          Menyelesaikan soal latihan

-          Doa Penutup

5.       Rangkuman Materi

 

GAMBARAN KERAJAAN ALLAH

 

A.    Situasi Sosial Bangsa Israel dan Kerinduan Mereka pada Mesias dan Kerajaan Allah

Selama enam abad sebelum kedatangan Yesus, bangsa Israel selalu dijajah oleh bangsa lain, yaitu bangsa Persia, bangsa Yunani, dan terakhir bangsa Romawi. Selain ditindas oleh para penjajah itu, bangsa Israel juga ditindas oleh pemimpin­-pemimpin bangsanya sendiri, yaitu raja-raja boneka yang diangkat oleh para penjajah.

Dalam situasi tertindas seperti itu, bangsa Israel selalu memimpikan ke­datangan Mesias dan Kerajaan Allah. Unhik mengerti dengan baik impian bangsa Israel tentang Kerajaan Allah dan pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah, maka secara berlurut-turut kita akan mendalami tentang situasi sosial masyarakat Yahudi pada waktu itu, paham-pahamnya tentang Kerajaan Allah, dan pewartaan Yesus tentang Keraiaan Allah.

1.              Situasi Sosial Bangsa Israel

a.        Situasi Sosial-Politik

Setelah masa pembuangan bangsa Israel di Babilonia, enam abad sebelum Yesus, Palestina tunduk kepada Kerajaan Persia, Yunani, dan Kekaisaran Romawi. Secara internal, masyarakat Palestina dikuasai oleh raja-raja dan pejabat boneka yang ditunjuk oleh penguasa Roma. Selain pejabat-pejabat boneka, masih ada kelas pemilik tanah yang kaya raya dan kaum rohaniwan kelas tinggi yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan kedudukan mereka. Golongan-golongan ini sering memihak penjajah supaya mereka tidak kehilangan hak istimewa atau nama baik di depan penjajah, kareria Roma mempunyai kekuasaan mencabut hak milik seseorang.

Puncak kekuasaan politik adalah procurator Yudea. Ia harus seorang Romawi. Ia berwenang menunjuk raja dan Imam Agung. Di Yudea, Imam Agung berperan di bidang politik sebagai raja selain sebagai pemimpin agama. Di Galilea kekuasaan dipegang oleh raja Herodes Antipas. Dominasi rimiliter terlihat dengan kehadiran tentara Romawi di mana-mana. Mereka diambil dari Siria atau Palestina, tetapi tidak dari kalangan Yahudi.

Situasi yang menekan kadang-kadang tidak tertahankan, sehingga timbul pemberantakan yang umumnya digerakkan oleh kaum Zelot yang benmarkas di Galilea. Namun, pemberontakan kaum Zelot ini selalu dapat dipadamkan/ditum­pas. Penumpasan kaum pemberontak (Zelot) ini biasanya membawa korban nyawa yang tidak sedikit.

b.        Situasi Sosio-Ekonomi

Penduduk desa biasanya hanya memiliki lahan-lahan kecil untuk usaha per­tanian. Sebagian besar tanah dikuasai oleh para tuan tanah yang kaya dan mereka tinggal di kota-kota. Lahan-lahan luas yang dikuasai oleh para tuan tanah itu di­gunakan untuk menanam jagung dan peternakan besar. Para tuan tanah yang tinggal di kota-kota itu praktis menjadi pengemudi roda ekonomi kota dan perdagangan internasional. Rakyat kebanyakan biasanya hanya menj adi penggarap tanah (buruh tam) atau pengembala ternak milik tuan-tuan tanah itu.

Kondisi ekonomi sebagian besar penduduk (rakyat) hanya pas-pasan, bahkan kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga karena penghasilan mereka terlalu kecil. Dalam sihiasi yang parah seperti itu, rakyat masih dibebani berbagai macam pajak dan pungutan untuk pemerintah, untuk Bait Allah, dan sebagainya. Konon, pajak dan pungutan-pungutan tersebut dapat mencapai 40% dari penghasilan rakyat.

c.        Situasi Sosial-Kemasyarakatan

Masyarakat Palestina terbagi dalam kelas-kelas. Di daerah pedesaan terdapat kelas-kelas atau kelompok sosial, yaitu tuan tanah besar, pemilik tanah kecil, perajin, kaum buruh, dan budak.

Di daerah perkotaan terdapat beberapa lapisan kelas sosial. Lapisan kelas sosial tertinggi adalah kaum aristokrat, imam-imam, pedagang-pedagang besar, dan pejabat-pejabat tinggi. Lapisan kelas sosial menengah bawah adalah para perajin, pejabat-pejabat rendah, awam, dan kaum Lewi. Lapisan kelas sosial pa­ling bawah adalah kaum buruh yang pada umumnya bekerja di sekitar Bait Allah. Di samping itu, terdapat juga kaum proletar marginal yang tidak terintegrasi dalam kegiatan ekonomi, yang terdiri atas orang-orang yang dikucilkan oleh ma­syarakat karena suatu hal (bukan karena kondisi ekonomi). Misalnya: para pendosa publik seperti pelacur dan pemungut bea cukai, penderita kusta yang menurut keyakinan Yahudi disebabkan oleh dosa si penderita atau dosa orang tuanya.

Menurut orang Yahudi, dosa itu dapat berjangkit seperti kuman penyakit. Oleh sebab itu, orang baik-baik tidak boleh bergaul dengan orang-orang berdosa.Selain adanya kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial tersebut di atas, terdapat juga berbagai bentuk diskriminasi, misalnya diskriminasi rasial, seksual, pekerjaan, dan sebagainya.

d.         Situasi Sosio-Religius

Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius orang-orang Yahudi. Kaum Farisi berusaha menjaga warisan dan jati diri Yahudi berdasarkan hukum Taurat. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal hukum Taurat. Bagi mereka, menjadi rakyat Tuhan berarti taat pada setiap pasal hukum Taurat. Mereka berusaha me­nerapkan hukum Taurat pada setiap segi kehidupan. Tetapi, mereka sendiri sangat memilih-milih dalam ketaatan mereka.

Menaati hukum Tuhan berarti menaati secara ketat terhadap setiap pasal hukum Taurat. Orang-orang Farisi gemar memperluas tuntutan-tuntutan kebersihan yang berlaku untuk para imam bagi seluruh masyarakat Israel. Mereka menafsirkan dan kadang-kadang memanipulasi hukum Taurat demi kepentingan mereka sendiri, sehingga sering mendatangkan beban yang tidak tertahankan bagi rakyat kecil.

Singkatnya, rakyat kebanyakan di Palestina sangat tertindas pada saat Yesus muncul. Mereka ditindas secara politis, ekonomis, sosial, bahkan religius.

2.      Paham-Paham Tentang Kerajaan Allah

Dalam situasi tertindas, bangsa Israel sangat merindukan kedatangan Mesias dan Kerajaan Allah. Namun, paham mengenai Kerajaan Allah di kalangan bangsa Israel dipahami secara berbeda-beda.

a.         Paham Kerajaan Allah yang Berciri Nasionalistis

Paham ini dihayati oleh kaum Zelot. Kegiatan mereka bertujuan membebas­kan bangsa Israel dari kuasa politik penjajah kafir. Kaum Zelot berjihad untuk mengusir kaum kafir. Mereka berharap dengan kebangkitan nasionalisme, keme­nangan bangsa Israel dapat tercapai dan Kerajaan Allah tercipta.

b.         Kerajaan Allah Menurut Pandangan para Apokaliptis

Aliran ini percaya akan datangnya penghakiman Allah, karena dunia ini sudah jahat dan akan digantikan oleh dunia barn. Dalam dunia barn itu, yang balk akan dianugerahi kebakaan dan yang jahat akan dihukum. Menurut pandangan aliran ini, Kerajaan Allah adalah sebuah kenyataan pada akhir zaman. Dunia ini atau zaman ini sudah terlalu jahat dan jelek. Setelah zaman yang jahat ini hilang lenyap dibinasakan oleh Allah, maka Kerajaan Allah akan menjadi kenyataan di bumi baru dan langit baru yang dijadikan Allah.

c.        Kerajaan Allah Menurut Pandangan para Rabi

Allah sekarang sudah meraja secara hukum, sedangkan di akhir zaman Allah menyatakan kekuasaan-Nya sebagai Raja semesta alam dengan menghakimi dan menyatakan kepada sekalian bangsa. Bangsa Israel yang dikuasai oleh orang-orang kafir (karena dijajah oleh bangsa Romawi yang dianggap kafir) merupakan akibat dari dosa-dosanya. Jika bangsa Israel melakukan hukum Taurat, maka penjajah akan dipatahkan. Karena itu, mereka yang sekarang taat pada hukum Taurat sudah menajdi warga Kerajaan Allah. Tetapi, jika tidak melakukan hukum Taurat, maka bangsa Israel akan terus dijajah dan diperintah oleh kaum kafir.

 

Latihan Soal :

1.         Jelaskan latar belakang sosial, ekonomi, politis dan keagamaan yang ada pada masyarakat Yahudi zaman Yesus?

2.        Jelaskan paham Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus pada zaman-Nya!

3.        Siapa Yesus berkaitan dengan Kerajaan Allah ( lihat Lukas 10:1-11)?

4.        Dengan cara apa Kerajaan Allah harus disambut ? (lihat Lukas 10:1-11)

 

 

 

4.2. GAMBARAN KERAJAAN ALLAH DALAM TERANG KITAB SUCI

 

1.                  Kompetesi Dasar : Memahami Yesus Kristus yang datang untuk mewartakan dan memperjuangkan Kerajaan Allah

2.                  Materi Pokok : Yesus Mewartakan dan Memperjuangkan Kerajaan Allah

3.                  Tujuan Pembelajaran :

Ø  Peserta didik dapat menjelaskan kaitan antara pewartaan dan tindakan Yesus dalam mewartakan Kerajaan Allah;

Ø  Menjelaskan alasan Yesus mewartakan Kerajaan Allah lewat perumpamaanperumpamaan;

Ø  Menjelaskan pokok-pokok pewartaan Yesus dalam perumpamaan;

Ø  Menjelaskan tindakan-tindakan Yesus dalam hubungan dengan Kerajaan Allah; menjelaskan mukjizat-mukjizat Yesus dalam hubungan dengan Kerajaan Allah;

Ø  Menyimpulkan pewartaan Yesus dalam hubungan dengan uang/harta, kekuasaan, dan solidaritas; dan meneladani perjuangan Yesus mewartakan Kerajaan Allah dalam kondisi masa kini..

4.                  Kegiatan Pembelajaran

ü  Doa

-       Mendalami Makna Perumpamaan dalam Hidup Sehari-hari dengan membaca cerita “Penceramah Yang ditinggalkan Pendengar”.

-       Mendalami Pewartaan Yesus Melalui Perumpamaan dan Tindakan-Nya dengan membaca kitab suci Matius 13:1-53

-       mencari teks Kitab Suci tentang Yesus mewujudkan Kerajaan Allah melalui tindakan contoh “Yohanes 11:17. 19-45”.

-       Membaca ringkasan materi

-       Menyelesaikan soal latihan

-       Doa Penutup

5.                  Rangkuman Materi

Gambaran Kerajaan Allah Dalam Terang Kitab Suci

1.              Kitab Suci Perjanjian Baru memperlihatkan kenyataan yang sangat berbeda antara sikap para pemimpin atau wakil rakyat yang digambarkan di atas, dengan sikap Yesus dalam perjuangannya mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah, Yesus tidak hanya menyampaikan pengajaran melalui kata-kata maupun perumpamaan, melainkan juga melalui tindakan konkret. Perkataan dan perbuatan Yesus merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (lihat Matius 11: 5-6; bandingkan Lukas 11: 5-6). Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan perbuatan-perbuatan-Nya, sebaliknya perbuatan Yesus mewujudnyatakan perkataan-Nya. Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus tidak hanya berkeinginan agar masyarakat-Nya memahami konsep-konsep Kerajaan Allah, melainkan berupaya agar masyarakat-Nya dapat melihat sendiri tanda tanda kehadiran Kerajaan Allah itu dan terutama merasakan sendiri pengalaman akan Allah yang hadir dan menunjukkan kuasa-Nya yang menyelamatkan. Bagi Yesus Kerajaan Allah bukan sekedar janji-janji di masa depan, melainkan realitas yang bisa dihadirkan dan dirasakan di dunia, sambil menunggu kepenuhannya pada akhir zaman.

2.            kutipan kitab suci yang menunjukkan pengajaran Yesus tentang Kerajaan Allah melalui perumpamaan, misalnya: Matius 13:1-53

Ø Dalam banyak kesempatan Yesus mewartakan Kerajaan Allah dengan menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Perumpamaan itu diambil dari hal-hal yang sangat dekat dengan dunia pendengarnya, misalnya dengan menggunakan simbol penabur, biji sesawi, dsb. Sesungguhnya bila Yesus menyampaikan warta tentang Kerajaan Allah, Ia berharap agar siapapun yang mendengarnya dapat mengerti kehendak Allah yang tersembunyi di balik perumpamaan tersebut (bandingkan Ayat 34-35)

Ø Tetapi pewartaan Yesus melalui perumpamaan baru akan dimengerti bila manusia memiliki sikap mau mendengarkan, tidak sekedar mendengar, tetapi memperhatikan dengan seksama, dan tidak sekedar melihat. Hanya mereka yang memiliki keterbukaan hati bagi kehendak Allah yang dapat menemukan pesan tersembunyi dari perumpamaan tersebut. (bandingkan Ayat 13)

Ø Perumpamaan penabur sudah dijelaskan Yesus dalam ayat 19-23. Melalui perumpamaan yang serupa, pada ayat 24-30, Yesus hendak menegaskan bahwa perjuangan menegakkan Kerajaan Allah bukanlah tindakan yang mudah. Perjuangan menegakkan Kerajaan Allah kerap mendapatkan halangan dan rintangan, terutama dari kekuatan jahat (musuh) yang menentang kebaikan dan kebenaran. Tetapi Yesus menegaskan bahwa kita harus kuat sehingga mampu mengalahkan kekuatan jahat apapun dan dari siapapun.

Ø Perumpamaan biji sesawi dan ragi hendak mengajarkan kepada kita, bahwa kadang-kadang perjuangan menegakkan Kerajaan Allah bisa dimulai dari hal-hal kecil, hal-hal yang nampak sepele. Tetapi bila yang sederhana itu ditekuni dan dibiasakan akan mampu memberi dampak kebaikan yang lebih besar.

Ø Perumpamaan harta terpendam dan mutiara berharga, hendak mengatakan bahwa bilamana Kerajaan Allah itu sebagai sesuatu yang penting dan berharga siapapun akan berusaha mencapainya, bahkan dengan berani berkorban meninggalkan dan menjual miliknya yang selama ini dianggap berharga.

Ø Yesus tidak memakai paksaan dan kekerasan dalam mewartakan Kerajaan Allah. Walaupun demikian, melalui perumpamaan pukat, di akhir zaman, manusia akan diadili dan dipisahkan antara yang menerima dan melakukan Kerajaan Allah dengan yang menolaknya

Ø Kerajaan baru bermakna dan membangun hidup kita bila kita mau mengosongkan diri, membongkar hidup kita yang lama, meninggalkan apa yang selama dianggap paling baik dan berguna bagi hidup, dan sepenuhnya menerima Yesus sebagai Juru Selamat yang lebih berharga dari segala-galanya dalam hidup

2.      Kerajaan Allah yang Diwartakan Yesus

Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus lebih mirip dengan pandangan para rabi dan para nabi. Allah mulai meraja, terutama dalam diri Yesus, dan akan mencapai kepenuhan-Nya pada akhir zaman. Ketika Yesus berkeliling di Palestina untuk mewartakan Kabar Baik dan melakukan berbagai perbuatan baik, termasuk mukjizat-mukjizat-Nya, menjadi nyata bahwa Kerajaan Allah sebenarnya mulai dibangun di tengah umat yang percaya.

Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus secara singkat dapat dikatakan sebagai berikut:

Ø  Kerajaan Allah adalah Allah yang meraja atau memerintah.

Ø  Oleh karena itu, manusia harus mengakui kekuasaan Allah dan menyerahkan diri (percaya) kepada-Nya, sehingga terciptalah kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian.

Ø  Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus akan mencapai kepenuhannya pada akhir zaman. Di akhir zaman itulah, Allah benar-benar akan meraja. Dalam rangka ini, Kerajaan Allah terkait dengan penghakiman terakhir dan ukuran penghakiman adalah tindakan kasih. Mereka yang melaksanakan tindakan kasih masuk ke dalam Kerajaan Allah (bdk. Mat 25:31-45).

Ø  Kerajaan Allah yang mencapai kepenuhannya pada akhir zaman itu kini sudah dekat, bahkan sudah datang dalam sabda dan karya Yesus. Oleh karena itu, orang harus menanggapinya dengan bertobat dan percaya kepada warta yang dibawa oleh Yesus.

Ø  Kerajaan Allah adalah kabar mengenai masa depan dunia, di mana yang mis­kin tidak lagi miskin, yang lapar akan dipuaskan, yang tertindas tidak akan menderita lagi, yang tertawan akan dibebaskan. Namun, untuk mencapai masa depan yang demikian perlu perjuangan. Itulah sebabnya,Yesus terus-menerus berjuang supaya hal itu benar-benar terwujud. Selama hidup-Nya, Yesus terus-menerus berjuang supaya hal itu benar-benar terwujud. Seluruh hidup Yesus sampai la mengor­bankan hidup-Nya di kayu salib adalah untuk mewujudkan Kerajaan Allah, se­hingga orang benar-benar meng­alami damai sejahtera, sukacita, keadilan, dan kebenaran.

Perjuangan Yesus itu belum selesai, Yesus memberi tu­gas kepada para pengikut­Nya untuk melanjutkan per­juangan itu, agar Allah sungguh-sungguh meraja. Yesus Mewartakan Kerajaan Allah

A.    Pewartaan Yesus Tentang Kerajaan Allah

Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus kerapkali memakai perumpamaan, yaitu cerita yang diambil dari kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan suatu kebenaran, khususnya tentang Kerajaan Allah. Dengan perumpamaan itu, para pendengar lebih mudah menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh Yesus. Perumpamaan membuat orang tertantang untuk mencari dan menemukan pesan yang berkaitan dengan Kerajaan Allah. Perumpamaan-perumpamaan Yesus me­ngenai Kerajaan Allah mau menyampaikan hal-hal berikut:

1.     Kerajaan Allah Sudah Dekat

Yesus mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, bahkan sudah datang, terutama dalam diri Yesus. Ketika Yesus berkeliling Palestina untuk mewartakan Kabar Baik, sebenarnya Kerajaan Allah mulai tampak di tengah-tengah umat­Nya (lih. Luk 10: 23-24).       

Pewartaan Kerajaan Allah yang sudah dekat itu terungkap dalam perumpama­an tentang Pohon Ara (lih. Mrk 13: 28-32). Dekatnya Kerajaan Allah membawa nada ancaman dalam perumpamaan tentang orang yang menghadap hakim (lih. Luk 12: 57-58) untuk menuntut kembali pinjaman dari orang yang berhutang (berdosa), maka harus segera membereskan perkara itu (bertobat) supaya jangan terlambat; penghakiman terakhir sudah diambang pintu.

Berdekatan dengan perumpamaan tentang pohon ara adalah perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (lih. Luk 16: 1-8). Perumpamaan ini antara lain man mengatakan bahwa orang harus cerdik, sebab Kerajaan Allah sudah diambang pintu untuk mengadakan pertanggungjawaban. Dekatnya Kerajaan Allah berarti juga dekatnya penghakiman Allah.

Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (lih. Luk 13: 6-9) mau menggambarkan bahwa Allah itu sesungguhnya sabar, tetapi jika pada waktunya orang tidak menghasilkan buah pertobatan (bdk Luk 3: 8-9), maka penghakiman akan mendatangi orang itu.

Penghakiman Allah akan datang secara tiba-tiba dan tidak disangka-sangka (lih. Mat24: 50). Hal ini diilustrasikan dalarn perumpamaan tentang pencuri yang datang pada waktu ma lain di saat yang tidak diketahui (lih. Mat 24: 43-44). Kedatangan Kerajaan Allah dan penghakiman yang tidak tersangka-sangka itu terungkap dalam perumpamaan tentang gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh.

2.     Kerajaan Allah berarti Allah Mulai Memerintah

Kerajaan Allah berarti Allah yang memerintah sebagai raja. Allah yang memerintah dilukiskan oleh Yesus sebagai Bapa. Allah itu sungguh-sungguh Bapa yang baik hati dan suka mengampuni. Dalam perumpamaan domba yang hilang (lih. Luk 15: 3-7), Yesus menggambarkan Allah yang suka mengampuni. Dalam perumpamaan orang-orang upahan di kebun anggur (lih. Mat 20:1-5), Allah digam­barkan sebagai “Bapa keluarga” yang baik hati terhadap orang-orang yang tidak berjasa. Orang yang dimaksud adalah “pemungut cukai, pelacur, dan orang ber­dosa” yang bertobat dan atas dasar kebaikan Allah menerima pemerintahan-Nya.

Dalam perumpamaan anak yang hilang atau Bapa yang mengasihi anak yang hilang (lih. Luk 15: 11-32) mau menunjukkan balas kasih dan kasih Allah terhadap orang berdosa dan sukacita-Nya karena mereka bertobat. Perumpamaan ini juga sekaligus berisi kritik terhadap orang Farisi (yang dilambangkan anak yang sulung) yang membanggakan jasanya, tetapi tidak mengerti sikap hat] Bapa. Ketiga per­umpamaan dalam Luk 15: 1-32 (domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang) mau menekankan sukacita Allah yang menyambut orang berdosa yang bertobat ke dalam Kerajaan-Nya.

3.      Kerajaan Allah Menuntut Sikap Pasrah (Iman) Manusia Kepada Allah

Allah meraja dengan kasih. Oleh sebab itu, manusia dituntut sikap pasrah, dan sikap iman kepada Allah. Allah menjadi harapan, sandaran, dan andalan bagi manusia. Manusia tidak boleh mengandalkan hal-ha1 lain, seperti harta, kekuasaan, bahkan dirinya sendiri.

Yesus menyapa orang miskin dan menderita, sebab mereka hanya mengandalkan Allah. Baca perumpamaan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah (Luk 18: 9-14).

4.      Kerajaan Allah itu Suatu Karunia

Kerajaan Allah adalah karunia dari Allah, bukan hanya jasa manusia. Dengan kata lain, pemerintahan Allah tidak ditegakkan atau diwujudkan hanya oleh daya upaya manusia. Kerajaan Allah sebagai karunia Allah ini diilustrasikan dalam perumpamaan “benih yang tumbuh” (Mrk 4: 26-29); “ragi” (Mat 13: 33 dst), “biji sesawi” (Mat 13: 31-32), dan “penabur” (Mrk 4: 1-9).

B.     Perbuatan-Perbuatan Yesus Dalam Rangka Memperjuangkan Kerajaan Allah

Perkataan dan perbuatan Yesus merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan (lih. Mat 11: 4-6). Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan perbuatan-perbuatan Yesus supaya per­buatan itu dapat ditangkap maksudnya, sedangkan perbuatan-perbuatan mewujud­nyatakan perkataan-perkataan Yesus, sehingga kata-kata Yesus bukanlah kata-­kata kosong, tetapi kata-kata yang penuh kuasa dan arti. Maka dalam kesempatan ini akan dijelaskan mengenai perjuangan Yesus melalui perbuatan.

1.      Yesus Mengadakan Mukjizat-Mukjizat

Mukjizat hanya sebagai tanda bagi orang yang percaya, yaitu tanda kemurahan hati Tuhan (Yesus), sedangkan bagi yang tidak percaya adalah suatu pertanyaan. Mukjizat-mukjizat Yesus itu mau menunjukkan:

a.        Yesus menghubungkan mukjizat-mukjizat-Nya dengan pemberitaan tentang Kerajaan Allah.

b.        Dasar dan motif mengadakan mukjizat  adalah pemberitaan tentang Kerajaan Allah.

c.        Mukjizat-mukjizat Yesus mempunyai arti mesianis. Artinya, mukjizat-muk­jizat Yesus mau menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nanti­kan. Mukjizat-mukjizat yang dikerjakan Yesus merupakan tanda dari Kerajaan Allah yang sudah datang. MeIalui penyembuhan orang sakit dan pengusiran roh-roh jahat menajdi nyata bahwa zaman Mesias sudah dimulai. Hal ini juga menjadi jelas ketika Yohanes bertanya apakah Yesus adalah Mesias yang dinantikan. Yesus memberi jawaban dengan berkata : “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar : Orang buta melihat, orang bisu mendengar, orang mati dibangkitkan, orang kusta menjadi tahir dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11:4-5).

d.        Mukjizat-mukjizat Yesus menyatakan solidaritas Allah dengan manusia yang miskin dan menderita serta kerasukan roh jahat.

2.      Yesus Bergaul dengan Semua Orang : Tanda Cinta-Nya yang Universal

Yesus dekat dengan semua orang, maka Ia juga sangat terbuka terhadap semua orang. la bergaul dengan semua orang. la tidak mengkotak-kotakkan dan membuat kelas-kelas di antara manusia. Yesus tidak pernah hanya dekat dengan sekelompok orang dan menyingkirkan kelompok yang lainnya. Yesus akrab dengan semua orang (lih. Yoh 7: 42-52) dan penguasa, bahkam penjajah (lih. Mrk 7: 1-10) yang beritikad baik. Yesus pun akrab dengan para pegawai pajak yang korup (lih. Luk 19: 1-10), dengan wanita tuna susila (lih. Luk 7: 36-50), dan para penderita penyakit berbahaya yang dikucilkan.

Pergaulan Yesus dengan orang-orang yang berdosa dan najis sering dipandang oleh kaum Farisi amat tidak sesuai dengan adat sopan santun dan peraturan agama yang berlaku pada saat itu.

3.      Yesus Membebaskan Orang-Orang dari Beban Legalisme

Yesus sering dikecam oleh lawan-lawannya sebagai orang yang suka berpesta pora, suka makan dan minum, tidak berpuasa, dan tidak menghiraukan banyak ketentuan hukum Taurat lainnya.

Yesus memaklumkan bahwa Allah itu Pembebas. Allah ingin memungkin­kan manusia mengembangkan diri secara lebih utuh dan penuh. Segala hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan kepada tujuan memerdekaan manusia. Maksud terdalam setiap hukum adalah membebaskan (atau menghindarkan) manu­sia dari segala sesuatu yang dapat menghalangi manusia berbuat baik. Begitu pula, tujuan hulcum Taurat.

Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat diringkas dengan mengatakan bahwa Yesus selalu memandang hukum Taurat dalam terang hukum kasih. Yesus menolak hukum Taurat yang sudah dimanipulasi dan ditafsirkan secara keliru.

4.      Yesus Memanggil Pengikut-Pengikut-Nya

Untuk mewartakan Kerajaan Allah, Yesus memanggil dan mengutus murid­murid-Nya. Mereka dituntut memiliki keterlibatan yang radikal. Orang-orang yang dipanggil Yesus harus:

a.     Segera meninggalkan segala-galanya;

b.     Belajar dan hidup dekat dengan Yesus;

c.     Siap diutus;

d.     Siap menderita.

 

Nilai-Nilai Duniawi dan Nilai-Nilai Kerajaan Allah

1.      Uang/Harta dan Kerajaan Allah

Uang, harta, dan kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai yang lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.

Betapa sulitnya orang kaya masuk dalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta masuk ke dalam lubang jarum (bdk. Mrk 10: 25). Maksudnya, Yesus mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan kekayaan. Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita clan suka membantu mereka dengan kekayaannya.Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.

2.      Kekuasaan dan Kerajaan Allah

Kekuasaan itu sangat bernilai. Namun, orang tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah terhalang. Ada dua cara yang sangat berbeda dalam mengerti dan melaksanakan kekuasaan. Yang satu adalah penguasaan, yang lain adalah pelayanan. Kekuasaan dalam Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.Menurut Yesus, hukum harus berciri pelayanan, belas kasih, dan cinta. Dalam Kerajaan Allah, kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.

3.      Kehormatan/gengsi dan Kerajaan Allah

Kehormatan atau gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih penting daripada segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan gengsi/harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan keutamaan. Akibat adanya gengsi clan kedudukan inilah masyarakat dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki status sosial tinggi dan ada kelompok yang melmiliki status sosial rendah. Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.

Yesus mengatakan: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini; kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18: 1-4,. Anak adalah perumpamaan mengenai “kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi, dan harga diri. Ini tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kel as tertentu yang akan diterima dalam Keraj aan Allah. Setiap orang dapat masuk ke dalamnya jika la man berubah dan menjadi sepenti anak kecil (Mat 18: 3;, menjadikan dirinya kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18: 4).Kerajaan yang diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyara­kat yang tidak membeda-bedakan lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan karena pendidikan, kekayaan, asal usul, ke­kuasaan, status, keutamaan, atau keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan Allah sebagai citra-Nya.

4.      Solidaritas dan Kerajaan Allah

Perbedaan pokok kerajaan dunia dan Kerajaan Allah bukan karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda. Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif (suku, agama, ras, keluarga, dan sebagai­nya) dan demi kepentingan sendiri. Sementara, Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5: 43-44). Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengertian “saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup musuh: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang mencdci kamu” (Luk 6: 27-28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Luk 6: 32).

Solidaritas kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. Solidaritas yang dikehendaki oleh Yesus adalah soli­daritas terhadap semua orang tanpa memandang bulu, termasuk juga musuh.

 

Latihan Soal :

1.       Jelaskan alasan penggunaan perumpamaan dalam penyampaian gagasan, pikiran atau pengajaran di kalangan masyarakat!

2.       Mengapa Yesus menggunakan perumpamaan dalam mewartakan Kerajaan Allah?

3.       Temukan kutipan perumpamaan Penabur, lalu jelaskan maknanya berkaitan dengan paham Kerajaan Allah!

4.       Apa makna mujizat Yesus dalam kaitan dengan paham Kerajaan Allah.

5.       Apa saja (benda / orang) yang digunakan oleh Yesus sebagai pembanding (analogi) dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya ?

6.       Perhatikan masing-masing perumpamaan Yesus dalam kutipan tersebut, Apa makna perumpamaan-perumpamaan Yesus yang diungkapkan dalam kutipan tersebut?

7.       Sikap apa yang dibutuhkan agar mampu memahami perumpamaan Yesus?

 

 

 

BAB V

SENGSARA, WAFAT, KEBANGKITAN DAN KENAIKAN YESUS.

 

5.1.         SENGSARA DAN WAFAT YESUS

1.        Kompetesi Dasar : Memahami makna sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus Kristus demi kebahagiaan manusia

2.        Materi Pokok : Sengsara dan Wafat Yesus

3.        Tujuan Pembelajaran :

Ø  Peserta didik dapat menjelaskan sebab-musabab Yesus dijatuhi hukuman mati di kayu salib;

Ø  Menjelaskan dengan kata-katanya sendiri pesan kisah sengsara menurut Injil Lukas;

Ø  Menjelaskan hubungan makna sengsara dan wafat Yesus dengan pemahaman tentang Kerajaan Allah dan menyebutkan tindakan-tindakan yang menunjukkan pengorbanan demi kebahagiaan orang lain.

4.        Kegiatan Pembelajaran

ü  Doa

-       Menggali Pengalaman Berkorban Bagi Orang Lain dengan membaca cerita “Santo Maximilian Kolbe, Martir”.

-       Memahami Kisah Sengsara Yesus Kristus dan Maknanya (Lukas 22-23).

-       Menghayati Makna dan Sengsara Yesus dalam Kehidupan Sehari-hari

-       Membaca ringkasan materi

-       Menyelesaikan soal latihan

-       Doa Penutup

5.                  Rangkuman Materi

SENGSARA DAN WAFAT YESUS DI SALIB

 

Kematian merupakan peristiwa yang amat sangat biasa. Apapun yang hidup pasti suatu saat akan mati. Kematian seolah menjadi titik akhir dari kehidupan manusia, setelah itu ia lenyap bagai ditelan bumi. Tetapi, Iman kristiani justru menegaskan, bahwa seharusnya kematian dihayati sebagai pintu masuk pada kehidupan baru, kehidupan kekal bersama dengan Allah. Maka persoalannya adalah: bagaimana manusia mempersiapkan dan menghayati kematian Pada bagian ini, kita diajak membahas sengsara dan kebangkitan Yesus. Sengsara dan kebangkitan Yesus bagi orang Katolik merupakan dasar iman.

 

A.    Latar Belakang dan Sebab-Sebab Sengsara dan Wafat Yesus

Untuk memahami peristiwa Yesus dihukum mati dan menjalani hukuman mati, ada baiknya kita mengamati dua hal berikut ini :

v  Konteks sosial menjelang penyaliban Yesus

v  Mereka yang berperan dalam penyaliban Yesus

 

1.      Konteks Sosial Menjelang Penangkapan, Pengadilan, dan Penyaliban Yesus

a.      Konteks Perayaan Paskah

Perayaan Paskah merupakan pesta bangsa Israel untuk memperingati peristiwa pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Perayaan ini berlangsung selama tujuh hari, menjadi pekan roti tak beragi. Bangsa Israel menghayati peristiwa pembebasan dari Mesir sebagai keterlibatan Allah dalam hidup mereka. Pada perayaan Paskah itu, seluruh rakyat terlibat dengan cara berziarah ke Yerusalem. Maka, Yerusalem dipadati oleh rakyat yang akan merayakan Paskah.

Dalam rangka perayaan Paskah tersebut, Yesus dan murid-murid-Nya juga pergi ke Yerusalem. Dalam situasi Paskah Yahudi itulah, terjadi peristiwa besar yang menimpa diri Yesus. Ia ditangkap, diadili, dan disalibkan. Pengadilan dan penyaliban Yesus diwarnai oleh berbagai isu yang berkembang pada waktu itu.

b.      Pemberontakan terhadap Pemerintah Roma

Biasanya, dalam setiap perayaan paskah, tentara Roma juga selalu siap siaga untuk menghadapi kemungkinan yang tidak diinginkan, misalnya kekacauan. Pada masa Yesus, situasi Palestina tidaklah tenteram. Selalu ada usaha-usaha untuk melawan pemerintah Romawi.

Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah dan pernyataan diri-Nya sebagai Mesias dapat menumbuhkan harapan bangsa Yahudi akan datangnya Mesias. Harapan ini akan mendorong mereka untuk memberontak. Dengan demikian, tindakan Yesus dapat menumbuhkembangkan pemberontakan politis seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Zelot. Hal itulah yang dijadikan alasan oleh para pemuka agama Yahudi untuk menghukum Yesus dan menghadapkan-Nya pada Ponsius Pilatus.

Dalam peristiwa penangkapan dan pengadilan terhadap Yesus, pasukan Romawi diperalat oleh para pemuka agama yang mengisyaratkan bahwa Yesus dan pengikut-Nya termasuk dalam kelompok orang yang mau memberontak. Markus menceritakan, “Dan pada waktu itu adalah seorang yang bernama Barabas sedang dipenjarakan bersama beberapa pemberontak lainnya. Mereka telah melakukan pembunuhan dalam pemberontakan” (bdk. Mrk.15:7)

c.       Munculnya Mesias-Mesias Palsu

Pada masa kehidupan Yesus telah muncul beberapa orang yang diyakini oleh orang-orang Yahudi sebagai Mesias. Mereka dipandang sebagai Mesias seperti diramalkan oleh nabi Yesaya. Nabi Yesaya bernubuat bahwa Allah akan mengangkat seorang keturunan Daud untuk naik takhta kerajaan. Orang-orang yang dianggap memenuhi nubuat nabi Yesaya pada masa itu antara lain Yudas dari Galilea dan Simon dari Bar Kokhba.

Munculnya mesias-mesias itu selalu diwaspadai oleh pemerintah Roma. Se­bab, biasanya setelah seorang mesias mulai muncul, maka akan disusul adanya pemberontakan. Mesias-mesias yang ada menjadi biang kerusuhan.

Injil dengan jelas membedakan antara Yesus dan orang-orang yang dianggap mesias itu. Hal ini sungguh-sungguh diketahui oleh Pilatus dan orang-orang Ro­mawi lainnya. Oleh karena itu, dalam proses pengadilan yang dipimpinnya, Pilatus berusaha membebaskan Yesus. Pilatus mengetahui bahwa tindakan Yesus berkaitan dengan hidup keagamaan dan bukan politis. Tindakan Pilatus semakin jelas dengan tawarannya untuk membebaskan Yesus atau Barabas.

Namun, orang Yahudi tidak mau mengambil risiko dengan Yesus itu. Yesus pernah membuat kehebohan di Bait Allah. Kalau terjadi lagi, pasukan Romawi dapat menyerbu Bait Allah. Padahal; banyak penduduk Yerusalem menggantung­kan hidupnya pada Bait Allah. Bait Atlah sebagai tempat ziarah merupakan sumber nafkah bagi mereka. Maka lebih baik mereka memilih Barabas untuk dibebaskan.

 

2.      Mereka yang Berperan dalam Peristiwa Pengadilan dan Penyaliban Yesus

a.      Para Petinggi Agama

Warta dan tindakan Yesus memang baru, rnerombak agama Yahudi. Hal ini jelas tidak disukai oleh para pemuka agama. Para pemuka agama itu beranggapan bahwa hanya agama yang menjamin kelangsungan bangsa. Barangsiapa merong­rong agama dianggap membahayakan bangsa. Perubahan agama dianggap dapat menimbulkan murka Allah. Jika Allah murka maka habislah riwayat bangsa Yahudi.

Yesus berasal dari “udik”, dari suku yang agamanya tidak kokoh. “Tidak ada nabi yang berasal dari Galilea!” Yesus tidak berijazah, tidak berpendidikan, dengan hak apakah la mengutik-utik Kitab Suci? Yesus tidak mempunyai backing, ke­luarganya sederhana, teman-temannya rakyat jelata, sekelompok orang yang tidak mempunyai wewenang agama sedikit pun. Apa yang dibuat oleh Yesus, se­hingga bermacam-macam tuduhan dilemparkan kepada-Nya oleh para ahli Taurat dan kaum Farisi?

Ø  Yesus bergaul dengan sampah masyarakat

Ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat bahwa ia makan dengan pe­mungut bea cukai dan orang berdosa.

Ø  Yesus dianggap melanggar hukum Taurat:

Yesus menyatakan semua makanan halal; Ia menyentuh orang kusta; Ia tidak berpuasa.

Ø  Yesus dianggap melanggar adat saleh:

Yesus berbicara dengan perempuan kafir; Ia membela wanita pezinah; Ia makan dengan tangan najis.

Ø  Yesus dianggap melanggar Sabat:

Yesus berkata: “Hari Sabat diadakan untuk manusia clan bukan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2: 27)

Ø  Yesus dianggap mencampuri urusan para pemuka agama:

Imam Agung bertanggung jawab atas Bait Allah. Tetapi, Yesus mengusir para pedagang di Bait Allah, padahal Dia dianggap tidak mempunyai hak apa-apa terhadap urusan Bait Allah. Yesus dianggap berani mengatakan bahwa Ia mengerti apa yang dikehendaki Allah, bahwa ia mengenal Allah lebih daripada para nabi dahulu, lebih daripada Musa. Di mata para petinggi agama, Yesus dianggap provokator.

 

b.   Para Petinggi Pemerintahan

Pada masa Yesus, situasi Palestina tidak aman/tenteram, karena selalu ada usaha-usaha untuk melawan pemerintahan Romawi. Pewartaan Yesus tentang Ke­rajaanAllah dan pernyataan diri-Nya sebagai Mesias dapat menumbuhkan harapan bangsa Israel akan datangnya Mesias. Harapan ini akan mendorong mereka untuk memberontak. Dengan demikian, tindakan Yesus dianggap dapat menumbuhkan pemberontakan politis seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Zelot. Hal itulah yang telah dijadikan alasan para pemuka agama Yahudi untuk menghukum Yesus dan menghadapkan-Nya pada Pilatus.

Dalam peristiwa penangkapan dan pengadilan terhadap Yesus, pasukan Romawi diperalat oleh para pemuka agama bahwa Yesus dan pengikut-Nya termasuk dalam kelompok orang yang mau memberontak. Markus menceritakan : “Dan pada waktu itu adalah seorang yang bernama Barabas sedang dipenjarakan bersama beberapa pemberontak lainnya. Mereka telah melakukan pembunuhan dalam pemberontakan” (Mrk. 15:7).

Keributan di Bait Allah ketika Yesus dan murid-murid-Nya menghalau para pedagang mungkin membuat pemerintahan kolonial Romawi mencurigai Yesus. Ketiga bangsa-Nya sendiri menyerahkan Yesus, pemerintah Romawi rupanya tidak terlalu berkeberatan untuk mengamankan dan membebaskan dia dari segala tuduhan.

 

c.       Vonis Hukuman Mati Untuk Yesus

Seluruh majelis agama menolak Yesus. Dengan suara bulat, mereka memutus­kan untuk memberikan hukuman mati terhadap Yesus. Imam Agung, pemimpin yang dipilih Allah untuk menggembalakan umat-Nya, membuang Yesus.

Ponsius Pilatus, gubernur sipil menghukum Yesus. Murid-murid dan teman-­teman Yesus tidak seorang pun membela-Nya. Mereka semua meninggalkan Yesus dan membiarkan Dia dihukurn mati di salib. Menurut keyakinan Yahudi, mati di­salib merupakan tanda bukti bahwa seseorang dibuang oleh Allah sendiri.

Hukuman mati di salib itu lebih daripada mencabut nyawa saja. Mati di kayu salib berarti: dibuang oleh bangsanya dan dikutuk oleh Allah. Mayat seorang terhukum harus lekas-lekas dikuburkan, karena dianggap mengotori dan menajis­kan tanah yang diberikan Allah.

 

B.     Kisah Sengsara dan Wafat Yesus

Kisah sengsara dan wafat Yesus yang disampaikan oleh Lukas dalam Injilnya sangat khas. Kesengsaraan Yesus disampaikan Lukas berpangkal dari hasil peng­alaman kehidupannya sebagai murid Yesus. Lukas adalah salah seorang murid Yesus yang menyampaikan hasil perenungan perjalanan terakhir hidup Yesus.

1.      Penangkapan Yesus di Taman Getsemani

Yesus mengetahui bahwa la akan mengalami kesengsaraan sebagai konse­kuensi dari pewartaan-Nya yang dianggap mengganggu gugat kemapanan banyak pihak. Di taman Getsemani, Yesus secara khusus mempersiapkan penderitaan yang akan ditanggung-Nya. Ia berdoa kepada Bapa-Nya. Sebagai manusia biasa, Yesus merasakan ketakutan yang luar biasa sehingga la berseru, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-­Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22: 42).

Kebiasaan Yesus untuk berdoa telah diketahui oleh para murid-Nya. Yudas juga mengetahuinya. Maka, Yudas memanfaatkan kebiasaan Yesus yang berdoa di tempat-tempat yang sepi sebagai kesempatan untuk menyerahkan-Nya kepada orang yang akan membayarnya. Setelah Yesus selesai berdoa, Yudas datang ke taman itu bersama orang banyak. Yesus ditangkap bagaikan seorang perampok atau penjahat. Penangkapan Yesus ini menjadi awal penderitaan yang dijalani­-Nya. Lukas mencatat: “Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olok Dia dan memukul-Nya” (Luk 22: 63).

 

2.      Yesus Diadili oleh Pengadilan Agama

Dari taman Getsemani, Yesus dibawa ke rumah imam besar. Yang menjabat imam besar pada waktu itu adalah Kayafas. Kayafas bersama mertuanya, Hanas, melakukan pemeriksaan terhadap Yesus. Di ternpat Imam besar, Yesus diolok­-olok dan dipukuli oleh orang-orang yang menahan-Nya. Imam besar banyak bertanya kepada Yesus tentang murid-murid-Nya dan ajaran-Nya. Yesus memberi­kan tanggapan-Nya. “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu meng­ajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi ber­kumpul; Aku tidak pernah bicara sembunyi-sembunyi” (Yoh 18: 20).

Tanggapan Yesus ini tentu saja sangat menjengkelkan mereka yang mengikuti pemeriksaan itu. Mereka sebenarnya mau menjebak Yesus untuk menemukan kesalahan yang dapat menjadi alasan menghukum Dia. Mereka mau menjebak Yesus dengan soal Bait Allah.

Mereka selama ini tidak menyukai campur tangan Yesus, teristimewa dengan urusan Bait  Allah. Yesus pernah membuat kegemparan dengan mengusir para pedagang dari Bait Allah. Bait Allah adalah pusat keagamaan bagi orang-orang Yahudi. Bagi para pemuka agama, Bait Allah menjadi pusat kekuasaan mereka dan menjadi sumber penghasilan mereka karena pajak yang mereka tarik dalam bentuk pajak keagamaan. Apabila Bait Allah hancur atau di bawah kekuasaan orang lain, mereka akan kehilangan kedudukan, jabatan, dan penghasilan. Oleh karena itu, dengan alasan mempertahankan sistem keagamaan secara nasional, mereka berusaha mempersalahkan Yesus atas tindakan-Nya terhadap Bait Allah. Namun, mereka tetap belum dapat menemukan alasan kuat untuk menghukum Yesus.

Kemudian, mereka menghadapkan Yesus ke Mahkamah Agama. Sidang Mahkamah Agama melanjutkan pemeriksaan awal yang telah dilakukan oleh imam besar. Mereka bertanya : “Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada kami” (Luk.22:67). Pertanyaan ini sebenarnya juga merupakan pertanyaan jebakan. Para pemuka agama Yahudi mau menyudutkan Yesus untuk menunjukkan secara jelas identitas-Nya. Mereka telah mengetahui bahwa pengakuan Yesus sebagai Anak Allah akan menjadi alasan yang dapat diterima semua pihak untuk menghukum Dia.

Yesus dengan tegas menyatakan bahwa Dia adalah Anak Allah. Mendengar jawaban Yesus itu, maka dengan segera sidang Mahkamah Agama mengambil keputusan untuk menghukum mati Yesus, karena la telah menyatakan diri sebagai Anak Allah. Yesus dianggap telah menghujat Allah. Setelah mendengar jawaban Yesus, mereka bersepakat membawa Yesus kepada Pilatus. Hal ini mereka lakukan karena mereka mengetahui hanya Pilatuslah yang dapat menentukan hukuman mati.

 

3.      Yesus Diadili oleh Pengadilan Negeri

Wakil pemerintah Roma yang berkuasa pada waktu itu adalah Pontius Pilatus. Di Palestina, Pontius Pilatus tinggal di Yerusalem dalam sebuah istana yang dahulu merupakan tempat kediaman resmi raja-raja Yahudi sewaktu Yehuda masih berdiri. Di depan gedung ini terdapat serambi yang luas. Di bawah langit  terbuka, di sebuah pelataran, Yesus diadili karena orang-orang Yahudi tidak mau masuk ke dalam gedung yang mereka anggap sudah dicemarkan itu. Tuntutan mereka harus dituruti Pontius Pilatus, Yesus harus dihukum mati. Pilatus menanyakan apa yang menjadi kesalahan Yesus, tetapi tidak ditemukannya. Lalu Pilatus menyatakan kepada imam-imam kepala, para pemimpin, dan rakyat bahwa ia tidak menemukan kesalahan apa pun pada diri Yesus (lih. Luk 23: 14-16).

Meskipun mengetahui bahwa Yesus tidak bersalah, Pontius Pilatus menjatuh­kan hukuman. Pilatus membuat kompromi yang tidak adil. Pilatus akan menyesah Yesus sebelum membebaskan-Nya. Tetapi, mereka yang hadir dalam pengadilan itu berteriak-teriak menginginkan kematian Yesus. Setelah disesah, Yesus diserah­kannya kepada mereka untuk diperlakukan semau-maunya (lih. Luk 23: 25). Setelah disesah, Yesus dimahkotai duri, diludahi, dicemoohkan, disuruh memang­gul salib menuju Bukit Tengkorak, dan disalibkan di sana bersama dua orang penjahat.

 

4.      Wafat Yesus

Santo Lukas mencatat dalam Injilnya bahwa ketika mereka sampai di tempat bernama Bukit Tengkorak mereka menyalibkan Yesus di situ bersama dengan dua orang penjahat, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri­-Nya. Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka; sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: “Orang lain la selamatkan, biarlah sekarang menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika la adalah Mesias, orang yang dipilih Allah” (lih. Luk 23: 34-35).

Seorang dari penjahat yang digantung itu menghujat  Dia, katanya: “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkan diri-Mu dan kami!” Tetapi yang seorang menegur dia, katanya: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu sesungguhnya hari ini juga engkau ada bersama dengan Aku di dalam Firdaus” Selanjutnya, Santo Lukas menulis: Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar. Dan tirai Bait Allah terbelah dua. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan­Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian, la menyerahkan nyawa-Nya. Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: “Sungguh, orang ini adalah orang benar!” Dan sesudah seluruh orang banyak yang datang berkerumun di situ melihat apa yang terjadi, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri. (Luk 23: 39-49).

Kematian Yesus menurut Lukas disertai dengan firasat alam yang sangat dahsyat. Firasat alam yang pertama yang dipaparkan oleh Lukas adalah kegelapan yang meliputi seluruh daerah itu pada tengah hari (lih.Luk 23: 44).

Kuasa kegelapan tampak seakan-akan memegang kekuasaannya atas seluruh dunia; semua cahaya dipusatkan pada salib. Kegelapan sering dihubungkan dengan rasa takut, kecemasan, dan adanya bahaya. Kegelapan menjadi lambang ketidak­berdayaan. Peristiwa kegelapan yang terjadi saat kematian Yesus memiliki arti yang khusus, yakni sebagai wujud keterlibatan Allah atas kematian Yesus. Melalui kegelapan yang diciptakan-Nya, Allah mau menyatakan terang kehidupan baru yang akan muncul. Dari kegelapan lahirlah Mesias yang membuka sejarah keselamatan baru bagi semua bangsa di dunia.

Tanda kedua yang menyertai wafat Yesus adalah terbelahnya tirai Bait Allah menjadi dua (lih. Luk 23:45). Terbelahnya tirai Bait Allah membawa perubahan radikal. Tirai Bait Allah dimaksudkan untuk memisahkan ruang yang dikhususkan untuk para imam dan orang-orang yang percaya. Orang-orang yang dianggap tidak pantas seperti orang-orang kafir, wanita, anak-anak hanya boleh berada di halaman luar Bait Allah. Mereka tidak boleh melihat dan masuk dalam ruang kudus di Bait Allah.

Saat kematian Yesus, tirai Bait Allah terbelah dua, dari atas ke bawah. Kematian Yesus membawa kedekatan dengan manusia. Allah terbuka bagi semua bangsa. Allah adalah Allah beserta kita. Allah kita tidak tinggal di tempat terasing, dalam ruangan Bait Allah, melainkan berada di antara kita. Di puncak Golgota, di kayu salib, penyertaan Allah semakin nyata, yakni penyertaan untuk merangkum penderitaan manusia.

 

C.    Makna Sengsara dan Wafat Yesus

1) Wafat Yesus adalah Konsekuensi dari Pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah

Wafat Yesus tidak dapat dilepaskan dari seluruh perjalanan karya dan hidup­-Nya. Yesus sudah mengetahui risiko penderitaan dan kesengsaraan yang.akan ditanggung-Nya. Bahkan, Yesus sudah member-itahukan kepada para murid-Nya bagaimana Ia menderita, wafat, dan disalibkan. Tugas perutusan Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah yang dilaksanakan melalui sabda dan tindakan­-tindakan-Nya akan membawa diri-Nya pada penderitaan.

Pewartaan Yesus dalam sabda dan tindakan-Nya sangatlah radikal. Para penguasa, tua-tua bangsa Yahudi, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat sangat tersinggung dengan segala sepak terjang Yesus. Yesus menyadari bahwa kesaksian yang paling kuat dan paling final tentang kesungguhan-Nya mewartakan Kerajaan Allah ialah kesiapan-Nya untuk mati demi pewartaan-Nya itu. Andaikata Yesus lari dari risiko atas pewartaan-Nya, tentu seluruh pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah tidak akan dipercayai lagi. Maka, Yesus harus menghadapi risiko pewartaan­-Nya dengan tegar hati. Yesus yakin bahwa dengan sikap-Nya yang konsekuen dan berani menghadapi maut akan memberanikan semua murid dan pengikut-­pengikut-Nya untuk di kemudian hari mewartakan dan member-ikan kesaksian tentang Kerajaan Allah, walaupun harus mempertaruhkan nyawa-Nya

 

2) Wafat Yesus sebagai Tanda Ketaatan dan Kesetiaan-Nya pada Bapa

Yesus menerima semua yang terjadi atas diri-Nya dengan rela, karena itulah yang dikehendaki oleh Allah dalam rencana penyelamatan-Nya. Yesus memandang kematian-Nya bukan sebagai nasib, melainkan sebagai kurban yang mengukuhkan Perjanjian Baru antara Allah dan umat manusia seluruhnya. Para murid Yesus diberi teladan untuk mempertaruhkan nyawa sebagai wujud kesetiaan terhadap Kerajaan Allah.

Tugas untuk mewartakan Kerajaan Allah menuntut kesetiaan dengan taruhan nyawa. Oleh karena itu, peristiwa salib yang membawa kematian Yesus bukanlah kegagalan. Peristiwa salib justru merupakan tahap yang menentukan dalam karya penyelamatan Allah. Wafat Yesus menjadi peristiwa penyelamatan yang memba­harui hidup manusia, karena setelah wafat-Nya, Allah tidak meninggalkan Dia. Yesus dibangkitkan dari kematian. Wafat Yesus rnemperlihatkan cinta kasih Allah kepada manusia.

Yesus menyadari bahwa kematian adalah bagian dari rencana Bapa-Nya. Sabda yang dinyatakan-Nya, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4: 34). Yesus setia kepada kehendak Bapa-Nya, Ia taat sampai mati. Yesus mengganti ketaatan-Nya untuk ketidaktaatan kita. “Jadi, sama seperti ketidaktaatan satu orang, semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang, semua orang menjadi orang yang benar” (Rm 5: 19).

Dengan ketaatan-Nya sampai mati, Yesus menyelesaikan tugas-Nya sebagai hamba yang menderita; seperti yang dikatakan dalam Yes 53: 10-12.

 

3) Wafat Yesus adalah Tanda Solidaritas-Nya dengan Manusia

Wafat Yesus “untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan” (1 Kor 1: 23). Tetapi menurut Paulus, bagi arang-arang yang percaya akan Allah, peristi-wa Yesus disalibkan mempunyai arti baru. Untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun orang yang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmah Allah. Sebab, yang bodoh dari Allah lebih besar hikmahnya daripada manusia (1 Kor 1: 24-25). Dalam diri Yesus yang wafat disalibkan itu Allah berkarya.

Dalam peristiwa salib, kita dapat mengenal penyertaan Allah dalam hidup manusia. Allah yang berbelas kasih tidak pernah meninggalkan manusia. Sekalipun manusia mengalami kesengsaraan dan penderitaan, Allah tetap menjadi Allah beserta kita (Emmanuel). Kesengsaraan dan wafat Yesus menjadi tanda agung kehadiran Kerajaan Allah karena memberi kesaksian tentang Allah yang sebenarnya, yakni Allah yang Mahakasih.

Allah dalam diri Yesus telah solider dengan manusia. Ia telah senasib dengan manusia sampai kepada kematian, bahkan kematian yang paling hina. Tidak ada wujud solidaritas yang lebih final dan lebih hebat daripada kematian Yesus. Yesus rela mati disalib di antara dua penjahat. Ia telah menjadi manusia, sama dengan kaum tersisih dan terbuang.

 

4) Wafat Yesus bukti bahwa Allah mengasihi manusia

5) Kematian Yesus menyelamatkan manusia

Wafat Yesus yang mengerikan bukanlah kebetulan, tetapi merupakan bagian dari misted penyelamatan Allah. Kitab Suci sudah menubuatkan rencana penye­lamatan Ilahi melalui kematian. “Hamba-Ku yang Benar” sebagai misteri pene­busan yang universal. Santo Paulus dalam pengakuan iman menyatakan: “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci” (1Kor 15: 3).

Yesus mati untuk kepentingan kita. Hal ini ditegaskan melalui surat pertama Santo Petrus yang menyatakan: Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengari barang yang fana, bukan pula dengan perak dan emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (1Ptr 1: 18-19). Santo Paulus berkata: “Dialah yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Kor 5: 21).

Penyerahan diri Yesus kepadaAllah telah mempersatukan kita kembali dengan Allah. Rekonsiliasi antara kita dan Allah telah terjadi berkat kematian Yesus disalib.

 

Soal :

1.       Jelaskan sebab-musabab Yesus dijatuhi hukuman mati di kayu salib;

2.       Jelaskan dengan kata-katanya sendiri pesan kisah sengsara menurut Injil Lukas;

3.       Jelaskan apa hubungan makna sengsara dan wafat Yesus dengan pemahaman tentang Kerajaan Allah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5.2.            KEBANGKITAN DAN KENAIKAN YESUS KE SURGA

 

 

1.        Kompetesi Dasar : Memahami makna sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus Kristus demi kebahagiaan manusia

2.        Materi Pokok : Kebangkitan dan kenaikan Yesus Ke Surga

3.        Tujuan Pembelajaran :

Ø  Peserta didik dapat menjelaskan makna makam kosong dalam peristiwa kebangkitan Yesus

Ø  Menjelaskan makna penampakan dalam peristiwa kebangkitan Yesus

Ø  Menjelaskan makna kebangkitan bagi iman Kristen;

Ø  Menjelaskan makna kenaikan Yesus ke Surga.

4.        Kegiatan Pembelajaran

ü  Doa

ü  Kegiatan Inti

-          Langkah Pertama: Mendalami Pengalaman Kehadiran Orang yang Sudah dengan  membaca atau menyimak cerita “Tetap Hadir, Sekalipun Sudah Tiada”.

-          Langkah kedua : Memahami Peristiwa dan Makna Kebangkitan dan Kenaikan Yesus ke Surga dengan membaca dan mendalami teks Markus 16:1-20

-          Menghayati Kebangkitan dan Kenaikan Yesus ke Surga dalam Hidup Sehari-hari (berdiskusi tentang bentuk kehadiran Yesus Kristus yang dapat dirasakan oleh orang beriman Katolik saat ini)

-          Membaca ringkasan materi

-          Menyelesaikan soal latihan

-          Doa Penutup

Rangkuman Materi

KEBANGKITAN DAN KENAIKAN YESUS KE SURGA

Kepercayaan bahwa kematian bukan akhir segalanya bagi hidup manusia tersebar dalam semua agama dan kepercayaan. Mereka percaya bahwa sesudah kematian, sesungguhnya manusia masih hidup dan terus hidup, walaupun dalam wujud lain. Bahkan dalam banyak kepercayaan roh orang yang sudah meninggal masih sering hadir dalam dunia manusia, atau bisa juga secara sengaja dihadirkan. Roh nenek moyang bahkan bisa diminta bantuannya untuk peristiwa-peristiwa khusus hidup manusia. Sebagai manusia, Yesus pun mengalami kematian. Ia wafat dan dikuburkan sebagaimana manusia pada umumnya. Tetapi kematian bukan akhir segalanya tentang Yesus, sebab Yesus dibangkitkan Allah dari kematian. Warta tentang kebangkitan Yesus Kristus tersebut merupakan dasar paling penting dalam iman Kristen, sebab “jika Kristus tidak bangkit, maka sia-sialah seluruh iman kita” (bandingkan 1Korintus 15: 14).

 

Kebangkitan Yesus

Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa sejarah. Perjanjian Baru menegaskan bahwa kebangkitan Yesus dari alam maut merupakan kejadian yang benar-benar terjadi dalam sejarah manusia dan sejarah keselamatan. Malahan Santo Paulus telah menulis kepada umat di Korintus sekitar tahun 56: “Yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; dan bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya” (1 Korintus 15:3-4). Rasul Paulus berbicara di sini tentang tradisi yang hidup mengenai kebangkitan, yang ia dengar sesudah pertobatannya di depan pintu gerbang Damaskus (bandingkan Kisah Para Rasul 9:3-18).

Ø  Kubur kosong menandai Kristus yang bangkit

Kitab Suci Perjanjian Baru menceritakan tentang makam kosong sebagai titik awal kisah kebangkitan Yesus. Tetapi kejadian makam kosong ini tidak langsung dengan sendirinya menjadi bukti tentang kebangkitan. Perempuan-perempuan yang melihat makam Yesus yang kosong, awalnya berpikir bahwa jenazah Yesus diambil orang (bandingkan Yohanes 20:13;Matius 28:11-15). Walaupun demikian, makam kosong itu adalah satu bukti yang sangat penting untuk semua orang. Dengan melihat kejadian makam kosong, dan melihat “kain kafan terletak di tanah” (Yoh. 20:6), maka mereka menjadi percaya bahwa Yesus benar-benar bangkit (Yoh. 20:8). Mereka akhirnya percaya, bahwa jenazah Yesus tidak diambil oleh manusia, dan bahwa Yesus tidak kembali lagi ke suatu kehidupan duniawi seperti Lasarus (bandingkan Yoh. 11:44).

Ø  Yesus menampakkan Diri

Kisah bahwa Yesus bangkit dikuatkan dengan kisah penampakan Yesus. Pertama kali Yesus menampakkan diri kepada Maria dari Magdala, Maria Ibu Yakobus dan Salome (bandingkan Mat. 28:9-10; Yoh. 20:11-18). Merekalah saksi kebangkitan Yesus yang pertama kali. Sesudah itu Yesus menampakkan diri kepada Petrus, kemudian kepada kedua belas murid-Nya (bandingkan 1 Kor. 15:5).

 

 

Mengapa Kristus Bangkit?

St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa ada lima alasan mengapa Kristus bangkit.

Pertama, untuk menyatakan keadilan Allah

Kristus yang rela taat pada kehendak Allah, menderita dan wafat sudah selayaknya ditinggikan dengan kebangkitan-Nya yang mulia

Kedua, untuk memperkuat iman kita

Rasul Paulus menuliskan, “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (1Korintus 15:14) Dengan kebangkitan-Nya, maka Kristus sendiri membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan, dan membuktikan bahwa kematian-Nya bukanlah satu kekalahan, namun merupakan satu kemenangan yang membawa kehidupan.

Ketiga, untuk memperkuat pengharapan

Karena Kristus membuktikan bahwa Dia bangkit dan membawa orang-orang kudus bersama dengan-Nya, maka kita dapat mempunyai pengharapan yang kuat, bahwa pada saatnya, kitapun akan dibangkitkan oleh Kristus. Inilah yang menjadi pewartaan para rasul, seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus “Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?” (1Korintus 15:12). Bersama-sama dengan Ayub, kita dapat berkata “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu.” (Ayub 19:25,27).

Keempat, agar kita dapat hidup dengan baik

St. Thomas mengutip Roma 6:4, “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Dengan demikian, kebangkitan Kristus mengajarkan kita untuk senantiasa hidup dalam hidup yang baru, yaitu hidup dalam Roh.

Kelima, untuk menuntaskan karya keselamatan Allah

Karya keselamatan Allah tidak berakhir pada kematian Kristus di kayu salib, namun berakhir pada kemenangan Kristus, yaitu dengan kebangkitan-Nya. Rasul Paulus menuliskan “yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.” (Roma 4:25)

Seperti Apakah Kebangkitan Yesus?

Tubuh kebangkitan Kristus bukanlah seperti hantu, namun tubuh-Nya yang sama, yang disiksa dan disalibkan, hanya tubuh tersebut sudah dimuliakan. Yesus yang telah bangkit berhubungan langsung dengan muridmurid-Nya: Ia membiarkan diri-Nya diraba (bandingkan Lukas 24:39; Yohanes 20:27). dan Ia makan bersama mereka (bandingkan Lukas 24:30.41-43; Yohanes 21:9.13-15). Ia mengajak mereka untuk memastikan bahwa Ia bukan hantu (bandingkan Lukas 24:39), sebaliknya untuk membenarkan bahwa tubuh yang baru bangkit sebagaimana Ia berdiri di depan mereka, adalah benar-benar tubuh yang sama dengan yang disiksa dan disalibkan, karena Ia masih menunjukkan bekas-bekas kesengsaraan-Nya (bandingkan Lukas 24:40; Yohanes 20:20.27). Tetapi tubuh yang benar dan sungguhsungguh ini serentak pula memiliki sifat-sifat tubuh baru yang sudah dimuliakan: Yesus tidak lagi terikat pada tempat dan waktu, tetapi dapat ada sesuai dengan kehendak-Nya, di mana dan bilamana Ia kehendaki (bandingkan Matius 28:9.16-17; Lukas 24:15.36; Yohanes 20:14.19.26; 21:4). Tubuh kebangkitan adalah tubuh illahi. Itulah sebabnya Yesus yang bangkit juga bebas untuk menampakkan Diri, sesuai dengan kehendak-Nya: dalam sosok tubuh seorang tukang kebun (bandingkan Yohanes 20:14-15) atau “dalam satu bentuk lain” (Markus 16:12) dari bentuk yang sudah terbiasa untuk para murid.

Kebangkitan Yesus bukan berarti Yesus kembali ke kehidupan duniawi

Kebangkitan Yesus tidak berarti bahwa Yesus kembali ke  kehidupan duniawi seperti yang dialami oleh puteri Yairus, pemuda Naim, dan Lasarus sesaat setelah mereka dibangkitkan Yesus sebelum wafatNya. Tindakan Yesus terhadap mereka semata-mata untuk memberikan bukti kekuasaan Yesus sebagai utusan Bapa. Kelak mereka yang telah dibangkitkan oleh Yesus akan mati lagi. Kebangkitan Kristus memang lain sifatnya. Tubuh Yesus yang bangkit adalah tubuh yang dipenuhi dengan kekuasaan Roh Kudus, tubuh yang ilahi, atau dalam istilah Paulus “Yang surgawi” (bandingkan 1 Korintus 15:35-50).


Bukti Kebangkitan Yesus

Kisah sengsara dan wafat Yesus hanya memiliki arti bagi keselamatan kita. Karena dilihat dalam terang kebangkitan. Kebangkitan Kristus merupakan inti iman kita. St. Paulus menegaskan, “Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu “(1Kor 15:14:15). Dalam Kitab Suci, khususnya Injil, kebangkitan Yesus diwartakan melalui dua cara, yang pertama melalui kisah “kubur kosong” dan kedua melalui “penampakan-penampakan”. 

1.         Kubur Kosong

Kalau anda ke Israel dan melihat tempat di mana dahulu Yesus dikuburkan ada tertulis; “Jangan cari orang hidup di tengah-tengah orang mati, Ia sudah bangkit lihatlah kuburNya kosong”. Ketika kita masuk ke kuburan itu, memang kosong.  

Pertama, memang benar tidak ada saksi mata yang melihat proses kebangkitan Yesus. Kisah kubur kosong juga bukanlah bukti akan kebangkitan Yesus, tetapi merupakan tanda dari kebangkitan. Bila Yesus orang Nazaret yang disalibkan itu telah bangkit (bdk Mrk 16:6b), maka pastilah kubur-Nya akan kosong. Jadi, kubur kosong itu sendiri tidak membawa pada iman akan kebangkitan Yesus. Injil Lukas dan Yohanes mengindikasikan bahwa Rasul Petrus yang menyaksikan kubur kosong, tidak dibawa pada iman akan kebangkitan Yesus (Luk 24:12; bdk. Yoh 20: 6-7). Kubur kosong bukan bukti bahwa Yesus telah bangkit, tetapi hanyalah tanda dari kebangkitan. Iman Rasul Petrus akan kebangkitan ditumbuhkan karena penampakan dan pertemuan dengan Yesus yang bangkit (Luk 24:34; 1 Kor 15:5).

Kedua, ada empat kisah kubur kosong, yaitu Mat 28:1-10; Mrk 16:1-8; Luk 24:1-12 dan Yoh 20:1-10. Keempat kisah kubur kosong itu sepakat bahwa wanita-wanita tertentu dalam rombongan Yesus menemukan kubur Yesus kosong pada hari ketiga setelah penyaliban. Meskipun ada perbedaan tentang rincian dalam setiap kisah, tetapi ketiga Injil sinoptik sepakat menampilkan malaikat sebagai pewarta kebangkitan (Mat 28:5-6; Mrk 16:6; Luk 24:5-7). Inilah kerygma kebangkitan Yesus yang disampaikan oleh pribadi ilahi, yaitu perwakilan Allah. Malaikat itulah yang menugaskan para wanita untuk menyampaikan pesannya kepada para murid (Mat 28:7; Mrk 16:7). Kesaksian malaikat ini tentu merupakan tandingan dari kesaksian bohong para penjaga kubur Yesus bahwa murid-murid Yesus datang mencuri jenasah-Nya (Mat 28: 13). Kehadiran malaikat itu merupakan jaminan kebenaran pewartaan tentang kebangkitan Yesus.

Ketiga, dalam kisah kubur kosong dalam Injil Yohanes, tidak dikatakan adanya malaikat Tuhan sebagai jaminan kebenaran pewartaan kebangkitan. Sebagai gantinya, Injil Yohanes menampilkan ”murid yang dikasihi” (Yoh 20:2). Kesaksian ”murid yang dikasihi” dikontraskan dengan apa yang dialami oleh Rasul Petrus, yaitu yang melihat kain kafan, kain peluh, tetapi tidak sampai percaya (Yoh 20:6b-7). Penginjil Yohanes menjelaskan bahwa sikap Petrus ini terjadi karena ”belum mengerti isi Kitab Suci” (ay 9). Hal ini hendak mengatakan bahwa kubur kosong itu tidak mendatangkan kepercayaan akan kebangkitan Yesus. Kubur kosong bukan bukti bahwa Yesus telah bangkit.

Di lain pihak, ketika ”murid yang lain” itu masuk ke kubur, ia ”melihatnya dan percaya” (ay 8). Apa yang dilihatnya di dalam kubur memberikan kepadanya pencerahan untuk mengerti isi Kitab Suci sehingga membuatnya percaya. Jadi, murid yang lain itu percaya akan kebangkitan Yesus bukan karena melihat kubur kosong, tetapi karena mendapat pencerahan untuk mengerti Kitab Suci secara lebih mendalam (bdk. Luk 24:25-27).

Keempat, dusta mahkamah agama bahwa para murid Yesus mencuri jenasah-Nya sulit diterima karena dusta ini tidak bisa menjelaskan apa motivasi yang mungkin bisa mendorong para murid untuk menyebarkan sebuah kebohongan, padahal kebohongan itu menyebabkan mereka dikejar-kejar, dipenjara dan bahkan dibunuh. Keberanian para murid untuk menjadi martir mencerminkan keyakinan mereka akan kebangkitan Yesus. Siapa yang secara sukarela mau mati untuk sesuatu yang diketahui sebagai kebohongan?

Kelima, iman kita pada kebangkitan Yesus memang tidak didasarkan pada kubur kosong, tetapi didasarkan pada kesaksian para murid yang melihat Yesus hidup sesudah kematian-Nya. Rasul Paulus membuat semacam daftar dari para saksi mata ini, yaitu Petrus (Kefas), keduabelas murid-Nya, lebih dari lima ratus saudara, Yakobus dan terakhir Paulus sendiri (1 Kor 15:3-8). Untuk meyakinkan para muridnya, Paulus bahkan menegaskan bahwa kebanyakan para saksi mata itu masih hidup, sehingga bisa ditanyai tentang kebenaran kebangkitan Yesus itu.

2.       Kain Kafan

Bagaimana kita dapat membuktikan bahwa Yesus benar-benar bangkit?  Mudah saja, Anda dapat melihat kain kafan-Nya. Bila orang Israel mati, maka mayatnya akan ditutup dengan dua potong kain kafan, satu kain menutupi kaki sampai leher dan satu kain lagi menutupi leher sampai kepala, kemudian orang itu akan ditidurkan di sebuah gua. Ketika mendapat laporan dari Maria, bahwa Yesus bangkit, murid-murid berlari kekuburan-Nya. Mereka berlari sampai ke dalam dan bertemu dengan malaikat. Kata malaikat kepada mereka, “Lihatlah ! Inilah tempat mereka membaringkan Dia” (Mark 16:6b) Lalu dalam Yohanes 20:6-7, Petrus melihat bahwa kain kafan Yesus masih utuh.

Jika ada yang mencuri mayat Yesus, pastilah kain kafan-Nya tidak akan utuh lagi. Tetapi anehnya, kain kafan Yesus masih utuh. Gulungannya tetap seperti kepompong, masih utuh dan tidak berantakan sama sekali. Hanya di dalamnya sudah tidak ada tubuh Yesus. Dia sudah bangkit. Posisi kain kafan-Nya juga tetap seperti semula tidak berubah sedikitpun. Ini membuktikan bahwa bukan manusia yang membuka kain kafan itu tapi Yesus sendiri yang keluar dari kain. Itulah tubuh kebangkitan.

 

3.       Kenaikan Yesus Kristus ke Surga

Selama empat puluh hari setelah kebangkitan, Yesus menampakkan diri kepada para muridNya. Selama itu, keadaanNya yang mulia masih terselubung dalam sosok tubuh seorang manusia biasa, sehingga para murid-Nya dapat mengenali Dia (bandingkan Markus 16:12; Lukas 24:15; Yohanes 20:14-15; 21:4). Ia hadir di tengah mereka, makan dan minum bersama murid-murid-Nya (bandingkan Kisah Para Rasul 10:41) dan mengajarkan (bandingkan Kisah Para Rasul 1:3) mereka mengenai Kerajaan Allah. Yesus mengakhiri kebersamaan dengan para muridNya dengan menyampaikan tugas perutusan untuk mewartakan Injil, dan menjanjikan kuasa Roh Kudus (Kisah Para Rasul 1:8) . “Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke Surga, lalu duduk di sebelah kanan Allah” (Markus 16:19) Gereja mengimani bahwa Kristus naik ke Surga dengan tubuh dan jiwa-Nya. Hal itu disebabkan karena ke-Allahan-Nya, Yesus senantiasa berada bersama dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Dengan kenaikan-Nya ke Surga – dengan tubuh dan jiwa – maka Kristus untuk selamanya membawa persatuan kodrat kemanusiaan-Nya yang telah mulia bersama dengan ke-Allahan-Nya.

Kenaikan Kristus ke Surga berbeda dengan pengangkatan Bunda Maria ke Surga. Bunda Maria diangkat ke Surga karena kekuatan Allah, sedangkan Kristus naik ke Surga karena kekuatan-Nya sendiri – karena Dia adalah sungguh Allah. Rasul Paulus menegaskan: “Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.” (Efesus 4:10). Dengan demikian, Yesus naik ke Surga dan ditinggikan lebih tinggi dari segala sesuatu baik di bumi maupun di Surga, bahkan segala sesuatu diletakkan di bawah kaki Kristus (Lihat Efesus 1:20-22). Kenaikan Yesus Kristus ke Surga, mempunyai makna bahwa Ia ditinggikan dengan setinggi-tingginya, hal itu diungkapkan dengan perkataan “Duduk di sebelah kanan Allah Bapa.” . “duduk di sisi kanan Bapa”mengandung makna bahwa Yesus Kristus sehakikat  dengan Bapa dalam kemuliaan dan kehormatan. Duduk di sebelah kanan Bapa berarti awal kekuasaan Mesias. Penglihatan nabi Daniel dipenuhi: “Kepada- Nya diberikan kekuasaan, kemuliaan, dan kekuasaan sebagai raja. Segala bangsa, suku bangsa, dan bahasa mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya kekal dan tidak akan lenyap. Kerajaan-Nya tidak akan musnah” (Daniel 7:14). Sejak saat ini para Rasul menjadi saksi-saksi “kekuasaan-Nya” yang “tidak akan berakhir” (Syahadat Nisea-Konstantinopel).

 

Makna Kebangkitan Kristus Bagi Kita

Rasul Paulus menulis sebagai berikut: “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Korintus 15:17). Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa pengajaran dan termasuk klaim bahwa Dia sungguh Allah mendapatkan bukti yang kuat. Hal ini diperkuat bahwa janji akan kebangkitan Kristus telah dinubuatkan sebelumnya. Rasul Paulus menyatakan, “Dan kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: Anak-Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini.” (Kisah ParaRasul 13:32-33)

Dengan kebangkitan Kristus, maka terbukalah pintu masuk menuju kehidupan baru, yaitu hidup yang dibenarkan oleh Allah atau hidup yang penuh rahmat Allah. Dikatakan dalam Roma 6:4 “Supaya seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Hidup yang baru, yaitu hidup di dalam rahmat, memungkinkan kita untuk dapat menjadi saudara Kristus dan menjadi anak-anak Allah di dalam Kristus. Kepercayaan akan besarnya rahmat Allah ini, membuka harapan baru kepada kita, bahwa pada saatnya nanti, kitapun akan dibangkitkan bersama dengan Kristus dan kemudian hidup berbahagia untuk selama-lamanya bersama dengan Kristus dalam persatuan abadi bersama Allah Roh Kudus dan Allah Bapa.

 

Makna Kenaikan Yesus Ke Surga Bagi Kita

Berkat kenaikan Yesus ke Surga, maka:

1.          Kristus adalah Sang Pemimpin kita. Ia akan membawa serta kita semua yang percaya dan bergabung dengan Dia masuk dalam kemuliaan surgawi. Kristus adalah Kepala Gereja dan kita adalah Tubuh-Nya (lihat Efesus 5:23; bandingkan Mikha 2:13), maka kalau Kristus naik ke Surga dengan kodrat-Nya sebagai manusia dan Allah, maka kita sebagai anggota-anggota-Nya juga akan diangkat ke Surga dengan tubuh dan jiwa kita, sebagaimana yang telah Ia janjikan semasa hidup-Nya untuk menyediakan tempat bagi kita (lihat Yohanes 14:2).

2.        Kristus menjadi Pengantara Kita pada Bapa. Berkat kenaikan Kristus ke Surga, kita dapat sepenuhnya mempercayai Kristus. Dia tidak hanya menjanjikan tempat di Surga, tetapi telah menunjukkan kepada para murid, Dia sendiri terlebih dahulu naik ke Surga. Dengan kenaikan-Nya ke Surga, maka Dia dapat menjadi Pengantara kita kepada Allah Bapa (Lihat Ibrani 7:25), sehingga kita yang berdosa dapat mempunyai kepercayaan yang besar akan belas kasih Allah (lihat 1Yohanes 2:1).

3.       kita dipanggil untuk hidup berfokus hal-hal surgawi. Setelah kebangkitan-Nya dan sebelum kenaikan-Nya ke Surga, para rasul bertanya, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kisah Para Rasul 1:6). Para rasul yang pada waktu itu masih belum mengerti secara penuh akan Kerajaan Allah, masih berharap bahwa setelah kebangkitan-Nya, Kristus akan memulihkan kejayaan Kerajaan Israel. Namun, dengan kenaikan Kristus ke Surga, maka Kristus sekali lagi menegaskan bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini namun dari Surga (lihat Yohanes 18:36). Oleh karena itu, sebagai umat beriman, yang telah dibangkitkan bersama dengan Kristus – dengan Sakramen Baptis – senantiasa mencari perkara-perkara di atas, di mana Kristus ada yaitu di Surga (lihat Kolose 3:1). Dengan demikian kita tidak boleh berfokus pada perkara-perkara di bumi, melainkan pada perkara-perkara yang di atas atau hal-hal surgawi (lihat Kolose 3:2).

 

Walaupun Yesus sekarang berada di Surga bersama Bapa, tetapi kehadiranNya bisa kita rasakan.

1)        Ia hadir melalui sabda-Nya. Setiap saat kita membaca Kitab Suci, kita merasakan Yesus yang hadir dan bersabda kepada kita. Sejauhmana kamu setia membaca Kitab Suci?

2)      Ia hadir dalam Ekaristi, terutama komuni. Tubuh (dan darah) Kristus yang kita terima saat Ekaristi, merupakan tanda kehadiran Yesus Kristus dalam diri kita. Ia hadir untuk menguatkan iman kita. Sejauhmana kamu setia dalam mengikuti Ekaristi?

3)      Ia hadir dalam sakramen-sakramen. Dalam sakramen Kristus hadir untuk menyelamatkan.

4)       Ia hadir melalui para pemimpin Gereja. Merekalah wakil Kristus di dunia; melalui mereka Yesus hadir untuk imam, raja dan nabi. Sejauhmana kita menaruh hormat dan taat kepada para pemimpin Gereja sebagai wakil Kristus?

 

 

Latihan Soal :

1.         Jelaskan makna makam kosong dalam peristiwa kebangkitan Yesus!

2.        Jelaskan makna penampakan dalam peristiwa kebangkitan Yesus!

3.        Jelaskan makna kebangkitan bagi iman Kristen!

4.        Jelaskan makna kenaikan Yesus ke Surga!

 

 

BAB VI

YESUS, SAHABAT, TOKOH IDOLA, PUTRA ALLAH DAN JURUSELAMAT

 

6.1. YESUS SAHABAT SEJATI DAN TOKOH IDOLA

1.           Kompetesi Dasar : Memahami pribadi Yesus Kristus sebagai sahabat sejati, tokoh idola, dan Juru Selamat

2.         Materi Pokok : Yesus sahabat sejati dan Tokoh Idola

3.         Tujuan Pembelajaran :

Ø  Peserta didik dapat menjelaskan makna sahabat sejati berdasar Yohanes 15: 11-17;

Ø  menjelaskan beberapa sikap yang perlu dikembangkan dalam persahabatan,

Ø  memahami beberapa sikap dan pribadi Yesus yang patut diidolakan dan menjelaskan tindakan yang dapat dibiasakan sebagai bentuk penghayatan akan Yesus sebagai sahabat dan idola

4.                   Kegiatan Pembelajaran

ü  Doa

-       Mendalami Makna Persahabatan dan Sikap dalam Membangun Persahabatan dengan membaca atau menyimak cerita “Cinta sahabat”.

-       Memahami Paham Yesus Kristus tentang Persahabatan Sejati dan Kepribadian Yesus yang Patut Diidolakan denagn membaca dan merenungkan Injil Yohanes 15:12-16

-       Menghayati Teladan Yesus dalam Membangun Persahabatan dan Pribadi Yesus Sebagai Idola

-       Membaca ringkasan materi

-       Menyelesaikan soal latihan

-       Doa Penutup

 

5.                   Rangkuman Materi

 

YESUS SAHABAT SEJATI DAN TOKOH IDOLA

Sulit dibayangkan orang yang hidupnya tanpa sahabat. Sebab secara kodrati persahabatan merupakan kebutuhan setiap manusia. Tak ada manusia yang bisa berkembang secara sempurna tanpa peran seorang sahabat. Tetapi permasalahannya adalah: persahabatan macam apa yang memungkinkan seseorang berkembang ? Sebab, dalam kenyataannya sering ditemukan pemahaman dan penghayatan yang berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Pemahaman dan penghayatan tentang makna persahabatan akan berpengaruh pada sikap dalam persahabatan itu sendiri. Ada remaja yang gampang sekali bersahabat, tetapi gampang pecah pula persahabatan mereka manakala ada perbedaan pendapat dan kepentingan antar mereka. Persahabatan antardua atau lebih orang bisa terjadi oleh berbagai sebab: kesamaan hobi, kesamaan sifat atau karakter, adanya sikap saling membutuhkan, karena merasa cocok dalam pergaulan, dan sebagainya. Persahabatan merupakan proses yang tidak dengan sendirinya dapat terjadi, dapat berlangsung sebentar atau lama, tergantung kemampuan masing-masing membangun dan mempertahankannya.

 

1.         Sikap-sikap yang harus dikembangkan dalam persahabatan:

Ø  Saling percaya. Percaya bahwa apapun yang dilakukan sahabat semata-mata demi kebaikan dan perkembangan yang lebih baik.  Percaya bahwa tidak ada kebohongan dan maksud kurang baik yang terselubung dalam persabahatan.

Ø  Saling menerima apa adanya. Memahami bahwa setiap orang itu unik: punyai sikap, karakter, dan kebiasaan yang berbeda. Tidak menuntut sahabat menjadi seperti yang kita inginkan. Menerima kelebihan dan kekurangan sahabat

Ø  Saling mengasihi. Memberi bantuan secara tepat tanpa pamrih, tidak meninggalkan sahabat pada saat sedang mengalami musibah, bencana atau dirundung masalah.

Ø  Saling memahami dan menghormati. Memahami kegembiraan, harapan, duka dan kecemasan. Memahami kapan bisa meminta bantuan dan kapan harus menunda. Memberi ruang dan waktu: kapan harus sendiri, kapan harus bersama. Memahami bahwa ada hal-hal pribadi yang boleh diketahui dan tidak boleh diketahui. Contoh: sebaiknya tidak membuka catatan harian, HP, tas tanpa izin.

2.       Sikap sikap yang perlu dihindari dalam persahabatan :

Ø  Egoisme: mementingkan dan mencari keuntungan diri sendiri. Dalam persahabatan orang perlu berpikir: apakah yang saya lakukan merugikan? Apakah membuat sahabat merasa terpaksa atau diperdaya?

Ø  Kebohongan: dalam persahabatan diperlukan kejujuran. Tetapi kejujuran perlu ditempatkan dan disampaikan secara bijaksana agar sahabat dapat menerimanya tanpa marah atau sakit hati.

 

 

3.       Tentang persahabtan sejati menurut Yoh. 15:11-17

ü  Yesus menyebut murid-muridNya sahabat.Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu”. Kutipan ini hendak mempertegas, bahwa mereka baru benar-benar disebut sahabat bilamana mereka saling mengasihi, sebagaimana diperintah Kristus sendiri.

ü  Bila Yesus menuntut agar mereka hidup saling mengasihi agar disebut sahabat Dia, Yesus sendiri telah lebih dahulu mengasihi mereka. Yesus mengasihi mereka dengan memberi mereka pengajaran, melihat tanda mukjizat yang tidak dilihat semua orang, Yesus mendoakan mereka (bandingkan Yohanes 17), dan kelak, Yesus akan mengasihi mereka secara paripurna dan sehabis-habisnya dengan wafat-Nya di kayu salib.

ü   Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku Persahabatan Yesus dan para murid bukan sekedar persahabatan biasa. Persahabatan tersebut dilandasi oleh perjuangan bersama tentang apa yang telah di dengar Yesus dari bapa-Nya dan yang telah diberitahukan Yesus kepada para murid-Nya, yakni perjuangan untuk mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah.

ü  Para murid itu sahabat istimewa, sebab Yesus telah menetapkan/memilih mereka secara khusus di antara banyak orang yang percaya. Keisitimewaan itu mengandung konsekuensi, bahwa para murid diharapkan mampu menghasilkan buah-buah persahabatannya dengan Yesus dalam kehidupan mereka sehari-hari. Keistimewaan itu juga diberikan kepada para murid, sehingga apapun yang mereka minta kepada Bapa dalam nama Yesus akan dikabulkan.

ü  Persahabatan Yesus adalah persahabatan yang kekal, yang tidak tegoyahan oleh pengkhianatan sekalipun. Kepada Yudas Iskariot, salah seorang murid-Nya yang telah mengkhianati dan menjual diri-Nya, Yesus tetap menyapa dia sahabat. “Hai sahabat, untuk itukah engkau datang?” (Matius 26: 50).

ü  Sikap dan tindakan Yesus dalam persahabatan dengan para murid-Nya, sungguh mengagumkan. Maka pantaslah Yesus juga kita jadikan sebagai Idola dan model kita dalam memperkembangkan diri dan dalam membangun persahabatan. Dalam kegiatan berikut kita akan mendalami sikap dan kepribadian Yesus agar kita makin mantap mengidolakan Dia.

 

4.        Yesus adalah tokoh yang dapat dijadikan panutan bagi kaum remaja.

Kepribadian-Nya, ajaran-Nya, dan tindakan-Nya dapat kita jadikan panutan dalam hidup kita!

Ø  Yesus menerima semua orang terutama mereka yang tersingkir.

Pada zaman Yesus, para pemimpin agama Yahudi menganggap orang miskin, sakit dan berdosa, anak-anak dan kaum perempuan merupakan kelompok masyarakat kelas dua, oleh karena itu mereka tidak pernah diperhitungkan hak-haknya, baik dalam tatanan kemasyarakatan maupun keagamaan.

Berbeda dengan para pemimpin agama Yahudi yang menganggap kelompok orang-orang yang disebut tadi sebagai najis atau kotor; sebaliknya Yesus bergaul dan makan bersama dengan mereka. Yesus tidak memperlakukan orang berdasarkan status sosial atau kedudukan, melainkan berdasarkan kenyataan semua orang itu citra Allah. Kemiskinan membuat seseorang tidak mempunyai orang lain yang dapat diandalkan untuk menolong dan membela mereka, maka mereka hanya dapat mengandalkan Tuhan. Atas dasar ini, Yesus hadir di tengah mereka. Yesus menjadi andalan dan harapan, tempat mereka bergantung.

Ø  Yesus berani mengkritik sikap para penguasa

Dalam himpitan para penguasa Romawi yang menjajah bangsanya, banyak pula para pemimpin lokal masyarakat Yahudi pada masa Yesus bertindak korup, menindas dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri, seperti nampak dalam diri Herodes. Atas sikapnya itu, sampaisampai Yesus menyebut Raja Herodes sebagai serigala (lihat Lukas 13:32). Banyak pula para penguasa mencari hormat dan gelar, mereka menyebut dirinya pelindung rakyat, padahal tindakannya justru sebaliknya (bandingkan Lukas 22:25) Kenyataan ini memprihatinkan Yesus. Yesus justru memperjuangkan suatu tatanan masyarakat yang adil dan beradab. Menurut Yesus, hal itu hanya akan tercapai bila para penguasa menjalankan kepemimpinannya dengan sikap melayani. Kepada para murid-Nya, Yesus berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. “Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (Markus 10:43-44). Kritik pedas juga disampaikan Yesus kepada ahli-ahli Taurat, orangorang Farisi, dan kaum munafik, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kaum munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih yang sebelah luarnya memang tampak bersih, tetapi sebelah dalamnya penuh dengan tulang belulang dan berbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh dengan kemunafikan dan kedurjanaan” (Matius 23:27-28). Keberanian sikap Yesus tersebut tidak bisa diartikan seolah-olah Yesus anti penguasa. Ia justru mendorong orang-orang untuk tetap melaksanakan kewajiban kepada para penguasa. Tetapi pelaksanaan hak kepada penguasa tersebut jangan sampai melalaikan dan mengalahkan kewajiban pada Allah. “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Matius 22:21).

Jadi, yang dikritik Yesus bukanlah kekuasaannya, melainkan cara dan sikap orang dalam menjalankan kekuasaan. Kekuasaan seharusnya semakin menyejahterakan rakyat dan semakin mendekatkan manusia pada Allah.

 

Ø  Yesus mengutamakan kasih dalam menjalankan aturan agama

Bahaya terbesar dalam hidup beragama antara lain, ketika orang hanya menjalankan agama berdasarkan aturan secara membabi buta, atau berdasarkan penafsiran aturan keagamaan menurut kemauan diri sendiri tanpa peduli nilai-nilai kebenaran yang hakiki. Bila itu yang terjadi, maka yang muncul adalah fanatisme sempit yang disertai dengan sikap merasa diri paling benar dan paling baik, sementara yang berbeda itu salah dan perlu dimusuhi dan dimusnahkan. Fanatisme sempit itu sangat kentara pada diri para pemimpin agama Yahudi, terutama orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Sikap Yesus sangat bertolak belakang dengan sikap para pemimpin agama Yahudi. Bagi Yesus aturan keagamaan itu penting sejauh aturan itu membantu manusia untuk mencapai keselamatan seutuh-utuhnya. Yesus sangat menghormati hukum Taurat, terlebih menerapkannya secara benar. “Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukumm Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Matius 5:17). Yesus datang untuk menyempurnakan dan menunjukkan kebenaran hakiki dari isi Hukum Taurat. Hal tersebut tampak dalam sikap kristisnya terhadap ajaran-jaran dalam Taurat, misalnya soal membunuh (Matius 5:21-22), soal mempersembahkan persembahan (Matius 5:23-24), soal zinah (Matius 5:27-30), soal perceraian (Matius 5:31- 32), soal membalas dendam (Matius 5:38-42), soal kasih kepada musuh (Matius 5:43-48) dan sebagainya.

Ø  Yesus adalah pribadi yang beriman

Orang yang beriman bukanlah orang yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Allah. Orang beriman adalah orang yang percaya akan Allah dan senantiasa membangun relasi dengan-Nya serta yang hidupnya sepenuhnya mau diatur dan dirajai oleh kehendak Allah dalam ketaatan yang penuh, tanpa tedeng aling-aling. Orang beriman adalah orang yang mau melakukan apa saja yang dikehendaki Allah sekalipun seringkali kehendak Allah itu tidak sama dengan kehendak dirinya sebagai manusia. Pengertian beriman seperti di atas sangat nampak dalam diri Yesus Kristus. Yesus mempunyai relasi yang erat dengan Allah Bapa, dan relasi itu diupayakan antara lain dengan doa dalam setiap saat hidupNya. Ia berdoa saat sedang dibaptis (Lukas 3:21), Ia berdoa pagi-pagi benar waktu hari masih gelap (Markus 1:35). Ia rehat dari pekerjaan-Nya untuk berdoa (Markus 6:46, Lukas 5:16). Ia berdoa juga pada malam hari (Lukas 6:12),Ia berdoa seorang diri saja (Lukas 9:18), kadang-kadang ia mengajak para murid menemani-Nya berdoa (Lukas 9:28). Ia tidak hanya berdoa untuk diri sendiri, melainkan sering mendoakan murid-Nya dan semua manusia (Yohanes 17:20) Beriman berarti menyerahkan seluruh hidup secara tolak dan sadar untuk melakukan kehendak Bapa. Yesus berkata: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”. Yohanes 4:34.. Ia melupakan keinginan sendiri demi Bapa: “Bapa, kalau boleh jauhkanlah dari pada-Ku penderitaan yang harus Aku alami ini, tetapi jangan menurut kemauanKu, melainkan menurut kemauan Bapa saja” (Lukas 22:42). Dan pada akhirnya menyerahkan seluruh jiwa raga kepada Bapa. Pada saat wafat-Nya Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. (Lukas 23:46).

 

Latiahan Soal :

1.         Jelaskan alasan Yesus layak disebut sahabat sejati bagi murid-murid-Nya ?

2.        Sikap apa saja yang perlu dikembangkan dalam upaya membangun persahabatan sejati ?

3.        Sikap apa yang sebaiknya dihindari dalam membangun persahabatan sejati?

4.        jelaskan makna sahabat sejati berdasar Yohanes 15: 11-17;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

6.2. YESUS PUTERA ALLAH DAN JURU SELAMAT

 

1.           Kompetesi Dasar : Memahami pribadi Yesus Kristus sebagai sahabat sejati, tokoh idola, dan Juru Selamat

2.         Materi Pokok : Yesus Putera Allah dan Juruselamat

3.         Tujuan Pembelajaran :

Ø  Peserta didik dapat mengungkapkan pandangannya tentang Yesus sebagai Tuhan;

Ø  Mengungkapkan pandangannya tentang Yesus sebagai Anak Allah;

Ø  Mengungkapkan pemahamannya tentang Yesus sebagai Juru Selamat;

Ø  Menjelaskan arti Yesus sebagai Tuhan bagi umat Kristiani;

Ø  Menjelaskan arti Yesus sebagai Anak Allah bagi umat Kristiani;

Ø  Menjelaskan arti Yesus sebagai Juru Selamat bagi umat Kristiani; dan

Ø  Menjelaskan makna percaya kepada Yesus sebagai Tuhan, Putera Allah, dan Juru Selamat bagi dirinya sendiri.

4.         Kegiatan Pembelajaran

ü  Doa

-          Memahami Kebiasaan Pemberian Gelar dalam Masyarakat dengan menginventarisasi berbagai gelar atau sebutan yang dimiliki tokoh-tokoh masyarakat.

-          Memahami Gelar-Gelar Yesus dalam Kitab Suci dan Maknanya Bagi Iman Kita

-          Menghayati Gelar-Gelar Yesus dalam Kehidupan Sehari-hari dengan membaca kutipan Matius 16:13-20

-          Membaca ringkasan materi

-          Menyelesaikan soal latihan

-          Doa Penutup

5.     Rangkuman Materi

 

YESUS PUTERA ALLAH DAN JURUSELAMAT

 

Dalam Kitab Suci, khususnya Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus memiliki banyak gelar. Dari sekian banyak gelar tersebut, ada tiga gelar yang sering disebut, yakni gelar Yesus sebagai “Tuhan”, “Anak Allah”, dan “Juru Selamat”

Gelar-gelar Yesus:

1.         Yesus itu TUHAN

Gelar Yesus sebagai “Tuhan”. Gelar itu dituliskan dalam beberapa variasi, antara lain: Yesus Tuhan, Tuhan Yesus, Tuhan kita, Tuhan kita Yesus Kristus. Bahkan, dalam surat-surat Paulus gelar ini dipakai lebih dari 200 kali. Kata “Tuhan” (dalam bahasa Yunani “Kyrios”) berarti “Dia yang mengatur seseorang atau sesuatu”. Yesus Tuhan berarti Yesus yang memiliki kuasa untuk mengatur atau memimpin. Yesus adalah pemimpin yang diurapi Allah (bandingkan Lukas 2: 11), yang dipilih dan dilantik langsung oleh Allah.

Gelar “Tuhan” dikaitkan dengan peranan Yesus sebagai Penyelamat manusia (bandingkan 2Petrus 1: 11). Wibawa kemuliaan bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk menyelamatkan.

Ø  Gelar “Tuhan” terkait erat dengan kemuliaan dan kedatangan-Nya kembali dengan kemuliaan-Nya pada akhir zaman, untuk mengadili atau menghakimi.

Ø  Gelar “Tuhan” menunjukkan wibawa atau kuasa Yesus yang tidak dapat dibantahkan oleh siapapun, sebab apa yang disampaikanNya merupakanm perintah Tuhan sendiri (bandingkan 1Korintus 9: 14). Anak manusia adalah Tuhan atas hari Sabat (bandingkan Markus 2: 28).

Ø  Gelar “Tuhan” merupakan seruan doa dan ibadat. Itulah sebabnya dalam doa-doa orang Kristen berseru Yesus sebagai Tuhan. Yesus adalah satu-satunya Junjungan (bandingkan 1Korintus 8: 5). Bila orang Kristen berkumpul dan bernyanyi, mereka bernyanyi bagi Tuhan.

Seruan “Yesus Tuhan” adalah seruan iman. Kepercayaan khas orang Kristen adalah kepercayaan akan Yesus, Kristus Tuhan (bandingkan Roma 10: 9). Roh Kuduslah yang mengantar orang sampai pada pengakuan bahwa Yesuslah Tuhan (bandingkan 1 Korintus 12: 3).

2.       Yesus adalah Anak Allah

Gelar “Anak Allah” menunjukkan hubungan khas antara Yesus dan Allah. Tidak ada hubungan yang begitu erat dan mesra seperti Yesus dan Allah (bandingkan Yohanes 10: 30). Dalam hubungan yang erat tersebut tetap terlihat bahwa antara Yesus dan Bapa berbeda. Yesus tidak sama dengan Allah Bapa. Allah Bapa berbeda dengan Yesus sang Anak (bandingkan Yohanes 14:28). Anak dan Bapa memiliki peranan yang berbeda. Hubungan antara Bapa dan Anak itu tampak dalam “ketaatan”. Yesus taat sempurna terhadap Allah, Bapa-Nya (bandingkan Yohanes 4:34). Seluruh hidup dan pribadi Yesus melayani dan melaksanakan kehendak Bapa, dan semua itu dijalankan dengan ketaatan secara total, bahkan taat sampai mati di kayu salib.

Ø  Gelar “Anak Allah” juga menunjukkan pengetahuan dan pengenalan Yesus yang istimewa tentang Allah. Hanya Anaklah yang mengenal Bapa dengan baik (bandingkan Matius 11: 27). Pengetahuan-Nya bukan sekedar pemahaman intelektual, melainkan lebih sebagai sikap pribadi.

Ø  Gelar “Anak Allah” juga memperlihatkan “kewibawaan Yesus”. Yesus adalah Anak Allah yang berwibawa.

3.       Yesus adalah Juru Selamat

Yesus datang untuk menanggapi kerinduan manusia yang paling mendalam yaitu keselamatan secara paripurna. Keselamatan itu dinyatakan dengan pembebasan manusia dari dosa (bandingkan Matius 1: 21) dan mendekatkan kembali manusia kepada Allah (bandingkan Ibrani 7: 25). Seluruh kata dan perbuatan-Nya terarah pada upaya mendekatkan hubungan manusia dan Allah (bandingkan Roma 5: 10).

Melalui perjuangan-Nya, Yesus menyatakan bahwa keselamatan yang diberikan Allah itu semata-mata sebagai kasih karunia Allah (bandingkan Kisah Para Rasul 15: 11). Keselamatan yang dialami manusia bukan pertamatama usaha manusia, melainkan karunia kasih-Nya (bandingkan 1Korintus 1: 21). Walaupun demikian, Allah tetap bersikap aktif dalam mengupayakannya. Keselamatan itu berkembang dalam pewartaan (bandingkan Yakobus 1:21). Yesus mewartakan bahwa keselamatan itu bagaikan biji yang ditaburkan, yang mulai dari hal-hal kecil tetapi akan bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah (bandingkan Matius 13: 1-9). Keselamatan yang ditawarkan Yesus itu tetap diteruskan dalam Gereja dan terlaksana secara sakramental. Sakramen dalam Gereja mengungkapkan tindakan Allah yang menyelamatkan. Kedudukan Yesus sebagai Juru Selamat sekaligus menegaskan bahwa Ia datang untuk menolong manusia karena manusia tidak dapat menolong dirinya sendiri. Ia tampil sebagai jalan dan sarana mencapai keselamatan yang ditawarkan Allah itu. Janji itu pula yang menjadi kekuatan dan harapan yang pasti, bahwa pada saatnya keselamatan itu akan dinyatakan secara penuh.

v  Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, maka itu berarti:

Ø  Kita menjadikan Yesus sebagai pimpinan atau junjungan yang mengarahkan hidup kita. Hidup kita setiap hari ada di dalam pimpinan-Nya.

Ø  Kita menjadikan kata-kata Yesus sebagai kata terakhir, sebab katakataNya adalah sabda Tuhan. Kata-kata-Nya adalah ukuran terakhir dan tertinggi.

Ø  Pengakuan kita terhadap Yesus merupakan pengakuan iman yang merupakan semboyan perjuangan sampai tuntas. Yesus Tuhan dulu dan sekarang. Pengakuan ini adalah suatu sikap penyerahan diri kepada-Nya dengan segala risiko.

 

v  Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah, maka itu berarti:

Ø  Yesus merupakan teladan bagi kita dalam hal ketaatan kepada kehendak Allah daripada ketaatan kepada kehendak sendiri.

Ø  Yesus adalah pribadi yang menampilkan wibawa dan pesona Ilahi. Orang yang berhadapan dengan Yesus berarti berhadapan dengan wibawa dan pesona Ilahi itu.

Ø  Yesus dekat dengan Allah yang tersuci dan pantas dihormati. Sebutan itu menumbuhkan rasa devosi dan penyerahan diri.

v  Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Juru Selamat, maka itu berarti:

Ø  Kita bersedia mengikuti-Nya dan bersedia dibaptis sebagai tanda iman akan tawaran keselamatan dari Yesus.

Ø  Kita menjadikan Yesus sebagai Penolong untuk sampai kepada Allah, karena kita tidak dapat menolong diri kita sendiri di hadirat Allah.

Ø  Kita percaya bahwa Yesus telah membebaskan kita dari dosa dan maut; percaya bahwa kita adalah orang-orang yang telah diselamatkan. Untuk menunjukkan diri sebagai orang yang telah diselamatkan, kita hidup sesuai dengan firman-Nya.

 

ü  Kita menjadikan Yesus sebagai Penolong untuk sampai kepada Allah, karena kita tidak dapat menolong diri kita sendiri di hadirat Allah.

ü  Kita percaya bahwa Yesus telah membebaskan kita dari dosa dan maut; per­caya bahwa kita adalah orang-orang yang telah diselamatkan. Untuk menun­jukkan diri sebagai orang yang telah diselamatkan, kita hidup sesuai dengan firman-Nya.

 

 

Soal Latihan :

1.       Sebutkan beberapa gelar Yesus dan jelaskan makna gelar-gelar Yesus!

2.       Jelaskan konsekuensi iman akan gelar Yesus bagi kehidupan iman!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VII.

ALLAH TRITUNGGAL DAN ROH KUDUS

 

 

7.1. TRITUNGGAL MAHA KUDUS

 

1.        Kompetesi Dasar : Memahami Allah Tritunggal sebagai kebenaran iman Kristiani

2.        Materi Pokok : Tritunggal Mahakudus

3.        Tujuan Pembelajaran :

Ø  Peserta didik dapat menjelaskan beberapa kutipan Kitab Suci, yang mengungkapkan pernyataan Yesus sendiri tentang kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus,

Ø  Menjelaskan beberapa pernyataan Bapa Gereja tentang ajaran Tritunggal Mahakudus,

Ø  Menjelaskan isi dogma Tritunggal Mahakudus menurut Katekismus Gereja Katolik,

Ø  Menjelaskan makna kata “hakikat/ kodrat” dalam upaya menjelaskan makna Tritunggal dan

Ø  Menjelaskan beberapa tradisi dalam Gereja yang mengungkapkan penghayatan Gereja akan Allah Tritunggal

4.        Kegiatan Pembelajaran

ü  Doa

ü  Kegiatan Inti

-          Langkah Pertama: Mendalami Cerita dan Pengalaman Peserta didik Terhadap Karya Allah yang Trinitaris dengan membaca dan mendengarkan cerita yang berjudul “ Kami Bertiga, Kamu Bertiga”.

-          Langkah kedua : Ajaran Gereja tentang Tritunggal denagn membaca teks kitab suci  serta menjelaskan isinya berkaitan dengan Allah Tritunggal: • Yohanes 10:30 • Yohanes 14:9 • Yohanes 17: 21 (bandingkan Lukas 3: 22) (bandingkan Matius 17:5). • Yohanes 17:5 • Yohanes 1:1-3 • Yohanes 15:26 • Yohanes 14:6 • Matius 28:18-20

-          Langkah Ketiga : Menghayati Iman Akan Tritunggal Mahakudus dalam Kehidupan Sehari-Hari

-          Doa Penutup

TRITUNGGAL MAHA KUDUS

 

Allah Tritunggal merupakan rangkuman dari seluruh iman dan ajaran Kristiani. Iman akan Allah Tritunggal bukanlah titik pangkal, melainkan kesimpulan dari rangkuman seluruh sejarah pewahyuan Allah serta tanggapan iman manusia. Inti pokok iman akan Allah Tritunggal ialah keyakinan bahwa Allah (Bapa) menyelamatkan manusia dalam Kristus (Putra) oleh Roh Kudus.

1.         Ajaran Gereja Tentang Allah Tritunggal

v  Beberapa istilah (terminologi) yang menyangkut Tritunggal

Bahwa kita percaya akan adanya satu Allah Tiga Pribadi memang tidak mung­kin dijelaskan. Tetapi ada beberapa istilah dalam hubungan dengan iman kita itu kiranya perlu dipahami.

a.        Arti Allah kita Satu (Tunggal)

Dalam syahadat dikatakan: “Aku percaya akan SATU ALLAH”. Apa artinya kata “SATU”? Kata “SATU” dalam konteks “SATU ALLAH” tidak persis sama dengan bilangan “satu” dalam pengertian matematika. Jika kata “SATU” dalarn konteks “SATU ALLAH” dimengerti sebagai bilangan matematis, maka kita membuat kesalahan besar. Kita terjerumus untuk memasukkan Allah yang meng­atasi segala-galanya hanya sekedar bilangan belaka. Seakan-akan Allah itu dapat dihitung atau dikalkulasi seperti barang-barang.

ALLAH adalah SATU, artinya adalah tunggal, utuh tak terbagi, tak tercerai­beraikan, sempurna, dan tidak ada sesuatu apa pun yang perlu ditambahkan kepada­-Nya. Jika satu adalah utuh, penuh, sempurna, maka Allah sama dengan satu. Allah adalah keutuhan, kepenuhan, dan kesempurnaan.Jadi, makna kata “satu” dalam konteks iman akan “Satu Allah” menunjukkan kepada kesempurnaan Allah, keutuhan Allah, dan kepenuhan Allah.

b.        Arti Tiga Pribadi dalam Satu Allah

Allah Tritunggal adalah satu dan Tiga Pribadi sekaligus (Bapa, Putra, dan Roh Kudus). Apa artinya? Apanya yang tiga? Bukan ada tiga Allah, yang tiga adalah Pribadi-Nya. Dalam bahasa sehari-hari, kata “pribadi” dikenakan pada manusia. Manusia adalah makhluk yang mempribadi. Hanya manusia yang merupakan makhluk ciptaan yang berpribadi dan berelasi. Artinya, hanya manusia yang dapat menyapa, mengkomunikasikan diri, bergaul, solider, dan sebagainya.

Allah adalah satu dan tiga pribadi, artinya Allah adalah Dia yang berelasi, menyapa, merangkul, menghadirkan diri, dan mengkomunikasikan diri. Jika Allah adalah Allah yang berelasi, relasi macam apakah yang dihadirkan oleh Allah? Relasi Allah adalah relasi kesatuan, kesempurnaan, ketunggalan, dan keutuhan dalam keilahian-Nya. Artinya, masing-masing berada dalam satu kesempurnaan ilahi yang tidak kekurangan sedikit pun. Relasi kesatuan semacam itu hanya dapat dijelaskan kalau merupakan relasi kasih. Jadi, tiga pribadi Allah yang relasional adalah Allah yang saling mengasihi, yang saling mencintai secara penuh, total, selesai, dan sempurna. Misteri Allah Tritunggal, dengan demikian adalah misteri Allah Yang Mengasihi.

 

2.        Doa-Doa dan Ibadat yang Mengungkapkan Iman kepada Tritunggal

a.        Tanda Salib : “Demi Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”

Apa artinya tanda salib?

ü  Sebagai peringatan akan Yesus yang mati di salib sebagai Juru Selamat manusia.

ü  Sebagai tanda karya penyelamatan dan penebusan yang mendamaikan alam semesta, memberi hidup, dan mengalahkan yang jahat. Menurut keyakinan Kristiani, karya keselamatan dan penebusan berpangkal pada Allah dan dilaksanakan oleh Allah, yakni oleh Allah Tritunggal, yaitu Bapa, Putra, dan Roll Kudus.

ü  Menandai dirinya dengan salib sambil menyerukan nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, kita menempatkan diri kita seluruhnya di bawah naungan salib Yesus yang mendapat kekuatan untuk mengalahkan dosa dan meng­antar manusia kepada Allah Bapa, melalui Putra dalam Roh Kudus.

b.        Doa “Kemuliaan (Gloria)”

ü  Jika kita mendoakan/menyanyikan “Kemuliaan/Gloria”, kita ingat akan semua yang dilakukan Allah bag] kita. Walaupun kita katakan “Kemuliaan kepada Allah di surga”, kita tahu bahwa Allah telah turun dari surga untuk keselamatan kita dan untuk mengangkat kita ke surga. Oleh karena itu, kita memuji-Nya dengan iman dan cintakasih.

ü  Jika kita mendoakan/menyanyikan “Kemuliaan/Gloria”, kita memuji Putra Allah yang setara dengan Bapa, yang menghapus dosa dunia, dan yang menebus kita.

ü  Dalam doa: “Kemuliaan kepada Bapa, Putra, dan Roh Kudus. ....” kita memuliakan Allah Tritunggal dan Kristus Penebus kita yang mewahyu­kan Bapa bersama dengan Roh Kudus.

c.        Syahadat (Credo)

Apa yang diungkapkan dalam “Syahadat”, baik yang singkat maupun yang panjang?

ü  Syahadat sesungguhnya merupakan pengakuan Iman akan Allah Tri­tunggal.

ü  Syahadat merupakan ringkasan seluruh sejarah suci mulai dari penciptaan, penjelmaan, kebangkitan, kedatangan Roll Kudus, misteri Gereja, sakra­men-sakramen, sampai dengan kehidupan kekal. Setiap kali kita mengucapkan/mendoakan “Syahadat“, kita mengenangkan seluruh sejarah keselamatan. Sejarah keselamatan adalah sejarah kesela­matan yang berasal dari Bapa, terlaksana oleh Putra, dan dilanjutkan oleh Roll Kudus di dalam Gereja sampai pada akhir zaman.

d.        Doxologi

Apa artinya doxologi?

Bagaimana isi doanya dan kapan didoakan?

ü  Doxologi artinya doa pujian. Ciri khas doxologi dalam liturgi Ekaristi adalah susunannya yang triniter. Artinya, Allah Tritunggal Mahakudus yang menjadi isi/inti doa tersebut.

ü  Pada akhir doa Syukur Agung didoakan doxologi: “Bersama dan bersatu dengan Kristus dan dengan perantaraan-Nya, dalam persatuan dengan Roh Kudus, disampaikanlah kepada-Mu Allah Bapa Yang Mahakuasa, segala hormat dan pujian, kini dan se­paniang segala masa.” Amin.

e.        Pembaptisan

Pembaptisan orang Kristiani memakai rumusan Trinitas. Pada waktu membaptis, Imam (Romo) mengucapkan “Aku membaptis kamu, dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus.” Dengan Pembaptisan itu, orang yang dibaptis dipanggil untuk mengambil bagiand alam kehidupan Tritunggal Mahakudus.

 

 

Soal Latihan :

1.       Jelaskan beberapa pernyataan Bapa Gereja tentang ajaran Tritunggal Mahakudus!

2.       Jelaskan isi dogma Tritunggal Mahakudus menurut Katekismus Gereja Katolik!

3.       Jelaskan makna kata “hakikat/ kodrat” dalam upaya menjelaskan makna Tritunggal!

4.       Jelaskan beberapa tradisi dalam Gereja yang mengungkapkan penghayatan Gereja akan Allah Tritunggal!

 

 

 

 

 

 

 

7.2. PERAN ROH KUDUS BAGI GEREJA

 

 

1.    Kompetesi Dasar : Memahami Allah Tritunggal sebagai kebenaran iman Kristiani

2.    Materi Pokok : Peran Roh Kudus bagi Gereja

3.    Tujuan Pembelajaran :

Ø  Peserta didik dapat menyebutkan lambang-lambang Roh Kudus dan menjelaskannya;

Ø  menjelaskan peran Roh Kudus dalam kehidupan beriman Kristiani,

Ø  menjelaskan rahmat yang akan diterima bila Roh Kudus tinggal dalam diri Manusia,

Ø  menjelaskan peran Roh Kudus bagi Gereja,

Ø  menjelaskan karunia-karunia Roh Kudus;

Ø  menyebutkan buah-buah roh dan buah-buah daging; dan melakukan ibadat Novena Roh Kudus

4.        Kegiatan Pembelajaran

ü  Doa

ü  Kegiatan Inti

-       Memahami Gelar, Lambang, Peran Roh Kudus dalam Kehidupan Gereja

-       Menghayati Makna Buah-Buah Roh Kudus dengan membaca dan  merenungkan surat Santo Paulus kepada Umat di Galatia (Galatia 5: 16-26)

-       Refleksi untuk Menghayati Karunia Roh Kudus dengan melakukan ibadat bersama, dengan menggunakan bahan dari Puji Syukur 93

-       Baca rangkuman Materi

-       Menyelesaikan soal latihan

-       Doa Penutup

5.    Rangkuman Materi

PERAN ROH KUDUS BAGI GEREJA

 

Roh Kudus adalah daya kekuatan Allah yang mengangkat dan mengarahkan hidup kaum beriman. Roh Kudus sendiri tidak kelihatan dan juga jarang dibicarakan. Yang dikenal adalah pengaruh-Nya, akibat karya-Nya. Karya Roh Kudus itu lazim disebut “rahmat” atau “kasih karunia”. Rahmat atau kasih karunia Allah itu diberikan kepada manusia secara cuma-cuma. Dengan kasih Allah itu, manusia diajak dan dimampukan untuk mengambil bagian dalam hidup Allah sendiri. Karena kasih Allah itu juga, manusia makin menyadari ketidakpantasannya sekaligus keberaniannya untuk membuka diri bagi kebaikan dan kekudusan Allah. “Rahmat” berarti bahwa “kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita dan mengakui bahwa Allah adalah kasih” (bandingkan 1 Yohanes 4: 16). Kasih Allah itu telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (bandingkan Roma 5: 5). Kasih itu disebut “rahmat”, karena merupakan pemberian diri Allah yang bebas dan berdaulat.

 

v  Gelar-gelar Roh Kudus

Ø  Parakletos :penghibur/pembantu.

Ø  Roh kebenaran (Yoh 16:13).

Ø  Roh yang dijanjikan (Galatia 3:14, Efesus 1:13).

Ø  Roh Kristus(Rom 8:11).

Ø  Roh Tuhan(2 Kor 3:17).

Ø  Roh Allah.

Ø  Roh kemuliaan (1 Petrus 4:14).

v  Lambang-lambang Roh Kudus

ü  Air. Dalam upacara Pembaptisan air adalah lambang tindakan Roh Kudus, karena sesudah menyerukan Roh Kudus, air menjadi tanda sakramental yang berdaya guna bagi kelahiran kembali. Seperti pada kelahiran kita yang pertama kita tumbuh dalam air ketuban, maka air Pembaptisan adalah tanda bahwa kelahiran kita untuk kehidupan ilahi, dianugerahkan kepada kita dalam Roh Kudus. “Dibaptis dalam satu Roh”, kita juga “diberi minum dari satu Roh” (1 Korintus 12:13). Jadi Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan dan yang memberi kita kehidupan abadi.

ü  Urapan. Salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan minyak, malahan sampai ia menjadi sinonim dengan-Nya. Dalam inisiasi Kristen, urapan adalah tanda sakramental dalam Sakramen Penguatan, yang karenanya dinamakan “Khrismation” dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali ke urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan: Urapan Yesus. “Khristos” (terjemahan dari perkataan Ibrani “Messias”) berarti yang “diurapi dengan Roh Allah”. Dalam Perjanjian Lama sudah ada orang yang “diurapi” Tuhan; terutama Daud adalah seorang yang diurapi. Tetapi Yesus secara khusus adalah Dia yang diurapi Allah: kodrat manusiawi yang Putera terima, diurapi sepenuhnya oleh “Roh Kudus”. Oleh Roh Kudus, Yesus menjadi “Kristus”. Perawan Maria mengandung Kristus dengan perantaraan Roh Kudus, yang mengumumkan-Nya melalui malaikat pada kelahiran-Nya sebagai Kristus, dan yang membawa Simeon ke dalam kenisah, supaya ia dapat melihat yang diurapi Tuhan. Ia yang memenuhi Kristus, dan kekuatan-Nya keluar dari Kristus, waktu Ia melakukan penyembuhan dan karya-karya keselamatan. Pada akhirnya Ia jugalah yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati. Dalam kodrat manusiawi- Nya, yang adalah pemenang atas kematian, setelah sepenuhnya dan seutuhnya menjadi “Kristus”, Yesus memberikan Roh Kudus secara berlimpah ruah, sampai “orang-orang kudus” dalam persatuan-Nya dengan kodrat manusiawi Putera Allah menjadi “manusia sempurna” dan “menampilkan Kristus dalam kepenuhan-Nya” (Efesus 4:13): “Kristus paripurna”, seperti yang dikatakan santo Agustinus.

ü  Api. Sementara air melambangkan kelahiran dan kesuburan kehidupan yang dianugerahkan dalam Roh Kudus, api melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Nabi Elia, yang “tampil bagaikan api dan perkataannya bagaikan obor yang menyala” (Sir 48:1), dengan perantaraan doanya menarik api turun atas korban di gunung Karmel - lambang api Roh Kudus yang mengubah apa yang Ia sentuh. Yohanes Pembaptis, yang mendahului Tuhan “dalam roh dan kuasa Elia” (Lukas 1:17) mengumumkan Kristus sebagai Dia, yang “akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api” (Lukas 3:16). Mengenai Roh ini Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala” (Lukas 12:49). Dalam “lidahlidah seperti api” Roh Kudus turun atas para Rasul pada pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kisah Para Rasul 2:3-4). Dalam tradisi rohani, lambang api ini dikenal sebagai salah satu lambang yang paling berkesan mengenai karya Roh Kudus”. “Janganlah padamkan Roh” (1 Tesalonika 5:19).

ü  Awan dan sinar. Kedua lambang ini selalu berkaitan satu sama lain, kalau Roh Kudus menampakkan Diri. Sejak masa teofani Perjanjian Lama, awan - baik yang gelap maupun yang cerah - menyatakan Allah yang hidup dan menyelamatkan, dengan menyelubungi kemuliaan-Nya yang adikodrati. Demikian juga dengan Musa di Gunung Sinai”, dalam kemah wahyu” dan selama perjalanan di padang gurun”; pada Salomo waktu pemberkatan kenisah”. Semua gambaran ini telah dipenuhi dalam Roh Kudus oleh Kristus. Roh turun atas Perawan Maria dan “menaunginya”, supaya ia mengandung dan melahirkan Yesus (Lukas 1:35). Di atas gunung transfigurasi Ia dating dalam awan, “yang menaungi” Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan “satu suara kedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia” (Lukas 9:34-35). “Awan” yang sama itu akhirnya menyembunyikan Yesus pada hari kenaikan-Nya ke Surga dari pandangan para murid (Kis 1:9); pada hari kedatangan-Nya awan itu akan menyatakan Dia sebagai Putera Allah dalam segala kemuliaan-Nya.

ü  Meterai adalah sebuah lambang, yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan oleh “Bapa dengan meterai-Nya” (Yohanes 6:27) dan di dalam Dia, Bapa juga memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaran meterai [bahasa Yunani “sphragis”] menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan, maka ia dipakai dalam beberapa tradisi teologis untuk mengungkapkan “karakter”, yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen yang tidak dapat diulangi itu.

ü  Tangan. Yesus menyembuhkan orang sakit dan memberkati anak-anak kecil, dengan meletakkan tangan ke atas mereka. Atas nama-Nya para Rasul melakukan yang sama. Melalui peletakan tangan para Rasul, Roh Kudus diberikan. Surat kepada umat Ibrani memasukkan peletakan tangan dalam “unsur-unsur pokok” ajarannya. Dalam epiklese sakramentalnya, Gereja mempertahankan tanda pencurahan Roh Kudus ini yang mampu mengerjakan segala sesuatu.

ü  Jari. “Dengan jari Allah” Yesus mengusir setan (Lukas 11:20). Sementara perintah Allah ditulis dengan “jari Allah” alas loh-loh batu (Keluaran 31:18), “surat Kristus” yang ditulis oleh para Rasul, “ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia” (2 Korintus 3:3). Madah “Veni, Creator Spiritus” berseru kepada Roh Kudus sebagai “jari tangan kanan Bapa”.

ü  Merpati. Pada akhir air bah (yang adalah lambang Pembaptisan), merpati, yang diterbangkan oleh Nuh dari dalam bahtera, - kembali dengan sehelai daun zaitun segar di paruhnya sebagai tanda bahwa bumi sudah dapat didiami lagi. Waktu Kristus naik dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus dalam rupa merpati turun atas-Nya dan berhenti di atas-Nya. Roh turun ke dalam hati mereka yang sudah dimurnikan oleh Pembaptisan dan tinggal di dalamnya. Di beberapa Gereja, Ekaristi Suci disimpan dalam satu bejana logam yang berbentuk merpati [columbarium] dan digantung di atas altar. Merpati dalam ikonografi Kristen sejak dahulu adalah lambang Roh Kudus.

v  Peran Roh kudus

Peran dari Roh Kudus adalah membagikan rahmat yang berlimpah ini kepada umat manusia dalam bentuk:

a)       rahmat pembantu (Actual Grace);

b)       rahmat yang menetap (Habitual Grace);

c)       Tujuh Karunia Roh Kudus

d)       Karunia karismatik membangun jemaat;

e)       Roh Kudus memelihara dan membimbing Gereja Katolik.

 

 

1)        Rahmat pembantu (Actual Grace)

a) Roh Kudus membimbing kita dengan menerangi akal budi dan menguatkan keinginan

Sebelum Pentakosta para rasul dicekam ketakutan dan bahkan dikatakan bodoh dan lamban hati (lihat Lukas 24:25). Namun berkat Pentakosta yaitu turunnya Roh Kudus atas para rasul maka Roh Kudus memberikan pengertian dan menguatkan mereka, sehingga mereka memiliki keberanian. Mereka yang tadinya tidak mengerti akan rencana keselamatan Allah yang diwartakan Kitab Suci, akhirnya mengerti. Roh Kudus seperti memberikan cahaya dalam kegelapan, sehingga manusia dapat melihat dengan jelas akan kehidupannya dan kemudian membantunya agar dapat mengarahkan pandangannya ke Surga. Roh Kudus memberikan kesadaran kepada kita, agar kita mengerti mana yang paling penting dalam kehidupan kita untuk mencapai Surga. St. Agustinus mengatakan bahwa rahmat yang membantu adalah terang yang menerangi dan menggerakkan pendosa. Ada banyak cara untuk memberikan terang, yang dapat menggerakkan akal budi dan keinginan, seperti: membaca Kitab Suci atau kehidupan para kudus atau buku-buku yang baik lainnya, mendengarkan khotbah, melihat kehidupan yang baik dari teman kita, nasehat dari pembimbing rohani atau bapa pengakuan, benda-benda seni kristiani, penderitaan dan sakit penyakit, dan lain-lain.

 

b) Roh Kudus tidak memaksa kita, namun menghormati keinginan bebas kita

St. Agustinus menulis, “Di dalam diri manusia ada kehendak bebas dan rahmat Allah, di mana tanpa bantuan rahmat Allah, maka kehendak bebas tidak dapat berbalik kepada Tuhan maupun bertumbuh di dalam Tuhan.” Namun, kerja dari rahmat Allah juga tidak sampai melanggar keinginan bebas kita, karena Tuhan sungguh-sungguh menghormati keinginan bebas manusia. Dengan demikian, manusia mempunyai kebebasan untuk bekerjasama maupun menolak rahmat Allah. Dalam Kitab Suci kita dapat melihat tokoh-tokoh yang mau bekerjasama atau menolak rahmat Allah. Bunda Maria menjadi contoh yang sungguh sempurna sampai akhir hidupnya, karena selalu menjawab “ya” akan panggilan Tuhan. Saulus yang menerima rahmat Allah mau bekerjasama dan kemudian menjadi Rasul yang mewartakan kabar gembira kepada orang-orang bukan Yahudi. Para rasul juga mau bekerjasama dengan rahmat Allah sehingga mereka mau mengikuti dan menjadi murid Kristus. Namun, raja Herodes yang mendengar kabar gembira dari para Majus dari Timur, tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah. Anak muda yang kaya tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah dan menolak tawaran Kristus untuk mengikuti-Nya (lihat Matius 19:16-22). Kita juga melihat  dalam pemberitaan para rasul, banyak juga orang yang menolak dan tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah. Kalau seseorang secara terus menerus menolak rahmat Allah dan tetap menolaknya sampai akhir hidupnya, maka sesungguhnya orang ini telah melakukan dosa menghujat Roh Kudus, yang berarti tidak bisa diampuni dalam kehidupan mendatang (lihat Markus 3:29).

Kalau kita bekerjasama dengan rahmat Allah, maka rahmat Allah akan menjadi semakin besar bekerja di dalam diri kita. Sama seperti perumpamaan tentang talenta, yang menerima 5 talenta akan mendapatkan lagi 5 talenta (lihat Matius 25:28). Dan Yesus menegaskan hal ini dengan mengatakan, “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.” (Matius 25:29). Sebaliknya bagi yang terus menolak rahmat Allah, maka segalanya akan diambil daripadanya, dalam pengertian dia akan semakin terpuruk. Kalau

penolakan ini dilakukan sampai akhir hidupnya, maka kepadanya akan dikatakan, “Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” (Matius 25:30). Namun, kita juga harus mengingat bahwa Allah kita adalah Allah yang penuh kasih dan sabar, yang tidak pernah jemu-jemunya menawarkan rahmat-Nya kepada kita dalam berbagai situasi dan kondisi dalam kehidupan kita. Kristus bersabda, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat” (Lukas 5:23; Matius 9:13; Markus 2:17).

 

c). Roh Kudus bekerja pada seluruh manusia: orang kudus dan pendosa; Katolik dan non-Katolik

Karena tanpa Roh Kudus tidak ada yang dapat sampai pada Allah dan Tuhan menginginkan agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lihat 1Timotius 2:4), maka Roh Kudus juga bekerja di dalam diri pendosa dan orang kudus, baik Katolik maupun non-Katolik. Di dalam Injil diceritakan bahwa Kristus adalah gembala yang baik (lihat Yohanes 10:11), yang mencari domba yang hilang (lihat Lukas 15:3) dan mempertaruhkan nyawa demi keselamatan domba-Nya (lihat Yohanes 10:11). Dia juga adalah Terang yang sesungguhnya, yang menerangi hati setiap orang (lihat Yohanes 1:9). Namun, perlu diingat bahwa Tuhan tidak memberikan rahmat-Nya secara sama rata kepada setiap individu, seperti yang digambarkan dalam perumpamaan tentang talenta, ada yang menerima 5, 2 dan 1 (lihat Matius 25:14-30) semua seturut kemampuan orang yang bersangkutan. Di samping itu, yang menjadi ciri dari rahmat yang membantu adalah aktivitasnya yang tidak konstan, namun terjadi sekali-sekali. Oleh karena itu, menjadi penting agar kita tidak melewatkan saat-saat penuh rahmat, seperti: masa Prapaskah, ketika misi diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan kita, Minggu Kerahiman Ilahi (Minggu setelah Paskah), Yubileum Agung, dll.

d) Doa, puasa, sedekah, sakramen membantu kita untuk menerima rahmat

Kasih karunia diberikan Tuhan secara cuma-cuma (lihat Roma 11:6). Dan Kristus memang menyelamatkan kita bukan karena perbuatan baik yang kita lakukan, melainkan karena rahmat-Nya karena permandian dan pembaharuan oleh Roh Kudus atau hidup kudus (lihat Titus 3:5). Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan di atas, kita tetap harus bekerjasama dengan rahmat Allah, sehingga rahmat Allah dapat bekerja secara bebas dalam diri kita. Doa, puasa, menerima sakramen menjadikan kita semakin siap dalam menerima rahmat Allah. Hal yang tidak boleh kita lupakan juga adalah dorongan untuk berdoa, berpuasa, dan menerima sakramen yang merupakan dorongan rahmat Allah. Dalam kebijaksanaan- Nya, Allah akan memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya (lihat 1 Korintus 12:11).

2) Rahmat pengudusan (sanctifying grace)

Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan rahmat pengudusan sebagai berikut: ”Rahmat pengudusan adalah satu anugerah yang tetap, satu kecondongan adikodrati yang tetap. Ia menyempurnakan jiwa, supaya memungkinkannya hidup bersama dengan Allah dan bertindak karena kasih-Nya. Orang membeda-bedakan apa yang dinamakan rahmat habitual, artinya satu kecondongan yang tetap, supaya hidup dan bertindak menurut panggilan ilahi, dari apa yang dinamakan rahmat pembantu, yakni campur tangan ilahi pada awal pertobatan atau dalam proses karya pengudusan.”

Rahmat pengudusan adalah anugerah sukarela, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Ia dicurahkan oleh Roh Kudus ke dalam jiwa kita untuk menyembuhkannya dari dosa dan menguduskannya. Rahmat pengudusan membuat kita “berkenan kepada Allah “. Karunia-karunia Roh Kudus yang khusus, karisma-karisma, diarahkan kepada rahmat pengudusan demi kesejahteraan umum Gereja. Allah juga bertindak melalui aneka rahmat yang membantu, yang dibedakan dari rahmat habitual, yang selalu ada di dalam kita. Dari definisi di atas, kita dapat memahami beberapa pengertian berikut:

a) Kerjasama dengan rahmat pembantu memberikan rahmat pengudusan

Nabi Zakharia menulis, “Kembalilah kepada-Ku, maka Akupun akan kembali kepadamu” (Zakharia 1:3). Jika seorang pendosa bekerjasama dengan rahmat pembantu, maka dia akan menerima rahmat pengudusan, di mana Roh Kudus sendiri diam di dalam diri orang itu. Rasul Paulus menyebutnya tubuh kita sebagai bait Roh Kudus (lihat 1 Korintus 6:19). Rahmat Pengudusan membuat jiwa kita berkenan kepada Allah. Rahmat pengudusan membuat kita menjadi ‘serupa’ dengan Kristus, atau kita menjadi sahabat Allah.

 

b) Cara untuk menerima rahmat pengudusan

Cara biasa yang diberikan Tuhan kepada kita adalah lewat Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat. Katekismus Gereja Katolik menuliskan: “Tritunggal Mahakudus menganugerahkan kepada yang dibaptis rahmat pengudusan, rahmat pembenaran, yang menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan ilahi, supaya percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya; menyanggupkan dia oleh anugerah-anugerah Roh Kudus, supaya hidup dan bekerja di bawah dorongan Roh Kudus; menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan susila, supaya bertumbuh dalam kebaikan. Dengan demikian, berakarlah seluruh organisme kehidupan adikodrati seorang Kristen di dalam Pembaptisan kudus”.

Tetapi rahmat pengudusan dapat hilang akibat dosa berat. Dosa berat mengakibatkan manusia kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan. terkucilkan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka. Agar bisa kembali dalam kondisi rahmat, maka kita memerlukan Sakramen Tobat. Dengan demikian, menjadi sangat penting bagi kita untuk senantiasa mengadakan pemeriksaan batin dan bila didapati dosa berat, segeralah mengaku dosa.

c) Bila Roh Kudus tinggal dalam diri kita, maka Ia membawa kehidupan rohani yang baru

Bila kita menerima Roh Kudus, maka kita akan memperoleh hidup ilahi yang memampukan kita mengenal, mengasihi dan menikmati Tuhan. Ini adalah hidup yang adikodrati. Selanjutnya kita akan mengalami:

ü  Roh Kudus memurnikan kita dari dosa berat

Sebagaimana besi dimurnikan oleh api, demikianlah jiwa dimurnikan oleh api Roh Kudus. Rahmat yang menguduskan tidak dapat ada bersama-sama dengan dosa berat. Maka Roh Kudus hanya dapat tinggal dalam diri orang-orang yang tidak dalam keadaan berdosa berat.

ü  Roh Kudus mempersatukan kita dengan Tuhan dan menjadikan kita bait Allah

Orang yang mempunyai Roh Kudus disatukan dengan Kristus, seperti halnya ranting disatukan dengan pokok anggur (lihat Yohanes 15:5). Roh Kudus membuat kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 2:14). Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa manusia adalah allah (lihat Yohanes 10:34, Mazmur 82:6). Tuhan menghendaki agar kita berjuang agar menjadi seperti Allah, namun dalam kesatuan di dalam Dia. Keberadaan Roh Kudus menjadikan kita bait Allah. Rasul Paulus mengajarkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Korintus 3:16); “kita adalah bait dari Allah yang hidup” (2 Korintus 6:16).

ü  Roh Kudus menerangi pikiran dan mendorong berbuat baik.

Roh Kudus memperkuat akal dan kehendak kita, terlebih lagi Ia memberikan terang iman (2 Korintus 4:6) dan menyalakan api kasih ilahi (Roma 5:5), membuat kita mampu dan mau untuk bekerja sama dengan dorongan-Nya. mendorong kita untuk berbuat baik. Roh Kudus mengubah seluruh kehidupan rohani kita, sehingga manusia tidak hanya memikirkan hal-hal duniawi, melainkan mengarahkan sebagian besar pikirannya kepada Tuhan, dan mendorongnya untuk mengasihi Tuhan. Ia akan dapat berkata bersama Rasul Paulus, “Aku hidup, tetapi bukannya aku lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Galatia 2:20).

ü  Roh Kudus memberikan damai yang sejati

Orang yang mempunyai terang Roh Kudus hidupnya akan penuh dengan damai yang melampaui segala akal (Filipi 4:7).

ü  Roh Kudus adalah Guru dan Pembimbing kita

Roh Kudus akan mengajar kita segala sesuatu (1 Yohanes 2:27). Roh Kudus bagaikan Guru yang membuat kita mengerti segala sesuatu. Roh Kudus adalah Pembimbing kita, yang memimpin kita seperti seorang bapa menggandeng tangan anaknya melalui jalan yang sulit.

ü  Roh Kudus mendorong kita melakukan perbuatan baik untuk memperoleh Kerajaan Surga

Roh Kudus selalu aktif, selalu mendorong kita untuk berbuat baik, menggerakkan hati kita untuk melakukan perbuatan yang berguna untuk keselamatan kekal dan sempurna

 

ü  Roh Kudus membuat kita anak-anak Allah dan ahli waris Kerajaan Surga.

Berkat Roh Kudus masuk ke dalam jiwa kita melalui Baptisan, Allah Bapa menerima kita sebagai anak-anak angkat-Nya dan Surga terbuka bagi kita. Kita tidak lagi di bawah roh perhambaan dosa melainkan roh anak-anak Allah, sehingga kita dapat memanggil Allah sebagai “Abba, Bapa” (Roma 8:15). Semua yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak-anak Allah (Roma 8:14). Jika kita adalah anak-anak Allah, kita juga adalah ahli waris kerajaan-Nya, bersama dengan Kristus (Roma 8:17).

d) Rahmat Pengudusan dipertahankan dan ditambahkan dengan melakukan perbuatan baik dan dengan sarana rahmat yang ditawarkan Gereja; namun rahmat tersebut dapat hilang oleh dosa berat.

Dengan perbuatan baik, rahmat pengudusan yang telah kita terima diteguhkan dan ditambahkan di dalam kita “Barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!” (Wahyu 22:11), sementara itu dosa menghalangi Roh Kudus untuk dapat berkarya di dalam hidup kita. Satu dosa berat saja dapat merampas rahmat pengudusan kita.

Orang yang kehilangan rahmat pengudusan, dapat memperolehnya kembali melalui sakramen Pengakuan Dosa, namun harus dengan usaha yang sungguh-sungguh (lihat Matius 12:45).

e) Orang yang tidak mempunyai rahmat pengudusan, mati secara rohani dan akan menderita kebinasaan kekal

Orang yang tak mempunyai Roh Kudus, duduk “di dalam kegelapan dan di bawah bayangan maut” (Lukas 1:79). Ia yang tidak mengenakan pakaian pesta, dan akan dicampakkan ke tempat kegelapan (lihat Matius 22:12). Jika seseorang tidak mempunyai Roh Kristus ia bukan milik Kristus (Roma 8:9).

f) Tak seorangpun mengetahui dengan pasti apakah ia mempunyai rahmat pengudusan, atau akan menerimanya pada saat ajal

Setiap orang yang sudah dibaptis boleh mempunyai keyakinan bahwa kita berada di dalam keadaan rahmat Tuhan. Tetapi rahmat pengudusan itu harus tetap dipelihara tanpa putus. Walaupun Rasul Paulus mengingatkan kita, “Kerjakanlah keselamatanmu dengan

takut dan gentar” (Filipi 2:12). Kita bisa berkaca dari Raja Salomo. Awalnya Raja Salomo, diberkati Allah dengan kebijaksanaan, namun menjelang ajalnya ia menjadi penyembah berhala.

3) Tujuh Karunia Roh Kudus (lih. Yes 11:1-2)

a) Karunia takut akan Tuhan (fear of the Lord)

Takut akan Tuhan adalah takut akan penghukuman Tuhan, takut bahwa dirinya akan terpisah dari Tuhan. Ketakutan pada tahap ini membantu seseorang dalam pertobatan awal. Namun, bukankah Rasul Yohanes mengatakan bahwa dalam kasih tidak ada ketakutan? (lihat Yohanes 4:18) Takut akan penghukuman Tuhan akan berubah menjadi takut menyedihkan hati Tuhan, kalau didasarkan pada kasih. Inilah yang disebut takut karena kasih, seperti anak yang takut menyedihkan hati bapanya.

b) Karunia keperkasaan (fortitude)

Karunia keperkasaan adalah keberanian untuk mengejar yang baik dan tidak takut dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghalangi tercapainya kebaikan tersebut. Karunia keperkasaan dari Roh Kudus adalah keberanian untuk mencapai misi yang diberikan oleh Tuhan, bukan berdasarkan pada kemampuan diri sendiri, namun bersandar pada kemampuan Tuhan. Inilah yang dikatakan oleh rasul Paulus, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13). Juga, “Jika Allah dipihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Roma 8:31) Melalui karunia ini, Roh Kudus memberikan kekuatan kepada kita untuk yakin dan percaya akan kekuatan Allah. Allah dapat menggunakan kita yang terbatas dalam banyak hal untuk memberikan kemuliaan bagi nama Tuhan. Sebab Allah memilih orang-orang yang bodoh, yang lemah, agar kemuliaan Allah dapat semakin dinyatakan dan agar tidak ada yang bermegah di hadapan-Nya (lihat 1 Korintus 1:27-29).

c) Karunia kesalehan (piety)

Karunia kesalehan adalah karunia Roh Kudus yang membentuk hubungan kita dengan Allah seperti anak dengan bapa; dan pada saat yang bersamaan, membentuk hubungan persaudaraan yang baik dengan sesama. Karunia ini menyempurnakan kebajikan keadilan, yaitu keadilan kepada Allah, yang diwujudkan dengan agama, dan keadilan kepada sesama. Karunia kesalehan memberikan kita kepercayaan kepada Allah yang penuh kasih, sama seperti seorang anak percaya kepada bapanya. Hal ini memungkinkan karena kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah, yang dapat berseru “Abba, Bapa!” (lihat Roma 8:15). Dengan hubungan kasih seperti ini, kita dapat melakukan apa saja yang diminta oleh Allah dengan segera, karena percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik. Dalam doa, orang ini menaruh kepercayaan yang besar kepada Allah, karena percaya bahwa Allah memberikan yang terbaik, sama seperti seorang bapa akan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Mereka yang menerima karunia kesalehan akan memberikan penghormatan kepada Bunda Maria, para malaikat, para kudus, Gereja, sakramen, karena mereka semua berkaitan dengan Allah. Juga, mereka yang diberi karunia ini, juga akan membaca Kitab Suci dengan penuh hormat dan kasih, karena Kitab Suci merupakan surat cinta dari Allah kepada manusia.

Dalam hubungannya dengan sesama, karunia kesalehan dapat menempatkan sesama sebagai saudara/i di dalam Kristus, karena Allah mengasihi seluruh umat manusia dan menginginkan agar mereka juga mendapatkan keselamatan. Mereka yang saleh ini akan menjadi lebih bermurah hati kepada sesama. Dan dalam derajat yang lebih tinggi, mereka bersedia memberikan dirinya demi kebaikan bersama.

d) Karunia nasihat (counsel)

Karunia Roh Kudus ini adalah karunia untuk mampu memberikan petunjuk jalan yang harus ditempuh seseorang agar dapat memberikan kemuliaan yang lebih besar bagi nama Tuhan.

Karunia ini menerangi kebajikan kebijaksanaan, yang dapat memutuskan dengan baik, pada waktu, tempat dan keadaan tertentu. Karunia ini perlu dijalankan dengan benar-benar mendengarkan Roh Kudus, membiarkan diri dibimbing olehNya, sehingga apapun nasihat dan keputusan yang kita berikan sesuai dengan kehendak Allah.

e) Karunia pengenalan (knowledge)

Karunia pengenalan memberikan kemampuan kepada kita untuk menilai ciptaan dengan semestinya dan melihat kaitannya dengan Sang Penciptanya (bandingkan Kebijaksanaan Salomo 13:1- 3) Dengan karunia ini, seseorang dapat memberikan makna akan hal-hal sederhana yang dilakukannya setiap hari dan mengangkat ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebagai jalan kekudusan. Ini berarti semua profesi harus dilakukan dengan jujur dapat menjadi cara untuk bertumbuh dalam kekudusan. Semua hal di dunia ini dapat dilihat dengan kaca mata Allah, dan dihargai sebagaimana Allah menghargai masing-masing ciptaan-Nya.

f) Karunia pengertian (understanding)

Karunia pengertian adalah karunia yang memungkinkan kita mengerti kedalaman misteri iman, mengerti apa yang sebenarnya diajarkan oleh Kristus dan misteri iman seperti apakah yang harus kita percayai. Raja Daud memahami karunia ini, sehingga dengan penuh pengharapan dia menuliskan, “Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.” (Mazmur 119:34). Karunia ini memberikan kedalaman pengertian akan Kitab Suci, kehidupan rahmat, pertumbuhan dalam sakramen-sakramen, dan juga kejelasan akan tujuan akhir kita, yaitu Surga. Karunia ini mendorong agar apapun yang kita lakukan mengarah pada tujuan akhir hidup ini.

g) Karunia kebijaksanaan (wisdom)

Karunia kebijaksanaan ini memungkinkan seseorang mampu melihat segala sesuatu dari kacamata ilahi. Orang yang memiliki karunia ini dapat menimbang segala sesuatu dengan tepat, mempunyai sudut pandang yang jelas akan kehidupan, melihat segala yang terjadi dalam kehidupan sebagai rahmat Tuhan yang perlu disyukuri, sehingga ia tetap mampu bersukacita sekalipun di dalam penderitaan. Karunia ini memungkinkan seseorang menjalani kehidupan sehari-hari dengan pandangan terarah kepada Tuhan. Karunia ini membuat seseorang menjadi cermin akan Kristus, seperti yang dituliskan oleh rasul Paulus “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (1Korintus 3:8)

4) Karunia karismatik untuk membangun jemaat

Tujuh karunia yang disebutkan di atas pada dasarnya merupakan karunia yang diberikan secara khusus pada masing-masing pribadi, dan ditujukan untuk menguduskan diri orang yang menerimanya. Tentu setiap orang tidak memiliki ketujuh karunia tersebut secara bersamaan.

Selain karunia yang sifatnya pribadi perorangan, Gereja juga menjelaskan tentang karunia-karunia karisma Roh Kudus, yang bertujuan untuk menguduskan jemaat/Gereja, sebagaimana dijelaskan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus (1 Korintus 12:8-10. 28 dan 1 Korintus 14:12). Karunia-karunia karisma itu adalah: berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, iman, karunia untuk menyembuhkan, karunia untuk mengadakan mukjizat, karunia nubuat, membeda-bedakan roh, berkata-kata dengan bahasa roh dan menafsirkan bahasa roh (1 Korintus 12:8-10). Di dalam 1 Korintus 12:28, mungkin lebih jelas menurut urutannya, yaitu, yang tertinggi/pertama adalah karunia sebagai rasul, sebagai nabi, sebagai pengajar, karunia melakukan mukjizat, menyembuhkan, melayani, memimpin, dan untuk berkata- kata dalam bahasa roh. Di dalam 1 Korintus 14 kembali Rasul Paulus menyebutkan adanya karunia berkata-kata dalam bahasa roh, namun ia mengajarkan bahwa yang lebih penting adalah karunia untuk menafsirkannya (lihat 1 Korintus 14:5,13) dan karunia nubuat untuk membangun, menasihati, dan menghibur jemaat (lihat 1 Korintus 14:3). Rasul Paulus mengajarkan kepada kita bahwa di atas semua karunia itu, yang terutama dan terpenting adalah Kasih, Kasih adalah yang terutama (1 Korintus 12:31, 1 Korintus 13:13, dan 1 Korintus 14:1). Kasih inilah yang mengingatkan kita untuk tidak menjadi tinggi hati dan sombong, atau menganggap diri lebih hebat dari yang lain atas karunia yang kita miliki. Sebab, “Kasih itu sabar, murah hati, tidak memegahkan diri dan tidak sombong” (1 Korintus 13:4). Kasih yang rendah hati ini membuat seseorang yang menerima karunia Roh Kudus semakin menginginkan persatuan dan kesatuan di dalam Gereja, dan tunduk kepada pengarahan dari Magisterium Gereja yang dipercaya oleh Kristus untuk mengatur penggunaan karisma untuk membangun Tubuh Kristus.

5). Roh Kudus Memelihara dan membimbing Gereja Katolik

Pada saat Yesus masih hidup, memang sudah terbentuk kelompok para pengikut Yesus yang lama kelamaan mempunyai ciri yang khas dengan kelompok orang-orang agama Yahudi pada umumnya. Tetapi dalam arti tertentu Gereja baru mendapat bentuknya mulai dengan peristiwa Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:1-13), walaupun sudah dipersiapkan jauh sebelumnya. Maka Pentakosta sering disebut awal lahirNya Gereja. Dan semuanya itu berkat kehadiran dan karya Roh yang sangat luar biasa. Sama seperti manusia mempunyai tubuh dan jiwa, maka jiwa dari Gereja adalah Roh Kudus. Seperti aktivitas jiwa nyata dalam kehidupan manusia walaupun sulit dideteksi, maka aktivitas Roh Kudus juga sebenarnya sangat nyata dalam kehidupan Gereja. Roh Kudus adalah seumpama arsitek dari Gereja. Melalui-Nya, terjadi Inkarnasi (lihat Lukas 1:35); Dia menunjukkan kuasa-Nya dalam diri Kristus (lihat Lukas 4:18; Kisah Para Rasul 10:38); Dan akhirnya Roh Kudus sendiri yang menyempurnakan Gereja yang didirikan oleh Kristus (lihat Efesus 2:20- 22).

Pada saat Kristus mendirikan Gereja di atas Petrus, Ia mengetahui bahwa dibutuhkan Roh Kudus untuk menjadi jiwa Gereja, supaya alam maut tidak akan menguasai Gereja (lihat Matius 16:18) dan Penolong ini akan terus menyertai Gereja dan melindungi Gereja sampai selamalamanya (lihat Yohanes 14:16). Agar jemaat Allah mempunyai keyakinan akan pengajaran yang tidak mungkin salah, maka Roh Kudus sendiri yang melindungi Rasul Petrus dan penerusnya, yaitu para Paus, ketika memberikan pengajaran iman dan moral secara resmi dan berlaku untuk seluruh umat beriman di dunia (lihat Matius 16:18-19). Kuasa ini juga diberikan kepada para rasul yang lain, yang diteruskan oleh para uskup (lihat Yohanes 20:21-23) dalam kesatuan dengan Paus.

Sebagai bukti perlindungan Roh Kudus terhadap Gereja, maka dalam masa-masa sulit, Roh Kudus membangkitkan Santa-santo sepanjang sejarah Gereja, seperti: pada waktu bidaah Arianisme tampillah St. Athanasius (373); Paus St. Gregorius VII tampil untuk membenahi Gereja (1085); untuk melawan bidaah Albigenses, Roh Kudus membangkitkan St. Dominic (1221); ketika terjadi bahaya perpecahan, tampil St. Katharina dari Siena (1380), dll. Dapat dikatakan Roh Kudus sendiri yang berkarya sehingga Gereja Katolik mempunyai begitu banyak orang kudus, yang mencerminkan kekudusan Kristus.

Roh Kudus bekerja pada orang perorangan maupun kelompok orang-orang yang percaya pada Kristus. Ada begitu banyak orang atau kelompok yang senantiasa merasa digerakkan untuk membangun sesamanya sekalipun harus berkorban harta bahkan nyawa. Ada begitu banyak orang yang senantiasa merasa terpanggil untuk terlibat aktif dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat, sekalipun tidak mendapatkan imbalan. Banyak remaja yang tetap bertahan imannya sekalipun banyak tawaran dari luar yang menggiurkan, semata-mata karena merasa ada kekuatan yang membentengi dirinya untuk tetap setia pada Kristus. Itu semua karya Roh Kudus dalam diri kita.

 

 

 

Soal Latihan

1.       Sebutkan lambang-lambang Roh Kudus dan menjelaskannya!

2.       Jelaskan peran Roh Kudus dalam kehidupan beriman Kristiani!

3.       Jelaskan rahmat yang akan diterima bila Roh Kudus tinggal dalam diri manusia!

4.       Jelaskan peran Roh Kudus bagi Gereja!

5.       Jelaskan karunia-karunia Roh Kudus!

6.       Sebutkan buah-buah roh dan buah-buah daging

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                               

 

Postingan populer dari blog ini

LIRIK LAGU MANGGARAI

MATERI PAK KLS X SEMSETER 2