MATERI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS X SEMESTER GENAP
MATERI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS X SEMESTER GENAP
MATERI BELAJAR SEMESTER GENAP
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
DAN BUDI PEKERTI
KELAS X
BAB IV
YESUS MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN KERAJAAN
ALLAH
4.1 GAMBARAN
TENTANG KERAJAAN ALLAH
PADA ZAMAN YESUS
1.
Kompetesi Dasar : Memahami Yesus Kristus yang datang untuk
mewartakan dan memperjuangkan
Kerajaan
Allah
2.
Materi Pokok : Gambaran Tentang Kerajaan Allah Pada Zaman
Yesus
3.
Tujuan
Pembelajaran :
Ø
Peserta didik dapat menjelaskan makna kerinduan masyarakat tentang
masa depan yang diharapkannya terkait dengan latar belakang masyarakat yang
bersangkutan
Ø
menjelaskan berbagai paham Kerajaan Allah yang berkembang pada
masyarakat Yahudi pada zaman Yesus serta faktor-faktor yang melatar
belakanginya dan menjelaskan gagasan pokok tentang Kerajaan Allah yang
diwartakan semasa hidup-Nya.
4.
Kegiatan
Pembelajaran
ü
Doa Pembuka
-
Menggali Berbagai
Gambaran Masyarakat tentang Masa depan
-
Mendalami
Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah dalam konteks Masyarakat Yahudi pada
Zaman-Nya
-
Membaca dan mendalami
Kitab Suci Lukas 10:1-11
-
Menghayati Paham
Kerajaan Allah yang Diwartakan Yesus
-
Membaca ringkasan
materi
-
Menyelesaikan
soal latihan
-
Doa Penutup
5.
Rangkuman Materi
GAMBARAN
KERAJAAN ALLAH
A. Situasi Sosial
Bangsa Israel dan Kerinduan Mereka pada Mesias dan Kerajaan Allah
Selama enam abad sebelum kedatangan Yesus,
bangsa Israel selalu dijajah oleh bangsa lain, yaitu bangsa Persia, bangsa
Yunani, dan terakhir bangsa Romawi. Selain ditindas oleh para penjajah itu,
bangsa Israel juga ditindas oleh pemimpin-pemimpin bangsanya sendiri, yaitu
raja-raja boneka yang diangkat oleh para penjajah.
Dalam situasi tertindas seperti itu, bangsa
Israel selalu memimpikan kedatangan Mesias dan Kerajaan Allah. Unhik mengerti
dengan baik impian bangsa Israel tentang Kerajaan Allah dan pewartaan Yesus
tentang Kerajaan Allah, maka secara berlurut-turut kita akan mendalami tentang
situasi sosial masyarakat Yahudi pada waktu itu, paham-pahamnya tentang
Kerajaan Allah, dan pewartaan Yesus tentang Keraiaan Allah.
1.
Situasi Sosial Bangsa Israel
a.
Situasi Sosial-Politik
Setelah masa pembuangan bangsa Israel di
Babilonia, enam abad sebelum Yesus, Palestina tunduk kepada Kerajaan Persia,
Yunani, dan Kekaisaran Romawi. Secara internal, masyarakat Palestina dikuasai
oleh raja-raja dan pejabat boneka yang ditunjuk oleh penguasa Roma. Selain
pejabat-pejabat boneka, masih ada kelas pemilik tanah yang kaya raya dan kaum
rohaniwan kelas tinggi yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan kedudukan
mereka. Golongan-golongan ini sering memihak penjajah supaya mereka tidak
kehilangan hak istimewa atau nama baik di depan penjajah, kareria Roma
mempunyai kekuasaan mencabut hak milik seseorang.
Puncak kekuasaan politik adalah procurator
Yudea. Ia harus seorang Romawi. Ia berwenang
menunjuk raja dan Imam Agung. Di Yudea, Imam Agung berperan di bidang politik
sebagai raja selain sebagai pemimpin agama. Di Galilea kekuasaan dipegang oleh
raja Herodes Antipas. Dominasi rimiliter terlihat dengan kehadiran tentara Romawi
di mana-mana. Mereka diambil dari Siria atau Palestina, tetapi tidak dari
kalangan Yahudi.
Situasi yang menekan kadang-kadang tidak
tertahankan, sehingga timbul pemberantakan yang umumnya digerakkan oleh kaum
Zelot yang benmarkas di Galilea. Namun, pemberontakan kaum Zelot ini selalu
dapat dipadamkan/ditumpas. Penumpasan kaum pemberontak (Zelot) ini biasanya
membawa korban nyawa yang tidak sedikit.
b.
Situasi Sosio-Ekonomi
Penduduk desa biasanya hanya memiliki
lahan-lahan kecil untuk usaha pertanian. Sebagian besar tanah dikuasai oleh
para tuan tanah yang kaya dan mereka tinggal di kota-kota. Lahan-lahan luas
yang dikuasai oleh para tuan tanah itu digunakan untuk menanam jagung dan
peternakan besar. Para tuan tanah yang tinggal di kota-kota itu praktis menjadi
pengemudi roda ekonomi kota dan perdagangan internasional. Rakyat kebanyakan
biasanya hanya menj adi penggarap tanah (buruh tam) atau pengembala ternak
milik tuan-tuan tanah itu.
Kondisi ekonomi sebagian besar penduduk
(rakyat) hanya pas-pasan, bahkan kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga
karena penghasilan mereka terlalu kecil. Dalam sihiasi yang parah seperti itu,
rakyat masih dibebani berbagai macam pajak dan pungutan untuk pemerintah, untuk
Bait Allah, dan sebagainya. Konon, pajak dan pungutan-pungutan tersebut dapat
mencapai 40% dari penghasilan rakyat.
c.
Situasi Sosial-Kemasyarakatan
Masyarakat Palestina terbagi dalam
kelas-kelas. Di daerah pedesaan terdapat kelas-kelas atau kelompok sosial,
yaitu tuan tanah besar, pemilik tanah kecil, perajin, kaum buruh, dan budak.
Di daerah perkotaan terdapat beberapa lapisan
kelas sosial. Lapisan kelas sosial tertinggi adalah kaum aristokrat, imam-imam,
pedagang-pedagang besar, dan pejabat-pejabat tinggi. Lapisan kelas sosial
menengah bawah adalah para perajin, pejabat-pejabat rendah, awam, dan kaum
Lewi. Lapisan kelas sosial paling bawah adalah kaum buruh yang pada umumnya
bekerja di sekitar Bait Allah. Di samping itu, terdapat juga kaum proletar
marginal yang tidak terintegrasi dalam kegiatan ekonomi, yang terdiri atas
orang-orang yang dikucilkan oleh masyarakat karena suatu hal (bukan karena
kondisi ekonomi). Misalnya: para pendosa publik seperti pelacur dan pemungut
bea cukai, penderita kusta yang menurut keyakinan Yahudi disebabkan oleh dosa
si penderita atau dosa orang tuanya.
Menurut orang Yahudi, dosa itu dapat
berjangkit seperti kuman penyakit. Oleh sebab itu, orang baik-baik tidak boleh
bergaul dengan orang-orang berdosa.Selain adanya kelompok-kelompok berdasarkan
kelas sosial tersebut di atas, terdapat juga berbagai bentuk diskriminasi,
misalnya diskriminasi rasial, seksual, pekerjaan, dan sebagainya.
d.
Situasi Sosio-Religius
Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius
orang-orang Yahudi. Kaum Farisi berusaha menjaga warisan dan jati diri Yahudi berdasarkan
hukum Taurat. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal hukum Taurat. Bagi
mereka, menjadi rakyat Tuhan berarti taat pada setiap pasal hukum Taurat.
Mereka berusaha menerapkan hukum Taurat pada setiap segi kehidupan. Tetapi,
mereka sendiri sangat memilih-milih dalam ketaatan mereka.
Menaati hukum Tuhan berarti menaati secara
ketat terhadap setiap pasal hukum Taurat. Orang-orang Farisi gemar memperluas
tuntutan-tuntutan kebersihan yang berlaku untuk para imam bagi seluruh
masyarakat Israel. Mereka menafsirkan dan kadang-kadang memanipulasi hukum
Taurat demi kepentingan mereka sendiri, sehingga sering mendatangkan beban yang
tidak tertahankan bagi rakyat kecil.
Singkatnya, rakyat kebanyakan di Palestina
sangat tertindas pada saat Yesus muncul. Mereka ditindas secara politis,
ekonomis, sosial, bahkan religius.
2. Paham-Paham
Tentang Kerajaan Allah
Dalam situasi tertindas, bangsa Israel sangat
merindukan kedatangan Mesias dan Kerajaan Allah. Namun, paham mengenai Kerajaan
Allah di kalangan bangsa Israel dipahami secara berbeda-beda.
a.
Paham Kerajaan Allah yang Berciri
Nasionalistis
Paham ini dihayati oleh kaum Zelot. Kegiatan
mereka bertujuan membebaskan bangsa Israel dari kuasa politik penjajah kafir.
Kaum Zelot berjihad untuk mengusir kaum kafir. Mereka berharap dengan
kebangkitan nasionalisme, kemenangan bangsa Israel dapat tercapai dan Kerajaan
Allah tercipta.
b.
Kerajaan Allah Menurut Pandangan para
Apokaliptis
Aliran ini percaya akan datangnya penghakiman
Allah, karena dunia ini sudah jahat dan akan digantikan oleh dunia barn. Dalam
dunia barn itu, yang balk akan dianugerahi kebakaan dan yang jahat akan
dihukum. Menurut pandangan aliran ini, Kerajaan Allah adalah sebuah kenyataan
pada akhir zaman. Dunia ini atau zaman ini sudah terlalu jahat dan jelek.
Setelah zaman yang jahat ini hilang lenyap dibinasakan oleh Allah, maka
Kerajaan Allah akan menjadi kenyataan di bumi baru dan langit baru yang
dijadikan Allah.
c.
Kerajaan Allah Menurut Pandangan para Rabi
Allah sekarang sudah meraja secara hukum,
sedangkan di akhir zaman Allah menyatakan kekuasaan-Nya sebagai Raja semesta
alam dengan menghakimi dan menyatakan kepada sekalian bangsa. Bangsa Israel
yang dikuasai oleh orang-orang kafir (karena dijajah oleh bangsa Romawi yang
dianggap kafir) merupakan akibat dari dosa-dosanya. Jika bangsa Israel
melakukan hukum Taurat, maka penjajah akan dipatahkan. Karena itu, mereka yang
sekarang taat pada hukum Taurat sudah menajdi warga Kerajaan Allah. Tetapi,
jika tidak melakukan hukum Taurat, maka bangsa Israel akan terus dijajah dan
diperintah oleh kaum kafir.
Latihan
Soal :
1.
Jelaskan latar
belakang sosial, ekonomi, politis dan keagamaan yang ada pada masyarakat Yahudi
zaman Yesus?
2.
Jelaskan paham
Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus pada zaman-Nya!
3.
Siapa Yesus
berkaitan dengan Kerajaan Allah ( lihat Lukas 10:1-11)?
4.
Dengan cara apa
Kerajaan Allah harus disambut ? (lihat Lukas 10:1-11)
4.2.
GAMBARAN KERAJAAN ALLAH DALAM TERANG KITAB SUCI
1.
Kompetesi Dasar : Memahami Yesus Kristus yang datang untuk mewartakan
dan memperjuangkan Kerajaan Allah
2.
Materi Pokok : Yesus Mewartakan dan Memperjuangkan Kerajaan
Allah
3.
Tujuan
Pembelajaran :
Ø
Peserta didik dapat menjelaskan kaitan antara pewartaan dan
tindakan Yesus dalam mewartakan Kerajaan Allah;
Ø
Menjelaskan alasan Yesus mewartakan Kerajaan Allah lewat
perumpamaanperumpamaan;
Ø
Menjelaskan pokok-pokok pewartaan Yesus dalam perumpamaan;
Ø
Menjelaskan tindakan-tindakan Yesus dalam hubungan dengan Kerajaan
Allah; menjelaskan mukjizat-mukjizat Yesus dalam hubungan dengan Kerajaan
Allah;
Ø
Menyimpulkan pewartaan Yesus dalam hubungan dengan uang/harta,
kekuasaan, dan solidaritas; dan meneladani perjuangan Yesus mewartakan Kerajaan
Allah dalam kondisi masa kini..
4.
Kegiatan
Pembelajaran
ü
Doa
-
Mendalami Makna
Perumpamaan dalam Hidup Sehari-hari dengan membaca cerita “Penceramah Yang
ditinggalkan Pendengar”.
-
Mendalami
Pewartaan Yesus Melalui Perumpamaan dan Tindakan-Nya dengan membaca kitab suci Matius
13:1-53
-
mencari teks
Kitab Suci tentang Yesus mewujudkan Kerajaan Allah melalui tindakan contoh
“Yohanes 11:17. 19-45”.
-
Membaca ringkasan
materi
-
Menyelesaikan
soal latihan
-
Doa Penutup
5.
Rangkuman Materi
Gambaran
Kerajaan Allah Dalam Terang Kitab Suci
1.
Kitab Suci
Perjanjian Baru memperlihatkan kenyataan yang sangat berbeda antara sikap para
pemimpin atau wakil rakyat yang digambarkan di atas, dengan sikap Yesus dalam
perjuangannya mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah, Yesus tidak hanya
menyampaikan pengajaran melalui kata-kata maupun perumpamaan, melainkan juga
melalui tindakan konkret. Perkataan dan perbuatan Yesus merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan (lihat Matius 11: 5-6; bandingkan Lukas 11: 5-6).
Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan
perbuatan-perbuatan-Nya, sebaliknya perbuatan Yesus mewujudnyatakan perkataan-Nya.
Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus tidak hanya berkeinginan agar
masyarakat-Nya memahami konsep-konsep Kerajaan Allah, melainkan berupaya agar
masyarakat-Nya dapat melihat sendiri tanda tanda kehadiran Kerajaan Allah itu
dan terutama merasakan sendiri pengalaman akan Allah yang hadir dan menunjukkan
kuasa-Nya yang menyelamatkan. Bagi Yesus Kerajaan Allah bukan sekedar
janji-janji di masa depan, melainkan realitas yang bisa dihadirkan dan
dirasakan di dunia, sambil menunggu kepenuhannya pada akhir zaman.
2.
kutipan kitab
suci yang menunjukkan pengajaran Yesus tentang Kerajaan Allah melalui
perumpamaan, misalnya: Matius 13:1-53
Ø Dalam banyak kesempatan Yesus mewartakan
Kerajaan Allah dengan menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Perumpamaan itu diambil
dari hal-hal yang sangat dekat dengan dunia pendengarnya, misalnya dengan
menggunakan simbol penabur, biji sesawi, dsb. Sesungguhnya bila Yesus
menyampaikan warta tentang Kerajaan Allah, Ia berharap agar siapapun yang
mendengarnya dapat mengerti kehendak Allah yang tersembunyi di balik
perumpamaan tersebut (bandingkan Ayat 34-35)
Ø Tetapi pewartaan Yesus melalui perumpamaan
baru akan dimengerti bila manusia memiliki sikap mau mendengarkan, tidak
sekedar mendengar, tetapi memperhatikan dengan seksama, dan tidak sekedar
melihat. Hanya mereka yang memiliki keterbukaan hati bagi kehendak Allah yang
dapat menemukan pesan tersembunyi dari perumpamaan tersebut. (bandingkan Ayat
13)
Ø Perumpamaan penabur sudah dijelaskan Yesus
dalam ayat 19-23. Melalui perumpamaan yang serupa, pada ayat 24-30, Yesus
hendak menegaskan bahwa perjuangan menegakkan Kerajaan Allah bukanlah tindakan
yang mudah. Perjuangan menegakkan Kerajaan Allah kerap mendapatkan halangan dan
rintangan, terutama dari kekuatan jahat (musuh) yang menentang kebaikan dan
kebenaran. Tetapi Yesus menegaskan bahwa kita harus kuat sehingga mampu
mengalahkan kekuatan jahat apapun dan dari siapapun.
Ø Perumpamaan biji sesawi dan ragi hendak
mengajarkan kepada kita, bahwa kadang-kadang perjuangan menegakkan Kerajaan
Allah bisa dimulai dari hal-hal kecil, hal-hal yang nampak sepele. Tetapi bila
yang sederhana itu ditekuni dan dibiasakan akan mampu memberi dampak kebaikan
yang lebih besar.
Ø Perumpamaan harta terpendam dan mutiara
berharga, hendak mengatakan bahwa bilamana Kerajaan Allah itu sebagai sesuatu
yang penting dan berharga siapapun akan berusaha mencapainya, bahkan dengan
berani berkorban meninggalkan dan menjual miliknya yang selama ini dianggap
berharga.
Ø Yesus tidak memakai paksaan dan kekerasan
dalam mewartakan Kerajaan Allah. Walaupun demikian, melalui perumpamaan pukat,
di akhir zaman, manusia akan diadili dan dipisahkan antara yang menerima dan
melakukan Kerajaan Allah dengan yang menolaknya
Ø Kerajaan baru bermakna dan membangun hidup
kita bila kita mau mengosongkan diri, membongkar hidup kita yang lama,
meninggalkan apa yang selama dianggap paling baik dan berguna bagi hidup, dan
sepenuhnya menerima Yesus sebagai Juru Selamat yang lebih berharga dari segala-galanya
dalam hidup
2. Kerajaan
Allah yang Diwartakan Yesus
Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus
lebih mirip dengan pandangan para rabi dan para nabi. Allah mulai meraja,
terutama dalam diri Yesus, dan akan mencapai kepenuhan-Nya pada akhir zaman.
Ketika Yesus berkeliling di Palestina untuk mewartakan Kabar Baik dan melakukan
berbagai perbuatan baik, termasuk mukjizat-mukjizat-Nya, menjadi nyata bahwa
Kerajaan Allah sebenarnya mulai dibangun di tengah umat yang percaya.
Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus
secara singkat dapat dikatakan sebagai berikut:
Ø Kerajaan Allah adalah Allah yang meraja atau
memerintah.
Ø Oleh karena itu,
manusia harus mengakui kekuasaan Allah dan menyerahkan diri (percaya)
kepada-Nya, sehingga terciptalah kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan
kedamaian.
Ø Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus akan
mencapai kepenuhannya pada akhir zaman. Di akhir zaman itulah, Allah
benar-benar akan meraja. Dalam rangka ini, Kerajaan Allah terkait dengan
penghakiman terakhir dan ukuran penghakiman adalah tindakan kasih. Mereka yang
melaksanakan tindakan kasih masuk ke dalam Kerajaan Allah (bdk. Mat
25:31-45).
Ø Kerajaan Allah yang mencapai kepenuhannya pada
akhir zaman itu kini sudah dekat, bahkan sudah datang dalam sabda dan karya
Yesus.
Oleh karena itu, orang harus menanggapinya dengan bertobat dan percaya kepada
warta yang dibawa oleh Yesus.
Ø Kerajaan Allah adalah kabar mengenai masa
depan dunia, di mana yang miskin tidak lagi miskin, yang
lapar akan dipuaskan, yang tertindas tidak akan menderita lagi, yang tertawan
akan dibebaskan. Namun, untuk mencapai masa depan yang demikian perlu
perjuangan. Itulah sebabnya,Yesus terus-menerus berjuang supaya hal itu
benar-benar terwujud. Selama hidup-Nya, Yesus terus-menerus berjuang supaya hal
itu benar-benar terwujud. Seluruh hidup Yesus sampai la mengorbankan hidup-Nya
di kayu salib adalah untuk mewujudkan Kerajaan Allah, sehingga orang
benar-benar mengalami damai sejahtera, sukacita, keadilan, dan kebenaran.
Perjuangan Yesus
itu belum selesai, Yesus memberi tugas kepada para pengikutNya untuk
melanjutkan perjuangan itu, agar Allah sungguh-sungguh meraja. Yesus
Mewartakan Kerajaan Allah
A. Pewartaan Yesus
Tentang Kerajaan Allah
Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus kerapkali
memakai perumpamaan, yaitu cerita yang diambil dari kehidupan sehari-hari untuk
menyampaikan suatu kebenaran, khususnya tentang Kerajaan Allah. Dengan
perumpamaan itu, para pendengar lebih mudah menangkap pesan yang ingin
disampaikan oleh Yesus. Perumpamaan membuat orang tertantang untuk
mencari dan menemukan pesan yang berkaitan dengan Kerajaan Allah.
Perumpamaan-perumpamaan Yesus mengenai Kerajaan Allah mau menyampaikan hal-hal
berikut:
1. Kerajaan
Allah Sudah Dekat
Yesus mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah
dekat, bahkan sudah datang, terutama dalam diri Yesus. Ketika Yesus berkeliling
Palestina untuk mewartakan Kabar Baik, sebenarnya Kerajaan Allah mulai tampak
di tengah-tengah umatNya (lih. Luk 10:
23-24).
Pewartaan Kerajaan Allah yang sudah dekat itu
terungkap dalam perumpamaan tentang Pohon Ara (lih. Mrk 13: 28-32). Dekatnya
Kerajaan Allah membawa nada ancaman dalam perumpamaan tentang orang yang
menghadap hakim (lih. Luk 12: 57-58) untuk menuntut kembali pinjaman dari orang
yang berhutang (berdosa), maka harus segera membereskan perkara itu (bertobat)
supaya jangan terlambat; penghakiman terakhir sudah diambang pintu.
Berdekatan dengan perumpamaan tentang pohon
ara adalah perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (lih. Luk
16: 1-8). Perumpamaan ini antara lain man mengatakan bahwa orang harus cerdik,
sebab Kerajaan Allah sudah diambang pintu untuk mengadakan pertanggungjawaban.
Dekatnya Kerajaan Allah berarti juga dekatnya penghakiman Allah.
Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak
berbuah (lih. Luk 13: 6-9) mau menggambarkan bahwa Allah itu
sesungguhnya sabar, tetapi jika pada waktunya orang tidak menghasilkan buah
pertobatan (bdk Luk 3: 8-9), maka penghakiman akan mendatangi
orang itu.
Penghakiman Allah akan datang secara tiba-tiba
dan tidak disangka-sangka (lih. Mat24: 50). Hal ini diilustrasikan dalarn
perumpamaan tentang pencuri yang datang pada waktu ma lain di saat yang tidak
diketahui (lih. Mat 24: 43-44). Kedatangan Kerajaan Allah dan
penghakiman yang tidak tersangka-sangka itu terungkap dalam perumpamaan tentang
gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh.
2. Kerajaan
Allah berarti Allah Mulai Memerintah
Kerajaan Allah berarti Allah yang memerintah
sebagai raja. Allah yang memerintah dilukiskan oleh Yesus sebagai Bapa. Allah
itu sungguh-sungguh Bapa yang baik hati dan suka mengampuni. Dalam perumpamaan
domba yang hilang (lih. Luk 15: 3-7), Yesus menggambarkan
Allah yang suka mengampuni. Dalam perumpamaan orang-orang upahan di kebun
anggur (lih. Mat 20:1-5), Allah digambarkan sebagai “Bapa
keluarga” yang baik hati terhadap orang-orang yang tidak berjasa. Orang yang
dimaksud adalah “pemungut cukai, pelacur, dan orang berdosa” yang bertobat dan
atas dasar kebaikan Allah menerima pemerintahan-Nya.
Dalam perumpamaan anak yang hilang atau Bapa
yang mengasihi anak yang hilang (lih. Luk 15: 11-32) mau
menunjukkan balas kasih dan kasih Allah terhadap orang berdosa dan sukacita-Nya
karena mereka bertobat. Perumpamaan ini juga sekaligus berisi kritik terhadap
orang Farisi (yang dilambangkan anak yang sulung) yang membanggakan jasanya,
tetapi tidak mengerti sikap hat] Bapa. Ketiga perumpamaan dalam Luk 15: 1-32
(domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang) mau menekankan
sukacita Allah yang menyambut orang berdosa yang bertobat ke dalam
Kerajaan-Nya.
3. Kerajaan
Allah Menuntut Sikap Pasrah (Iman) Manusia Kepada Allah
Allah meraja dengan kasih. Oleh sebab itu,
manusia dituntut sikap pasrah, dan sikap iman kepada Allah. Allah menjadi
harapan, sandaran, dan andalan bagi manusia. Manusia tidak boleh mengandalkan
hal-ha1 lain, seperti harta, kekuasaan, bahkan dirinya sendiri.
Yesus menyapa orang miskin dan menderita,
sebab mereka hanya mengandalkan Allah. Baca perumpamaan Yesus tentang orang
Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah (Luk 18: 9-14).
4. Kerajaan
Allah itu Suatu Karunia
Kerajaan Allah adalah karunia dari Allah,
bukan hanya jasa manusia. Dengan kata lain, pemerintahan Allah tidak ditegakkan
atau diwujudkan hanya oleh daya upaya manusia. Kerajaan Allah sebagai karunia
Allah ini diilustrasikan dalam perumpamaan “benih yang tumbuh” (Mrk 4: 26-29);
“ragi” (Mat 13: 33 dst), “biji sesawi” (Mat 13: 31-32), dan “penabur” (Mrk 4:
1-9).
B. Perbuatan-Perbuatan
Yesus Dalam Rangka Memperjuangkan Kerajaan Allah
Perkataan dan perbuatan Yesus merupakan suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan (lih. Mat 11: 4-6). Perkataan atau sabda Yesus
menjelaskan atau menerangkan perbuatan-perbuatan Yesus supaya perbuatan itu
dapat ditangkap maksudnya, sedangkan perbuatan-perbuatan mewujudnyatakan
perkataan-perkataan Yesus, sehingga kata-kata Yesus bukanlah kata-kata kosong,
tetapi kata-kata yang penuh kuasa dan arti. Maka dalam kesempatan ini akan
dijelaskan mengenai perjuangan Yesus melalui perbuatan.
1. Yesus Mengadakan Mukjizat-Mukjizat
Mukjizat hanya sebagai tanda bagi orang yang
percaya, yaitu tanda kemurahan hati Tuhan (Yesus), sedangkan bagi yang tidak
percaya adalah suatu pertanyaan. Mukjizat-mukjizat Yesus itu mau menunjukkan:
a.
Yesus menghubungkan mukjizat-mukjizat-Nya
dengan pemberitaan tentang Kerajaan Allah.
b.
Dasar dan motif mengadakan mukjizat adalah pemberitaan tentang Kerajaan Allah.
c.
Mukjizat-mukjizat Yesus mempunyai arti
mesianis. Artinya, mukjizat-mukjizat Yesus mau menunjukkan bahwa Yesus adalah
Mesias yang dinanti-nantikan. Mukjizat-mukjizat yang dikerjakan Yesus
merupakan tanda dari Kerajaan Allah yang sudah datang. MeIalui penyembuhan
orang sakit dan pengusiran roh-roh jahat menajdi nyata bahwa zaman Mesias sudah
dimulai. Hal ini juga menjadi jelas ketika Yohanes bertanya apakah Yesus adalah
Mesias yang dinantikan. Yesus memberi jawaban dengan berkata : “Pergilah dan
katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar : Orang buta
melihat, orang bisu mendengar, orang mati dibangkitkan, orang kusta menjadi
tahir dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11:4-5).
d.
Mukjizat-mukjizat Yesus menyatakan solidaritas
Allah dengan manusia yang miskin dan menderita serta kerasukan roh jahat.
2. Yesus Bergaul dengan Semua Orang : Tanda
Cinta-Nya yang Universal
Yesus dekat dengan semua orang, maka Ia juga
sangat terbuka terhadap semua orang. la bergaul
dengan semua orang. la tidak
mengkotak-kotakkan dan membuat kelas-kelas di antara manusia. Yesus tidak
pernah hanya dekat dengan sekelompok orang dan menyingkirkan kelompok yang
lainnya. Yesus akrab dengan semua orang (lih. Yoh 7: 42-52) dan penguasa,
bahkam penjajah (lih. Mrk 7: 1-10) yang beritikad baik. Yesus pun akrab dengan
para pegawai pajak yang korup (lih. Luk 19: 1-10), dengan wanita tuna susila
(lih. Luk 7: 36-50), dan para penderita penyakit berbahaya yang dikucilkan.
Pergaulan Yesus dengan orang-orang yang
berdosa dan najis sering dipandang oleh kaum Farisi amat tidak sesuai dengan
adat sopan santun dan peraturan agama yang berlaku pada saat itu.
3. Yesus Membebaskan Orang-Orang dari Beban
Legalisme
Yesus sering dikecam oleh lawan-lawannya
sebagai orang yang suka berpesta pora, suka makan dan minum, tidak berpuasa,
dan tidak menghiraukan banyak ketentuan hukum Taurat lainnya.
Yesus memaklumkan bahwa Allah itu Pembebas.
Allah ingin memungkinkan manusia mengembangkan diri secara lebih utuh dan
penuh. Segala hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan kepada tujuan
memerdekaan manusia. Maksud terdalam setiap hukum adalah membebaskan (atau
menghindarkan) manusia dari segala sesuatu yang dapat menghalangi manusia
berbuat baik. Begitu pula, tujuan hulcum Taurat.
Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat
diringkas dengan mengatakan bahwa Yesus selalu memandang hukum Taurat dalam
terang hukum kasih. Yesus menolak hukum Taurat yang sudah dimanipulasi dan
ditafsirkan secara keliru.
4. Yesus Memanggil Pengikut-Pengikut-Nya
Untuk mewartakan Kerajaan Allah, Yesus
memanggil dan mengutus muridmurid-Nya. Mereka dituntut memiliki keterlibatan
yang radikal. Orang-orang yang dipanggil Yesus harus:
a. Segera
meninggalkan segala-galanya;
b. Belajar dan
hidup dekat dengan Yesus;
c. Siap diutus;
d. Siap
menderita.
Nilai-Nilai Duniawi dan Nilai-Nilai Kerajaan Allah
1. Uang/Harta dan Kerajaan Allah
Uang, harta, dan kekayaan pasti mempunyai
nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang harus
menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan
tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai
yang lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan bernafsu
untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.
Betapa sulitnya orang kaya masuk dalam
Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta masuk ke dalam lubang jarum (bdk. Mrk
10: 25). Maksudnya, Yesus mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan
kekayaan. Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas
terhadap orang miskin dan menderita clan suka membantu mereka dengan
kekayaannya.Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha
nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.
2. Kekuasaan dan Kerajaan Allah
Kekuasaan itu sangat bernilai. Namun, orang
tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah
terhalang. Ada dua cara yang sangat berbeda dalam mengerti dan melaksanakan
kekuasaan. Yang satu adalah penguasaan, yang lain adalah pelayanan. Kekuasaan
dalam Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.Menurut
Yesus, hukum harus berciri pelayanan, belas kasih, dan cinta. Dalam Kerajaan
Allah, kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.
3. Kehormatan/gengsi dan Kerajaan Allah
Kehormatan atau gengsi adalah nilai yang
sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih penting
daripada segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi sampai
mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan gengsi/harga
diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan
keutamaan. Akibat adanya gengsi clan kedudukan inilah masyarakat dapat
terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki status
sosial tinggi dan ada kelompok yang melmiliki status sosial rendah. Sebenarnya,
siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan
nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.
Yesus mengatakan: “Siapakah yang terbesar
dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu
tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini; kamu tidak akan masuk ke
dalam kerajaan surga” (Mat 18: 1-4,. Anak adalah perumpamaan mengenai
“kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi, dan harga diri. Ini
tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kel as tertentu yang akan diterima
dalam Keraj aan Allah. Setiap orang dapat masuk ke dalamnya jika la man berubah
dan menjadi sepenti anak kecil (Mat 18: 3;, menjadikan dirinya kecil seperti
anak-anak kecil (Mat 18: 4).Kerajaan yang diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus
adalah suatu masyarakat yang tidak membeda-bedakan lebih rendah atau lebih
tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan karena pendidikan,
kekayaan, asal usul, kekuasaan, status, keutamaan, atau
keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan
Allah sebagai citra-Nya.
4. Solidaritas dan Kerajaan Allah
Perbedaan pokok kerajaan dunia dan Kerajaan
Allah bukan karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda. Kerajaan
dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif (suku, agama,
ras, keluarga, dan sebagainya) dan demi kepentingan sendiri. Sementara,
Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “Kamu
telah mendengar firman: Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi
Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang
menganiaya kamu” (Mat 5: 43-44). Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengertian
“saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup musuh: “Kasihilah
musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi
orang yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang mencdci kamu” (Luk 6:
27-28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu?
Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi
mereka” (Luk 6: 32).
Solidaritas kelompok (mengasihi orang yang
mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. Solidaritas yang
dikehendaki oleh Yesus adalah solidaritas terhadap semua orang tanpa memandang
bulu, termasuk juga musuh.
Latihan Soal :
1. Jelaskan alasan penggunaan perumpamaan dalam
penyampaian gagasan, pikiran atau pengajaran di kalangan masyarakat!
2. Mengapa Yesus menggunakan perumpamaan dalam
mewartakan Kerajaan Allah?
3. Temukan kutipan perumpamaan Penabur, lalu
jelaskan maknanya berkaitan dengan paham Kerajaan Allah!
4. Apa makna mujizat Yesus dalam kaitan dengan
paham Kerajaan Allah.
5. Apa saja (benda / orang) yang digunakan oleh
Yesus sebagai pembanding (analogi) dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya ?
6. Perhatikan masing-masing perumpamaan Yesus
dalam kutipan tersebut, Apa makna perumpamaan-perumpamaan Yesus yang
diungkapkan dalam kutipan tersebut?
7. Sikap apa yang dibutuhkan agar mampu memahami
perumpamaan Yesus?
BAB V
SENGSARA, WAFAT,
KEBANGKITAN DAN KENAIKAN YESUS.
5.1.
SENGSARA DAN
WAFAT YESUS
1.
Kompetesi Dasar : Memahami makna sengsara, wafat, kebangkitan
dan kenaikan Yesus Kristus demi kebahagiaan manusia
2.
Materi Pokok : Sengsara dan Wafat Yesus
3.
Tujuan
Pembelajaran :
Ø
Peserta didik dapat menjelaskan
sebab-musabab Yesus dijatuhi hukuman mati di kayu salib;
Ø
Menjelaskan dengan kata-katanya
sendiri pesan kisah sengsara menurut Injil Lukas;
Ø
Menjelaskan hubungan makna sengsara
dan wafat Yesus dengan pemahaman tentang Kerajaan Allah dan menyebutkan
tindakan-tindakan yang menunjukkan pengorbanan demi kebahagiaan orang lain.
4.
Kegiatan
Pembelajaran
ü
Doa
-
Menggali
Pengalaman Berkorban Bagi Orang Lain dengan membaca cerita “Santo Maximilian
Kolbe, Martir”.
-
Memahami Kisah
Sengsara Yesus Kristus dan Maknanya (Lukas 22-23).
-
Menghayati Makna
dan Sengsara Yesus dalam Kehidupan Sehari-hari
-
Membaca ringkasan
materi
-
Menyelesaikan
soal latihan
-
Doa Penutup
5.
Rangkuman Materi
SENGSARA
DAN WAFAT YESUS DI SALIB
Kematian merupakan peristiwa yang amat sangat
biasa. Apapun yang hidup pasti suatu saat akan mati. Kematian seolah menjadi
titik akhir dari kehidupan manusia, setelah itu ia lenyap bagai ditelan bumi.
Tetapi, Iman kristiani justru menegaskan, bahwa seharusnya kematian dihayati sebagai pintu
masuk pada kehidupan baru, kehidupan kekal bersama dengan Allah. Maka
persoalannya adalah: bagaimana manusia mempersiapkan dan menghayati kematian
Pada bagian ini, kita diajak membahas sengsara dan kebangkitan Yesus. Sengsara
dan kebangkitan Yesus bagi orang Katolik merupakan dasar iman.
A. Latar Belakang dan
Sebab-Sebab Sengsara dan Wafat Yesus
Untuk memahami peristiwa Yesus dihukum mati
dan menjalani hukuman mati, ada baiknya kita mengamati dua hal berikut ini :
v Konteks sosial menjelang penyaliban Yesus
v Mereka yang berperan dalam penyaliban Yesus
1. Konteks
Sosial Menjelang Penangkapan, Pengadilan, dan Penyaliban Yesus
a. Konteks
Perayaan Paskah
Perayaan Paskah merupakan pesta bangsa Israel
untuk memperingati peristiwa pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Perayaan ini
berlangsung selama tujuh hari, menjadi pekan roti tak beragi. Bangsa Israel
menghayati peristiwa pembebasan dari Mesir sebagai keterlibatan Allah dalam
hidup mereka. Pada perayaan Paskah itu, seluruh rakyat terlibat dengan cara
berziarah ke Yerusalem. Maka, Yerusalem dipadati oleh rakyat yang akan
merayakan Paskah.
Dalam rangka perayaan Paskah tersebut, Yesus
dan murid-murid-Nya juga pergi ke Yerusalem. Dalam situasi Paskah Yahudi
itulah, terjadi peristiwa besar yang menimpa diri Yesus. Ia ditangkap, diadili,
dan disalibkan. Pengadilan dan penyaliban Yesus diwarnai oleh berbagai isu yang
berkembang pada waktu itu.
b. Pemberontakan
terhadap Pemerintah Roma
Biasanya, dalam setiap perayaan paskah,
tentara Roma juga selalu siap siaga untuk menghadapi kemungkinan yang tidak
diinginkan, misalnya kekacauan. Pada masa Yesus, situasi Palestina tidaklah
tenteram. Selalu ada usaha-usaha untuk melawan pemerintah Romawi.
Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah dan
pernyataan diri-Nya sebagai Mesias dapat menumbuhkan harapan bangsa Yahudi akan
datangnya Mesias. Harapan ini akan mendorong mereka untuk memberontak. Dengan
demikian, tindakan Yesus dapat menumbuhkembangkan pemberontakan politis seperti
yang telah dilakukan oleh orang-orang Zelot. Hal itulah yang dijadikan alasan
oleh para pemuka agama Yahudi untuk menghukum Yesus dan menghadapkan-Nya pada
Ponsius Pilatus.
Dalam peristiwa penangkapan dan pengadilan
terhadap Yesus, pasukan Romawi diperalat oleh para pemuka agama yang
mengisyaratkan bahwa Yesus dan pengikut-Nya termasuk dalam kelompok orang yang
mau memberontak. Markus menceritakan, “Dan pada waktu itu adalah seorang yang
bernama Barabas sedang dipenjarakan bersama beberapa pemberontak lainnya.
Mereka telah melakukan pembunuhan dalam pemberontakan” (bdk. Mrk.15:7)
c. Munculnya
Mesias-Mesias Palsu
Pada masa kehidupan Yesus telah muncul
beberapa orang yang diyakini oleh orang-orang Yahudi sebagai Mesias. Mereka
dipandang sebagai Mesias seperti diramalkan oleh nabi Yesaya. Nabi Yesaya
bernubuat bahwa Allah akan mengangkat seorang keturunan Daud untuk naik takhta
kerajaan. Orang-orang yang dianggap memenuhi nubuat nabi Yesaya pada masa itu
antara lain Yudas dari Galilea dan Simon dari Bar Kokhba.
Munculnya mesias-mesias itu selalu diwaspadai
oleh pemerintah Roma. Sebab, biasanya setelah seorang mesias mulai muncul,
maka akan disusul adanya pemberontakan. Mesias-mesias yang ada menjadi biang
kerusuhan.
Injil dengan jelas membedakan antara Yesus dan
orang-orang yang dianggap mesias itu. Hal ini sungguh-sungguh diketahui oleh
Pilatus dan orang-orang Romawi lainnya. Oleh karena itu, dalam proses
pengadilan yang dipimpinnya, Pilatus berusaha membebaskan Yesus. Pilatus
mengetahui bahwa tindakan Yesus berkaitan dengan hidup keagamaan dan bukan
politis. Tindakan Pilatus semakin jelas dengan tawarannya untuk membebaskan
Yesus atau Barabas.
Namun, orang Yahudi tidak mau mengambil risiko
dengan Yesus itu. Yesus pernah membuat kehebohan di Bait Allah. Kalau terjadi
lagi, pasukan Romawi dapat menyerbu Bait Allah. Padahal; banyak penduduk
Yerusalem menggantungkan hidupnya pada Bait Allah. Bait Atlah sebagai tempat
ziarah merupakan sumber nafkah bagi mereka. Maka lebih baik mereka memilih
Barabas untuk dibebaskan.
2. Mereka
yang Berperan dalam Peristiwa Pengadilan dan Penyaliban Yesus
a. Para
Petinggi Agama
Warta dan tindakan Yesus memang baru,
rnerombak agama Yahudi. Hal ini jelas tidak disukai oleh para pemuka agama.
Para pemuka agama itu beranggapan bahwa hanya agama yang menjamin kelangsungan
bangsa. Barangsiapa merongrong agama dianggap membahayakan bangsa. Perubahan
agama dianggap dapat menimbulkan murka Allah. Jika Allah murka maka habislah
riwayat bangsa Yahudi.
Yesus berasal dari “udik”, dari suku yang
agamanya tidak kokoh. “Tidak ada nabi yang berasal dari Galilea!” Yesus tidak
berijazah, tidak berpendidikan, dengan hak apakah la mengutik-utik Kitab Suci?
Yesus tidak mempunyai backing, keluarganya sederhana,
teman-temannya rakyat jelata, sekelompok orang yang tidak mempunyai wewenang
agama sedikit pun. Apa yang dibuat oleh Yesus, sehingga bermacam-macam tuduhan
dilemparkan kepada-Nya oleh para ahli Taurat dan kaum Farisi?
Ø Yesus bergaul
dengan sampah masyarakat
Ahli-ahli Taurat
dari golongan Farisi melihat bahwa ia makan dengan pemungut bea cukai dan
orang berdosa.
Ø Yesus dianggap
melanggar hukum Taurat:
Yesus menyatakan
semua makanan halal; Ia menyentuh orang kusta; Ia tidak berpuasa.
Ø Yesus dianggap
melanggar adat saleh:
Yesus berbicara
dengan perempuan kafir; Ia membela wanita pezinah; Ia makan dengan tangan
najis.
Ø Yesus dianggap
melanggar Sabat:
Yesus berkata:
“Hari Sabat diadakan untuk manusia clan bukan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2:
27)
Ø Yesus dianggap
mencampuri urusan para pemuka agama:
Imam Agung bertanggung jawab atas Bait Allah.
Tetapi, Yesus mengusir para pedagang di Bait Allah, padahal Dia dianggap tidak
mempunyai hak apa-apa terhadap urusan Bait Allah. Yesus dianggap berani
mengatakan bahwa Ia mengerti apa yang dikehendaki Allah, bahwa ia mengenal
Allah lebih daripada para nabi dahulu, lebih daripada Musa. Di mata para
petinggi agama, Yesus dianggap provokator.
b. Para Petinggi Pemerintahan
Pada masa Yesus, situasi Palestina tidak
aman/tenteram, karena selalu ada usaha-usaha untuk melawan pemerintahan Romawi.
Pewartaan Yesus tentang KerajaanAllah dan pernyataan diri-Nya sebagai Mesias
dapat menumbuhkan harapan bangsa Israel akan datangnya Mesias. Harapan ini akan
mendorong mereka untuk memberontak. Dengan demikian, tindakan Yesus dianggap
dapat menumbuhkan pemberontakan politis seperti yang telah dilakukan oleh
orang-orang Zelot. Hal itulah yang telah dijadikan alasan para pemuka agama
Yahudi untuk menghukum Yesus dan menghadapkan-Nya pada Pilatus.
Dalam peristiwa penangkapan dan pengadilan
terhadap Yesus, pasukan Romawi diperalat oleh para pemuka agama bahwa Yesus dan
pengikut-Nya termasuk dalam kelompok orang yang mau memberontak. Markus
menceritakan : “Dan pada waktu itu adalah seorang yang bernama Barabas sedang
dipenjarakan bersama beberapa pemberontak lainnya. Mereka telah melakukan
pembunuhan dalam pemberontakan” (Mrk. 15:7).
Keributan di Bait Allah ketika Yesus dan
murid-murid-Nya menghalau para pedagang mungkin membuat pemerintahan kolonial
Romawi mencurigai Yesus. Ketiga bangsa-Nya sendiri menyerahkan Yesus,
pemerintah Romawi rupanya tidak terlalu berkeberatan untuk mengamankan dan
membebaskan dia dari segala tuduhan.
c. Vonis Hukuman Mati Untuk Yesus
Seluruh majelis agama menolak Yesus. Dengan
suara bulat, mereka memutuskan untuk memberikan hukuman mati terhadap Yesus.
Imam Agung, pemimpin yang dipilih Allah untuk menggembalakan umat-Nya, membuang
Yesus.
Ponsius Pilatus, gubernur sipil menghukum
Yesus. Murid-murid dan teman-teman Yesus tidak seorang pun membela-Nya. Mereka
semua meninggalkan Yesus dan membiarkan Dia dihukurn mati di salib. Menurut
keyakinan Yahudi, mati disalib merupakan tanda bukti bahwa seseorang dibuang
oleh Allah sendiri.
Hukuman mati di salib itu lebih daripada
mencabut nyawa saja. Mati di kayu salib berarti: dibuang oleh bangsanya dan
dikutuk oleh Allah. Mayat seorang terhukum harus lekas-lekas dikuburkan, karena
dianggap mengotori dan menajiskan tanah yang diberikan Allah.
B. Kisah
Sengsara dan Wafat Yesus
Kisah sengsara dan wafat Yesus yang
disampaikan oleh Lukas dalam Injilnya sangat khas. Kesengsaraan Yesus
disampaikan Lukas berpangkal dari hasil pengalaman kehidupannya sebagai murid
Yesus. Lukas adalah salah seorang murid Yesus yang menyampaikan hasil
perenungan perjalanan terakhir hidup Yesus.
1. Penangkapan
Yesus di Taman Getsemani
Yesus mengetahui bahwa la akan mengalami
kesengsaraan sebagai konsekuensi dari pewartaan-Nya yang dianggap mengganggu
gugat kemapanan banyak pihak. Di taman Getsemani, Yesus secara khusus
mempersiapkan penderitaan yang akan ditanggung-Nya.
Ia berdoa kepada Bapa-Nya. Sebagai manusia biasa, Yesus
merasakan ketakutan yang luar biasa sehingga la berseru, “Ya Bapa-Ku, jikalau
Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-Ku,
melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22: 42).
Kebiasaan Yesus untuk berdoa telah diketahui
oleh para murid-Nya. Yudas juga mengetahuinya. Maka, Yudas memanfaatkan
kebiasaan Yesus yang berdoa di tempat-tempat yang sepi sebagai kesempatan untuk
menyerahkan-Nya kepada orang yang akan membayarnya. Setelah Yesus selesai
berdoa, Yudas datang ke taman itu bersama orang banyak. Yesus ditangkap
bagaikan seorang perampok atau penjahat. Penangkapan Yesus ini menjadi awal
penderitaan yang dijalani-Nya. Lukas mencatat: “Dan orang-orang yang menahan
Yesus, mengolok-olok Dia dan memukul-Nya” (Luk 22: 63).
2. Yesus
Diadili oleh Pengadilan Agama
Dari taman Getsemani, Yesus dibawa ke rumah
imam besar. Yang menjabat imam besar pada waktu itu adalah Kayafas. Kayafas bersama
mertuanya, Hanas, melakukan pemeriksaan terhadap Yesus. Di ternpat Imam besar,
Yesus diolok-olok dan dipukuli oleh orang-orang yang menahan-Nya. Imam besar
banyak bertanya kepada Yesus tentang murid-murid-Nya dan ajaran-Nya. Yesus
memberikan tanggapan-Nya. “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu
mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi
berkumpul; Aku tidak pernah bicara sembunyi-sembunyi” (Yoh 18: 20).
Tanggapan Yesus ini tentu saja sangat
menjengkelkan mereka yang mengikuti pemeriksaan itu. Mereka sebenarnya mau
menjebak Yesus untuk menemukan kesalahan yang dapat menjadi alasan menghukum
Dia. Mereka mau menjebak Yesus dengan soal Bait Allah.
Mereka selama ini tidak menyukai campur tangan
Yesus, teristimewa dengan urusan Bait Allah.
Yesus pernah membuat kegemparan dengan mengusir para pedagang dari Bait Allah.
Bait Allah adalah pusat keagamaan bagi orang-orang Yahudi. Bagi para pemuka
agama, Bait Allah menjadi pusat kekuasaan mereka dan menjadi sumber penghasilan
mereka karena pajak yang mereka tarik dalam bentuk pajak keagamaan. Apabila
Bait Allah hancur atau di bawah kekuasaan orang lain, mereka akan kehilangan
kedudukan, jabatan, dan penghasilan. Oleh karena itu, dengan alasan
mempertahankan sistem keagamaan secara nasional, mereka berusaha mempersalahkan
Yesus atas tindakan-Nya terhadap Bait Allah. Namun, mereka tetap belum dapat
menemukan alasan kuat untuk menghukum Yesus.
Kemudian, mereka menghadapkan Yesus ke
Mahkamah Agama. Sidang Mahkamah Agama melanjutkan pemeriksaan awal yang telah
dilakukan oleh imam besar. Mereka bertanya : “Jikalau Engkau adalah Mesias,
katakanlah kepada kami” (Luk.22:67). Pertanyaan ini sebenarnya juga merupakan
pertanyaan jebakan. Para pemuka agama Yahudi mau menyudutkan Yesus untuk
menunjukkan secara jelas identitas-Nya. Mereka telah mengetahui bahwa pengakuan
Yesus sebagai Anak Allah akan menjadi alasan yang dapat diterima semua pihak
untuk menghukum Dia.
Yesus dengan tegas menyatakan bahwa Dia adalah
Anak Allah. Mendengar jawaban Yesus itu, maka dengan segera sidang Mahkamah
Agama mengambil keputusan untuk menghukum mati Yesus, karena la telah
menyatakan diri sebagai Anak Allah. Yesus dianggap telah menghujat Allah.
Setelah mendengar jawaban Yesus, mereka bersepakat membawa Yesus kepada
Pilatus. Hal ini mereka lakukan karena mereka mengetahui hanya Pilatuslah yang
dapat menentukan hukuman mati.
3. Yesus
Diadili oleh Pengadilan Negeri
Wakil pemerintah Roma yang berkuasa pada waktu
itu adalah Pontius Pilatus. Di Palestina, Pontius Pilatus tinggal di Yerusalem
dalam sebuah istana yang dahulu merupakan tempat kediaman resmi raja-raja
Yahudi sewaktu Yehuda masih berdiri. Di depan gedung ini terdapat serambi yang
luas. Di bawah langit terbuka, di sebuah
pelataran, Yesus diadili karena orang-orang Yahudi tidak mau masuk ke dalam
gedung yang mereka anggap sudah dicemarkan itu. Tuntutan mereka harus dituruti
Pontius Pilatus, Yesus harus dihukum mati. Pilatus menanyakan apa yang menjadi
kesalahan Yesus, tetapi tidak ditemukannya. Lalu Pilatus menyatakan kepada
imam-imam kepala, para pemimpin, dan rakyat bahwa ia tidak menemukan kesalahan
apa pun pada diri Yesus (lih. Luk 23: 14-16).
Meskipun mengetahui bahwa Yesus tidak
bersalah, Pontius Pilatus menjatuhkan hukuman. Pilatus membuat kompromi yang
tidak adil. Pilatus akan menyesah Yesus sebelum membebaskan-Nya. Tetapi, mereka
yang hadir dalam pengadilan itu berteriak-teriak menginginkan kematian Yesus.
Setelah disesah, Yesus diserahkannya kepada mereka untuk diperlakukan semau-maunya (lih. Luk
23: 25). Setelah disesah, Yesus dimahkotai duri, diludahi, dicemoohkan, disuruh
memanggul salib menuju Bukit Tengkorak, dan disalibkan di sana bersama dua
orang penjahat.
4. Wafat
Yesus
Santo Lukas mencatat dalam Injilnya bahwa
ketika mereka sampai di tempat bernama Bukit Tengkorak mereka menyalibkan Yesus
di situ bersama dengan dua orang penjahat, yang seorang di sebelah kanan-Nya
dan yang lain di sebelah kiri-Nya. Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka;
sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” Pemimpin-pemimpin mengejek
Dia, katanya: “Orang lain la selamatkan, biarlah sekarang menyelamatkan
diri-Nya sendiri, jika la adalah Mesias, orang yang dipilih Allah” (lih. Luk
23: 34-35).
Seorang dari penjahat yang digantung itu
menghujat Dia, katanya: “Bukankah Engkau
adalah Kristus? Selamatkan diri-Mu dan kami!” Tetapi yang seorang menegur dia,
katanya: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” Kata
Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu sesungguhnya hari ini juga engkau ada
bersama dengan Aku di dalam Firdaus” Selanjutnya, Santo Lukas menulis: Ketika
itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi daerah itu
sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar. Dan tirai Bait Allah terbelah dua.
Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan
nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian, la menyerahkan nyawa-Nya. Ketika
kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya:
“Sungguh, orang ini adalah orang benar!” Dan sesudah seluruh orang banyak yang
datang berkerumun di situ melihat apa yang terjadi, pulanglah mereka sambil
memukul-mukul diri. (Luk 23: 39-49).
Kematian Yesus menurut Lukas disertai dengan
firasat alam yang sangat dahsyat. Firasat alam yang pertama yang dipaparkan
oleh Lukas adalah kegelapan yang meliputi seluruh daerah itu pada tengah
hari (lih.Luk 23: 44).
Kuasa kegelapan tampak seakan-akan memegang
kekuasaannya atas seluruh dunia; semua cahaya dipusatkan pada salib. Kegelapan
sering dihubungkan dengan rasa takut, kecemasan, dan adanya bahaya. Kegelapan menjadi
lambang ketidakberdayaan. Peristiwa kegelapan yang terjadi saat kematian Yesus
memiliki arti yang khusus, yakni sebagai wujud keterlibatan Allah atas kematian
Yesus. Melalui kegelapan yang diciptakan-Nya, Allah mau menyatakan terang
kehidupan baru yang akan muncul. Dari kegelapan lahirlah Mesias yang membuka
sejarah keselamatan baru bagi semua bangsa di dunia.
Tanda kedua yang menyertai wafat Yesus adalah
terbelahnya tirai Bait Allah menjadi dua (lih. Luk 23:45). Terbelahnya
tirai Bait Allah membawa perubahan radikal. Tirai Bait Allah dimaksudkan untuk
memisahkan ruang yang dikhususkan untuk para imam dan orang-orang yang percaya.
Orang-orang yang dianggap tidak pantas seperti orang-orang kafir, wanita,
anak-anak hanya boleh berada di halaman luar Bait Allah. Mereka tidak boleh
melihat dan masuk dalam ruang kudus di Bait Allah.
Saat kematian Yesus, tirai Bait Allah terbelah
dua, dari atas ke bawah. Kematian Yesus membawa kedekatan dengan manusia. Allah
terbuka bagi semua bangsa. Allah adalah Allah beserta kita. Allah kita tidak
tinggal di tempat terasing, dalam ruangan Bait Allah, melainkan berada di
antara kita. Di puncak Golgota, di kayu salib, penyertaan Allah semakin nyata,
yakni penyertaan untuk merangkum penderitaan manusia.
C. Makna Sengsara dan
Wafat Yesus
1) Wafat
Yesus adalah Konsekuensi dari Pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah
Wafat Yesus tidak dapat dilepaskan dari
seluruh perjalanan karya dan hidup-Nya. Yesus sudah mengetahui risiko
penderitaan dan kesengsaraan yang.akan ditanggung-Nya. Bahkan, Yesus sudah
member-itahukan kepada para murid-Nya bagaimana Ia menderita, wafat,
dan disalibkan. Tugas perutusan Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah yang
dilaksanakan melalui sabda dan tindakan-tindakan-Nya akan membawa diri-Nya
pada penderitaan.
Pewartaan Yesus dalam sabda dan tindakan-Nya
sangatlah radikal. Para penguasa, tua-tua bangsa Yahudi, imam-imam kepala, dan
ahli-ahli Taurat sangat tersinggung dengan segala sepak terjang Yesus. Yesus
menyadari bahwa kesaksian yang paling kuat dan paling final tentang
kesungguhan-Nya mewartakan Kerajaan Allah ialah kesiapan-Nya untuk mati demi
pewartaan-Nya itu. Andaikata Yesus lari dari risiko atas pewartaan-Nya, tentu
seluruh pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah tidak akan dipercayai lagi. Maka,
Yesus harus menghadapi risiko pewartaan-Nya dengan tegar hati. Yesus yakin
bahwa dengan sikap-Nya yang konsekuen dan berani menghadapi maut akan
memberanikan semua murid dan pengikut-pengikut-Nya untuk di kemudian hari
mewartakan dan member-ikan kesaksian tentang Kerajaan Allah,
walaupun harus mempertaruhkan nyawa-Nya
2) Wafat
Yesus sebagai Tanda Ketaatan dan Kesetiaan-Nya pada Bapa
Yesus menerima semua yang terjadi atas
diri-Nya dengan rela, karena itulah yang dikehendaki oleh Allah dalam rencana
penyelamatan-Nya. Yesus memandang kematian-Nya bukan sebagai nasib, melainkan
sebagai kurban yang mengukuhkan Perjanjian Baru antara Allah dan umat manusia
seluruhnya. Para murid Yesus diberi teladan untuk mempertaruhkan nyawa sebagai
wujud kesetiaan terhadap Kerajaan Allah.
Tugas untuk mewartakan Kerajaan Allah menuntut
kesetiaan dengan taruhan nyawa. Oleh karena itu, peristiwa salib yang membawa
kematian Yesus bukanlah kegagalan. Peristiwa salib justru merupakan tahap yang
menentukan dalam karya penyelamatan Allah. Wafat Yesus menjadi peristiwa
penyelamatan yang membaharui hidup manusia, karena setelah wafat-Nya, Allah
tidak meninggalkan Dia. Yesus dibangkitkan dari kematian. Wafat Yesus rnemperlihatkan
cinta kasih Allah kepada manusia.
Yesus menyadari bahwa kematian adalah bagian
dari rencana Bapa-Nya. Sabda yang dinyatakan-Nya, “Makanan-Ku ialah melakukan
kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4: 34).
Yesus setia kepada kehendak Bapa-Nya, Ia taat sampai mati. Yesus mengganti
ketaatan-Nya untuk ketidaktaatan kita. “Jadi, sama seperti ketidaktaatan satu
orang, semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan
satu orang, semua orang menjadi orang yang benar” (Rm 5: 19).
Dengan ketaatan-Nya sampai mati, Yesus
menyelesaikan tugas-Nya sebagai hamba yang menderita; seperti yang dikatakan
dalam Yes 53: 10-12.
3) Wafat
Yesus adalah Tanda Solidaritas-Nya dengan Manusia
Wafat Yesus “untuk orang-orang Yahudi suatu
batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan” (1 Kor 1:
23). Tetapi menurut Paulus, bagi arang-arang yang percaya akan Allah, peristi-wa
Yesus disalibkan mempunyai arti baru. Untuk mereka yang dipanggil, baik orang
Yahudi maupun orang yang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmah
Allah. Sebab, yang bodoh dari Allah lebih besar hikmahnya daripada manusia (1
Kor 1: 24-25). Dalam diri Yesus yang wafat disalibkan itu Allah berkarya.
Dalam peristiwa salib, kita dapat mengenal
penyertaan Allah dalam hidup manusia. Allah yang berbelas kasih tidak pernah
meninggalkan manusia. Sekalipun manusia mengalami kesengsaraan dan penderitaan,
Allah tetap menjadi Allah beserta kita (Emmanuel). Kesengsaraan dan
wafat Yesus menjadi tanda agung kehadiran Kerajaan Allah karena memberi
kesaksian tentang Allah yang sebenarnya, yakni Allah yang Mahakasih.
Allah dalam diri Yesus telah solider dengan
manusia. Ia telah senasib dengan manusia sampai kepada kematian, bahkan
kematian yang paling hina. Tidak ada wujud solidaritas yang lebih final dan
lebih hebat daripada kematian Yesus. Yesus rela mati disalib di antara dua
penjahat. Ia telah menjadi manusia, sama dengan kaum tersisih dan terbuang.
4) Wafat Yesus bukti bahwa Allah mengasihi
manusia
5) Kematian Yesus menyelamatkan manusia
Wafat Yesus yang mengerikan bukanlah
kebetulan, tetapi merupakan bagian dari misted penyelamatan Allah. Kitab Suci
sudah menubuatkan rencana penyelamatan Ilahi melalui kematian. “Hamba-Ku yang
Benar” sebagai misteri penebusan yang universal. Santo Paulus dalam pengakuan
iman menyatakan: “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab
Suci” (1Kor 15: 3).
Yesus mati untuk kepentingan kita. Hal ini
ditegaskan melalui surat pertama Santo Petrus yang menyatakan: Sebab kamu tahu,
bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari
nenek moyangmu itu bukan dengari barang yang fana, bukan pula dengan perak dan
emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti
darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (1Ptr 1: 18-19). Santo
Paulus berkata: “Dialah yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa
karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Kor 5: 21).
Penyerahan diri Yesus kepadaAllah telah
mempersatukan kita kembali dengan Allah. Rekonsiliasi antara kita dan Allah
telah terjadi berkat kematian Yesus disalib.
Soal :
1. Jelaskan sebab-musabab Yesus dijatuhi hukuman
mati di kayu salib;
2. Jelaskan dengan kata-katanya sendiri pesan
kisah sengsara menurut Injil Lukas;
3. Jelaskan apa hubungan makna sengsara dan wafat
Yesus dengan pemahaman tentang Kerajaan Allah
5.2.
KEBANGKITAN DAN KENAIKAN YESUS KE SURGA
1.
Kompetesi Dasar : Memahami makna sengsara, wafat, kebangkitan
dan kenaikan Yesus Kristus demi kebahagiaan manusia
2.
Materi Pokok : Kebangkitan dan kenaikan Yesus Ke Surga
3.
Tujuan
Pembelajaran :
Ø
Peserta didik
dapat menjelaskan makna makam kosong dalam peristiwa kebangkitan Yesus
Ø
Menjelaskan makna
penampakan dalam peristiwa kebangkitan Yesus
Ø
Menjelaskan makna
kebangkitan bagi iman Kristen;
Ø
Menjelaskan makna
kenaikan Yesus ke Surga.
4.
Kegiatan
Pembelajaran
ü
Doa
ü
Kegiatan Inti
-
Langkah Pertama: Mendalami
Pengalaman Kehadiran Orang yang Sudah dengan
membaca atau menyimak cerita “Tetap Hadir, Sekalipun Sudah Tiada”.
-
Langkah kedua : Memahami
Peristiwa dan Makna Kebangkitan dan Kenaikan Yesus ke Surga dengan membaca dan
mendalami teks Markus 16:1-20
-
Menghayati
Kebangkitan dan Kenaikan Yesus ke Surga dalam Hidup Sehari-hari (berdiskusi
tentang bentuk kehadiran Yesus Kristus yang dapat dirasakan oleh orang beriman
Katolik saat ini)
-
Membaca ringkasan
materi
-
Menyelesaikan
soal latihan
-
Doa Penutup
Rangkuman Materi
KEBANGKITAN
DAN KENAIKAN YESUS KE SURGA
Kepercayaan bahwa kematian bukan akhir
segalanya bagi hidup manusia tersebar dalam semua agama dan kepercayaan. Mereka
percaya bahwa sesudah kematian, sesungguhnya manusia masih hidup dan terus
hidup, walaupun dalam wujud lain. Bahkan dalam banyak kepercayaan roh orang
yang sudah meninggal masih sering hadir dalam dunia manusia, atau bisa juga
secara sengaja dihadirkan. Roh nenek moyang bahkan bisa diminta bantuannya
untuk peristiwa-peristiwa khusus hidup manusia. Sebagai manusia, Yesus pun
mengalami kematian. Ia wafat dan dikuburkan sebagaimana manusia pada umumnya.
Tetapi kematian bukan akhir segalanya tentang Yesus, sebab Yesus dibangkitkan
Allah dari kematian. Warta tentang kebangkitan Yesus Kristus tersebut merupakan
dasar paling penting dalam iman Kristen, sebab “jika Kristus tidak bangkit,
maka sia-sialah seluruh iman kita” (bandingkan 1Korintus 15: 14).
Kebangkitan Yesus
Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa sejarah.
Perjanjian Baru menegaskan bahwa kebangkitan Yesus dari alam maut merupakan
kejadian yang benar-benar terjadi dalam sejarah manusia dan sejarah
keselamatan. Malahan Santo Paulus telah menulis kepada umat di Korintus sekitar
tahun 56: “Yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah
kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai
dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan,
pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; dan bahwa Ia telah menampakkan
diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya” (1 Korintus
15:3-4). Rasul Paulus berbicara di sini tentang tradisi yang hidup mengenai
kebangkitan, yang ia dengar sesudah pertobatannya di depan pintu gerbang Damaskus
(bandingkan Kisah Para Rasul 9:3-18).
Ø Kubur kosong
menandai Kristus yang bangkit
Kitab Suci Perjanjian Baru menceritakan
tentang makam kosong sebagai titik awal kisah kebangkitan Yesus. Tetapi
kejadian makam kosong ini tidak langsung dengan sendirinya menjadi bukti
tentang kebangkitan. Perempuan-perempuan yang melihat makam Yesus yang kosong,
awalnya berpikir bahwa jenazah Yesus diambil orang (bandingkan Yohanes 20:13;Matius
28:11-15). Walaupun demikian, makam kosong itu adalah satu bukti yang sangat penting
untuk semua orang. Dengan melihat kejadian makam kosong, dan melihat “kain kafan
terletak di tanah” (Yoh. 20:6), maka mereka menjadi percaya bahwa Yesus
benar-benar bangkit (Yoh. 20:8). Mereka akhirnya percaya, bahwa jenazah Yesus
tidak diambil oleh manusia, dan bahwa Yesus tidak kembali lagi ke suatu
kehidupan duniawi seperti Lasarus (bandingkan Yoh. 11:44).
Ø Yesus menampakkan
Diri
Kisah bahwa Yesus bangkit dikuatkan dengan
kisah penampakan Yesus. Pertama kali Yesus menampakkan diri kepada Maria dari
Magdala, Maria Ibu Yakobus dan Salome (bandingkan Mat. 28:9-10; Yoh. 20:11-18).
Merekalah saksi kebangkitan Yesus yang pertama kali. Sesudah itu Yesus
menampakkan diri kepada Petrus, kemudian kepada kedua belas murid-Nya
(bandingkan 1 Kor. 15:5).
Mengapa Kristus
Bangkit?
St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa ada lima
alasan mengapa Kristus bangkit.
Pertama, untuk menyatakan keadilan Allah
Kristus yang rela taat pada kehendak Allah,
menderita dan wafat sudah selayaknya ditinggikan dengan kebangkitan-Nya yang
mulia
Kedua, untuk memperkuat iman kita
Rasul Paulus menuliskan, “Tetapi andaikata
Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah
juga kepercayaan kamu.” (1Korintus 15:14) Dengan kebangkitan-Nya, maka Kristus
sendiri membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan, dan membuktikan bahwa kematian-Nya
bukanlah satu kekalahan, namun merupakan satu kemenangan yang membawa
kehidupan.
Ketiga, untuk memperkuat pengharapan
Karena Kristus membuktikan bahwa Dia bangkit
dan membawa orang-orang kudus bersama dengan-Nya, maka kita dapat mempunyai
pengharapan yang kuat, bahwa pada saatnya, kitapun akan dibangkitkan oleh
Kristus. Inilah yang menjadi pewartaan para rasul, seperti yang dikatakan oleh rasul
Paulus “Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara
orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak
ada kebangkitan orang mati?” (1Korintus 15:12). Bersama-sama dengan Ayub, kita
dapat berkata “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit
di atas debu. yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri
menyaksikan-Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu.”
(Ayub 19:25,27).
Keempat, agar kita dapat hidup dengan baik
St. Thomas mengutip Roma 6:4, “Dengan demikian
kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian,
supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh
kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Dengan
demikian, kebangkitan Kristus mengajarkan kita untuk senantiasa hidup dalam
hidup yang baru, yaitu hidup dalam Roh.
Kelima, untuk menuntaskan karya keselamatan
Allah
Karya keselamatan Allah tidak berakhir pada
kematian Kristus di kayu salib, namun berakhir pada kemenangan Kristus, yaitu
dengan kebangkitan-Nya. Rasul Paulus menuliskan “yaitu Yesus, yang telah
diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.”
(Roma 4:25)
Seperti Apakah
Kebangkitan Yesus?
• Tubuh
kebangkitan Kristus bukanlah seperti hantu, namun tubuh-Nya yang sama, yang
disiksa dan disalibkan, hanya tubuh tersebut sudah dimuliakan. Yesus yang
telah bangkit berhubungan langsung dengan muridmurid-Nya: Ia membiarkan
diri-Nya diraba (bandingkan Lukas 24:39; Yohanes 20:27). dan Ia makan bersama
mereka (bandingkan Lukas 24:30.41-43; Yohanes 21:9.13-15). Ia mengajak mereka
untuk memastikan bahwa Ia bukan hantu (bandingkan Lukas 24:39), sebaliknya
untuk membenarkan bahwa tubuh yang baru bangkit sebagaimana Ia berdiri di depan
mereka, adalah benar-benar tubuh yang sama dengan yang disiksa dan disalibkan,
karena Ia masih menunjukkan bekas-bekas kesengsaraan-Nya (bandingkan Lukas 24:40;
Yohanes 20:20.27). Tetapi tubuh yang benar dan sungguhsungguh ini serentak pula
memiliki sifat-sifat tubuh baru yang sudah dimuliakan: Yesus tidak lagi terikat
pada tempat dan waktu, tetapi dapat ada sesuai dengan kehendak-Nya, di mana dan
bilamana Ia kehendaki (bandingkan Matius 28:9.16-17; Lukas 24:15.36; Yohanes 20:14.19.26;
21:4). Tubuh kebangkitan adalah tubuh illahi. Itulah sebabnya Yesus yang
bangkit juga bebas untuk menampakkan Diri, sesuai dengan kehendak-Nya: dalam
sosok tubuh seorang tukang kebun (bandingkan Yohanes 20:14-15) atau “dalam satu
bentuk lain” (Markus 16:12) dari bentuk yang sudah terbiasa untuk para murid.
• Kebangkitan
Yesus bukan berarti Yesus kembali ke kehidupan duniawi
Kebangkitan Yesus tidak berarti bahwa Yesus kembali
ke kehidupan duniawi seperti yang
dialami oleh puteri Yairus, pemuda Naim, dan Lasarus sesaat setelah mereka
dibangkitkan Yesus sebelum wafatNya. Tindakan Yesus terhadap mereka semata-mata
untuk memberikan bukti kekuasaan Yesus sebagai utusan Bapa. Kelak mereka yang telah
dibangkitkan oleh Yesus akan mati lagi. Kebangkitan Kristus memang lain
sifatnya. Tubuh Yesus yang bangkit adalah tubuh yang dipenuhi dengan kekuasaan
Roh Kudus, tubuh yang ilahi, atau dalam istilah Paulus “Yang surgawi”
(bandingkan 1 Korintus 15:35-50).
Bukti Kebangkitan Yesus
Kisah sengsara dan wafat Yesus hanya memiliki
arti bagi keselamatan kita. Karena dilihat dalam terang kebangkitan.
Kebangkitan Kristus merupakan inti iman kita. St. Paulus menegaskan, “Andaikata
Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah
juga kepercayaan kamu “(1Kor 15:14:15). Dalam Kitab Suci, khususnya Injil,
kebangkitan Yesus diwartakan melalui dua cara, yang pertama melalui kisah
“kubur kosong” dan kedua melalui “penampakan-penampakan”.
1.
Kubur Kosong
Kalau anda ke Israel dan melihat tempat di mana
dahulu Yesus dikuburkan ada tertulis; “Jangan cari orang hidup di tengah-tengah
orang mati, Ia sudah bangkit lihatlah kuburNya kosong”. Ketika kita masuk ke
kuburan itu, memang kosong.
Pertama, memang benar
tidak ada saksi mata yang melihat proses kebangkitan Yesus. Kisah kubur kosong
juga bukanlah bukti akan kebangkitan Yesus, tetapi merupakan tanda dari
kebangkitan. Bila Yesus orang Nazaret yang disalibkan itu telah bangkit (bdk
Mrk 16:6b), maka pastilah kubur-Nya akan kosong. Jadi, kubur kosong itu sendiri
tidak membawa pada iman akan kebangkitan Yesus. Injil Lukas dan Yohanes
mengindikasikan bahwa Rasul Petrus yang menyaksikan kubur kosong, tidak dibawa
pada iman akan kebangkitan Yesus (Luk 24:12; bdk. Yoh 20: 6-7). Kubur
kosong bukan bukti bahwa Yesus telah bangkit, tetapi hanyalah tanda dari
kebangkitan. Iman Rasul Petrus akan kebangkitan ditumbuhkan karena
penampakan dan pertemuan dengan Yesus yang bangkit (Luk 24:34; 1 Kor 15:5).
Kedua, ada empat kisah
kubur kosong, yaitu Mat 28:1-10; Mrk 16:1-8; Luk 24:1-12 dan Yoh 20:1-10.
Keempat kisah kubur kosong itu sepakat bahwa wanita-wanita tertentu dalam
rombongan Yesus menemukan kubur Yesus kosong pada hari ketiga setelah
penyaliban. Meskipun ada perbedaan tentang rincian dalam setiap kisah, tetapi ketiga
Injil sinoptik sepakat menampilkan malaikat sebagai pewarta kebangkitan (Mat
28:5-6; Mrk 16:6; Luk 24:5-7). Inilah kerygma kebangkitan Yesus yang
disampaikan oleh pribadi ilahi, yaitu perwakilan Allah. Malaikat itulah yang
menugaskan para wanita untuk menyampaikan pesannya kepada para murid (Mat 28:7;
Mrk 16:7). Kesaksian malaikat ini tentu merupakan tandingan dari kesaksian
bohong para penjaga kubur Yesus bahwa murid-murid Yesus datang mencuri
jenasah-Nya (Mat 28: 13). Kehadiran malaikat itu merupakan jaminan kebenaran
pewartaan tentang kebangkitan Yesus.
Ketiga, dalam kisah
kubur kosong dalam Injil Yohanes, tidak dikatakan adanya malaikat Tuhan sebagai
jaminan kebenaran pewartaan kebangkitan. Sebagai gantinya, Injil Yohanes
menampilkan ”murid yang dikasihi” (Yoh 20:2). Kesaksian ”murid yang dikasihi”
dikontraskan dengan apa yang dialami oleh Rasul Petrus, yaitu yang melihat kain
kafan, kain peluh, tetapi tidak sampai percaya (Yoh 20:6b-7). Penginjil Yohanes
menjelaskan bahwa sikap Petrus ini terjadi karena ”belum mengerti isi Kitab
Suci” (ay 9). Hal ini hendak mengatakan bahwa kubur kosong itu tidak
mendatangkan kepercayaan akan kebangkitan Yesus. Kubur kosong bukan bukti bahwa
Yesus telah bangkit.
Di lain pihak, ketika ”murid yang lain” itu
masuk ke kubur, ia ”melihatnya dan percaya” (ay 8). Apa yang dilihatnya di
dalam kubur memberikan kepadanya pencerahan untuk mengerti isi Kitab Suci
sehingga membuatnya percaya. Jadi, murid yang lain itu percaya akan kebangkitan
Yesus bukan karena melihat kubur kosong, tetapi karena mendapat pencerahan
untuk mengerti Kitab Suci secara lebih mendalam (bdk. Luk 24:25-27).
Keempat, dusta mahkamah
agama bahwa para murid Yesus mencuri jenasah-Nya sulit diterima karena dusta
ini tidak bisa menjelaskan apa motivasi yang mungkin bisa mendorong para murid
untuk menyebarkan sebuah kebohongan, padahal kebohongan itu menyebabkan mereka
dikejar-kejar, dipenjara dan bahkan dibunuh. Keberanian para murid untuk
menjadi martir mencerminkan keyakinan mereka akan kebangkitan Yesus. Siapa yang
secara sukarela mau mati untuk sesuatu yang diketahui sebagai kebohongan?
Kelima, iman kita pada
kebangkitan Yesus memang tidak didasarkan pada kubur kosong, tetapi didasarkan
pada kesaksian para murid yang melihat Yesus hidup sesudah kematian-Nya. Rasul
Paulus membuat semacam daftar dari para saksi mata ini, yaitu Petrus (Kefas),
keduabelas murid-Nya, lebih dari lima ratus saudara, Yakobus dan terakhir
Paulus sendiri (1 Kor 15:3-8). Untuk meyakinkan para muridnya, Paulus bahkan
menegaskan bahwa kebanyakan para saksi mata itu masih hidup, sehingga bisa
ditanyai tentang kebenaran kebangkitan Yesus itu.
2. Kain Kafan
Bagaimana kita dapat membuktikan bahwa Yesus
benar-benar bangkit? Mudah saja, Anda
dapat melihat kain kafan-Nya. Bila orang Israel mati, maka mayatnya akan
ditutup dengan dua potong kain kafan, satu kain menutupi kaki sampai leher dan
satu kain lagi menutupi leher sampai kepala, kemudian orang itu akan ditidurkan
di sebuah gua. Ketika mendapat laporan dari Maria, bahwa Yesus bangkit, murid-murid
berlari kekuburan-Nya. Mereka berlari sampai ke dalam dan bertemu dengan
malaikat. Kata malaikat kepada mereka, “Lihatlah ! Inilah tempat mereka
membaringkan Dia” (Mark 16:6b) Lalu dalam Yohanes 20:6-7, Petrus melihat bahwa
kain kafan Yesus masih utuh.
Jika ada yang mencuri mayat Yesus, pastilah
kain kafan-Nya tidak akan utuh lagi. Tetapi anehnya, kain kafan Yesus masih
utuh. Gulungannya tetap seperti kepompong, masih utuh dan tidak berantakan sama
sekali. Hanya di dalamnya sudah tidak ada tubuh Yesus. Dia sudah bangkit.
Posisi kain kafan-Nya juga tetap seperti semula tidak berubah sedikitpun. Ini
membuktikan bahwa bukan manusia yang membuka kain kafan itu tapi Yesus sendiri
yang keluar dari kain. Itulah tubuh kebangkitan.
3. Kenaikan Yesus Kristus ke Surga
Selama empat puluh hari setelah kebangkitan,
Yesus menampakkan diri kepada para muridNya. Selama itu, keadaanNya yang mulia
masih terselubung dalam sosok tubuh seorang manusia biasa, sehingga para murid-Nya
dapat mengenali Dia (bandingkan Markus 16:12; Lukas 24:15; Yohanes 20:14-15;
21:4). Ia hadir di tengah mereka, makan dan minum bersama murid-murid-Nya
(bandingkan Kisah Para Rasul 10:41) dan mengajarkan (bandingkan Kisah Para
Rasul 1:3) mereka mengenai Kerajaan Allah. Yesus mengakhiri kebersamaan dengan
para muridNya dengan menyampaikan tugas perutusan untuk mewartakan Injil, dan
menjanjikan kuasa Roh Kudus (Kisah Para Rasul 1:8) . “Sesudah Tuhan Yesus
berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke Surga, lalu duduk di
sebelah kanan Allah” (Markus 16:19) Gereja mengimani bahwa Kristus naik ke
Surga dengan tubuh dan jiwa-Nya. Hal itu disebabkan karena ke-Allahan-Nya,
Yesus senantiasa berada bersama dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Dengan kenaikan-Nya
ke Surga – dengan tubuh dan jiwa – maka Kristus untuk selamanya membawa
persatuan kodrat kemanusiaan-Nya yang telah mulia bersama dengan
ke-Allahan-Nya.
Kenaikan Kristus ke Surga berbeda dengan
pengangkatan Bunda Maria ke Surga. Bunda Maria diangkat ke Surga karena
kekuatan Allah, sedangkan Kristus naik ke Surga karena kekuatan-Nya sendiri –
karena Dia adalah sungguh Allah. Rasul Paulus menegaskan: “Ia yang telah turun,
Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan
segala sesuatu.” (Efesus 4:10). Dengan demikian, Yesus naik ke Surga dan
ditinggikan lebih tinggi dari segala sesuatu baik di bumi maupun di Surga,
bahkan segala sesuatu diletakkan di bawah kaki Kristus (Lihat Efesus 1:20-22). Kenaikan
Yesus Kristus ke Surga, mempunyai makna bahwa Ia ditinggikan dengan
setinggi-tingginya, hal itu diungkapkan dengan perkataan “Duduk di sebelah
kanan Allah Bapa.” . “duduk di sisi kanan Bapa”mengandung makna bahwa Yesus
Kristus sehakikat dengan Bapa dalam
kemuliaan dan kehormatan. Duduk di sebelah kanan Bapa berarti awal kekuasaan
Mesias. Penglihatan nabi Daniel dipenuhi: “Kepada- Nya diberikan kekuasaan,
kemuliaan, dan kekuasaan sebagai raja. Segala bangsa, suku bangsa, dan bahasa
mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya kekal dan tidak akan lenyap. Kerajaan-Nya
tidak akan musnah” (Daniel 7:14). Sejak saat ini para Rasul menjadi saksi-saksi
“kekuasaan-Nya” yang “tidak akan berakhir” (Syahadat Nisea-Konstantinopel).
Makna Kebangkitan Kristus Bagi Kita
Rasul
Paulus menulis sebagai berikut: “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka
sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Korintus
15:17). Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa pengajaran dan termasuk klaim bahwa
Dia sungguh Allah mendapatkan bukti yang kuat. Hal ini diperkuat bahwa
janji akan kebangkitan Kristus telah dinubuatkan sebelumnya. Rasul Paulus
menyatakan, “Dan kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu
bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah
kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada
tertulis dalam mazmur kedua: Anak-Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau
pada hari ini.” (Kisah ParaRasul 13:32-33)
Dengan
kebangkitan Kristus, maka terbukalah pintu masuk menuju kehidupan baru, yaitu
hidup yang dibenarkan oleh Allah atau hidup yang penuh rahmat Allah. Dikatakan dalam Roma 6:4 “Supaya seperti
Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati demikian juga kita akan hidup
dalam hidup yang baru.” Hidup yang baru, yaitu hidup di dalam rahmat, memungkinkan
kita untuk dapat menjadi saudara Kristus dan menjadi anak-anak Allah di dalam
Kristus. Kepercayaan akan besarnya rahmat Allah ini, membuka harapan baru
kepada kita, bahwa pada saatnya nanti, kitapun akan dibangkitkan bersama dengan
Kristus dan kemudian hidup berbahagia untuk selama-lamanya bersama dengan
Kristus dalam persatuan abadi bersama Allah Roh Kudus dan Allah Bapa.
Makna Kenaikan Yesus Ke Surga Bagi Kita
Berkat
kenaikan Yesus ke Surga, maka:
1.
Kristus
adalah Sang Pemimpin kita. Ia akan membawa
serta kita semua yang percaya dan bergabung dengan Dia masuk dalam
kemuliaan surgawi. Kristus adalah Kepala Gereja dan kita adalah
Tubuh-Nya (lihat Efesus 5:23; bandingkan Mikha 2:13), maka kalau Kristus
naik ke Surga dengan kodrat-Nya sebagai manusia dan Allah, maka kita
sebagai anggota-anggota-Nya juga akan diangkat ke Surga dengan tubuh dan
jiwa kita, sebagaimana yang telah Ia janjikan semasa hidup-Nya untuk
menyediakan tempat bagi kita (lihat Yohanes 14:2).
2.
Kristus
menjadi Pengantara Kita pada Bapa. Berkat kenaikan
Kristus ke Surga, kita dapat sepenuhnya mempercayai Kristus. Dia tidak hanya
menjanjikan tempat di Surga, tetapi telah menunjukkan kepada para murid, Dia
sendiri terlebih dahulu naik ke Surga. Dengan kenaikan-Nya ke Surga, maka Dia
dapat menjadi Pengantara kita kepada Allah Bapa (Lihat Ibrani 7:25), sehingga
kita yang berdosa dapat mempunyai kepercayaan yang besar akan belas kasih Allah
(lihat 1Yohanes 2:1).
3.
kita dipanggil untuk hidup berfokus hal-hal
surgawi. Setelah kebangkitan-Nya
dan sebelum kenaikan-Nya ke Surga, para rasul bertanya, “Tuhan, maukah Engkau
pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kisah Para Rasul 1:6). Para
rasul yang pada waktu itu masih belum mengerti secara penuh akan Kerajaan
Allah, masih berharap bahwa setelah kebangkitan-Nya, Kristus akan memulihkan
kejayaan Kerajaan Israel. Namun, dengan kenaikan Kristus ke Surga, maka Kristus
sekali lagi menegaskan bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini namun dari Surga
(lihat Yohanes 18:36). Oleh karena itu, sebagai umat beriman, yang telah
dibangkitkan bersama dengan Kristus – dengan Sakramen Baptis – senantiasa mencari
perkara-perkara di atas, di mana Kristus ada yaitu di Surga (lihat Kolose 3:1).
Dengan demikian kita tidak boleh berfokus pada perkara-perkara di bumi,
melainkan pada perkara-perkara yang di atas atau hal-hal surgawi (lihat Kolose
3:2).
Walaupun Yesus sekarang berada di Surga
bersama Bapa, tetapi kehadiranNya bisa kita rasakan.
1)
Ia hadir melalui
sabda-Nya. Setiap saat kita membaca Kitab Suci, kita
merasakan Yesus yang hadir dan bersabda kepada kita. Sejauhmana kamu setia
membaca Kitab Suci?
2) Ia hadir dalam Ekaristi, terutama komuni. Tubuh (dan
darah) Kristus yang kita terima saat Ekaristi, merupakan tanda kehadiran Yesus
Kristus dalam diri kita. Ia hadir untuk menguatkan iman kita. Sejauhmana kamu
setia dalam mengikuti Ekaristi?
3) Ia hadir dalam sakramen-sakramen. Dalam sakramen
Kristus hadir untuk menyelamatkan.
4) Ia
hadir melalui para pemimpin Gereja. Merekalah wakil Kristus di dunia;
melalui mereka Yesus hadir untuk imam, raja dan nabi. Sejauhmana kita menaruh
hormat dan taat kepada para pemimpin Gereja sebagai wakil Kristus?
Latihan Soal :
1.
Jelaskan makna
makam kosong dalam peristiwa kebangkitan Yesus!
2.
Jelaskan makna
penampakan dalam peristiwa kebangkitan Yesus!
3.
Jelaskan makna
kebangkitan bagi iman Kristen!
4.
Jelaskan makna
kenaikan Yesus ke Surga!
BAB VI
YESUS, SAHABAT,
TOKOH IDOLA, PUTRA ALLAH DAN JURUSELAMAT
6.1. YESUS SAHABAT SEJATI DAN TOKOH IDOLA
1.
Kompetesi Dasar : Memahami pribadi Yesus Kristus sebagai sahabat
sejati, tokoh idola, dan Juru Selamat
2.
Materi Pokok : Yesus sahabat sejati dan Tokoh Idola
3.
Tujuan
Pembelajaran :
Ø
Peserta didik dapat menjelaskan makna
sahabat sejati berdasar Yohanes 15: 11-17;
Ø
menjelaskan beberapa sikap yang perlu
dikembangkan dalam persahabatan,
Ø
memahami beberapa sikap dan pribadi
Yesus yang patut diidolakan dan menjelaskan tindakan yang dapat dibiasakan
sebagai bentuk penghayatan akan Yesus sebagai sahabat dan idola
4.
Kegiatan
Pembelajaran
ü
Doa
-
Mendalami Makna
Persahabatan dan Sikap dalam Membangun Persahabatan dengan membaca atau
menyimak cerita “Cinta sahabat”.
-
Memahami Paham
Yesus Kristus tentang Persahabatan Sejati dan Kepribadian Yesus yang Patut
Diidolakan denagn membaca dan merenungkan Injil Yohanes 15:12-16
-
Menghayati
Teladan Yesus dalam Membangun Persahabatan dan Pribadi Yesus Sebagai Idola
-
Membaca ringkasan
materi
-
Menyelesaikan
soal latihan
-
Doa Penutup
5.
Rangkuman Materi
YESUS SAHABAT
SEJATI DAN TOKOH IDOLA
Sulit dibayangkan orang yang hidupnya tanpa
sahabat. Sebab secara kodrati persahabatan merupakan kebutuhan setiap manusia.
Tak ada manusia yang bisa berkembang secara sempurna tanpa peran seorang
sahabat. Tetapi permasalahannya adalah: persahabatan macam apa yang
memungkinkan seseorang berkembang ? Sebab, dalam kenyataannya sering ditemukan
pemahaman dan penghayatan yang berbeda antara orang yang satu dengan yang lain.
Pemahaman dan penghayatan tentang makna persahabatan akan berpengaruh pada
sikap dalam persahabatan itu sendiri. Ada remaja yang gampang sekali
bersahabat, tetapi gampang pecah pula persahabatan mereka manakala ada
perbedaan pendapat dan kepentingan antar mereka. Persahabatan antardua atau
lebih orang bisa terjadi oleh berbagai sebab: kesamaan hobi, kesamaan sifat
atau karakter, adanya sikap saling membutuhkan, karena merasa cocok dalam
pergaulan, dan sebagainya. Persahabatan merupakan proses yang tidak dengan
sendirinya dapat terjadi, dapat berlangsung sebentar atau lama, tergantung
kemampuan masing-masing membangun dan mempertahankannya.
1.
Sikap-sikap yang harus dikembangkan dalam
persahabatan:
Ø
Saling percaya. Percaya bahwa apapun yang dilakukan sahabat semata-mata
demi kebaikan dan perkembangan yang lebih baik. Percaya bahwa tidak ada kebohongan dan maksud
kurang baik yang terselubung dalam persabahatan.
Ø
Saling menerima
apa adanya. Memahami bahwa
setiap orang itu unik: punyai sikap, karakter, dan kebiasaan yang berbeda.
Tidak menuntut sahabat menjadi seperti yang kita inginkan. Menerima kelebihan
dan kekurangan sahabat
Ø
Saling mengasihi.
Memberi bantuan secara tepat tanpa
pamrih, tidak meninggalkan sahabat pada saat sedang mengalami musibah, bencana
atau dirundung masalah.
Ø
Saling memahami
dan menghormati. Memahami
kegembiraan, harapan, duka dan kecemasan. Memahami kapan bisa meminta bantuan dan
kapan harus menunda. Memberi ruang dan waktu: kapan harus sendiri, kapan harus
bersama. Memahami bahwa ada hal-hal pribadi yang boleh diketahui dan tidak
boleh diketahui. Contoh: sebaiknya tidak membuka catatan harian, HP, tas tanpa
izin.
2. Sikap sikap yang
perlu dihindari dalam persahabatan :
Ø
Egoisme: mementingkan dan mencari keuntungan diri
sendiri. Dalam persahabatan orang perlu berpikir: apakah yang saya lakukan merugikan?
Apakah membuat sahabat merasa terpaksa atau diperdaya?
Ø
Kebohongan: dalam persahabatan diperlukan kejujuran.
Tetapi kejujuran perlu ditempatkan dan disampaikan secara bijaksana agar sahabat
dapat menerimanya tanpa marah atau sakit hati.
3. Tentang
persahabtan sejati menurut Yoh. 15:11-17
ü
Yesus menyebut murid-muridNya sahabat. “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu
berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu”. Kutipan ini hendak
mempertegas, bahwa mereka baru benar-benar disebut sahabat bilamana
mereka saling mengasihi, sebagaimana diperintah Kristus sendiri.
ü
Bila Yesus menuntut agar mereka hidup saling
mengasihi agar disebut sahabat Dia, Yesus sendiri telah lebih dahulu mengasihi
mereka. Yesus mengasihi mereka dengan memberi mereka pengajaran, melihat tanda mukjizat yang tidak dilihat semua orang,
Yesus mendoakan mereka (bandingkan
Yohanes 17), dan kelak, Yesus akan mengasihi mereka secara paripurna dan sehabis-habisnya dengan wafat-Nya di kayu
salib.
ü
“Aku
tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh
tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan
kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku”
Persahabatan Yesus dan para murid bukan sekedar persahabatan biasa. Persahabatan tersebut dilandasi oleh
perjuangan bersama tentang
apa yang telah di dengar Yesus dari bapa-Nya dan yang telah diberitahukan Yesus kepada para murid-Nya, yakni
perjuangan untuk mewartakan
dan mewujudkan Kerajaan Allah.
ü
Para murid itu sahabat istimewa, sebab Yesus
telah menetapkan/memilih mereka secara khusus di antara banyak orang yang
percaya. Keisitimewaan itu mengandung konsekuensi, bahwa para murid diharapkan mampu menghasilkan buah-buah persahabatannya
dengan Yesus dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Keistimewaan itu juga diberikan kepada para murid, sehingga apapun yang mereka minta kepada Bapa dalam nama Yesus akan dikabulkan.
ü
Persahabatan Yesus adalah persahabatan yang
kekal, yang tidak tegoyahan oleh pengkhianatan sekalipun. Kepada Yudas Iskariot, salah seorang murid-Nya yang telah
mengkhianati dan menjual diri-Nya, Yesus
tetap menyapa dia sahabat. “Hai sahabat, untuk itukah engkau datang?” (Matius 26: 50).
ü
Sikap dan tindakan Yesus dalam persahabatan
dengan para murid-Nya, sungguh mengagumkan. Maka
pantaslah Yesus juga kita jadikan sebagai
Idola dan model kita dalam memperkembangkan diri dan dalam membangun persahabatan. Dalam kegiatan berikut kita akan mendalami sikap dan kepribadian Yesus agar kita
makin mantap mengidolakan Dia.
4.
Yesus adalah tokoh yang dapat dijadikan
panutan bagi kaum remaja.
Kepribadian-Nya,
ajaran-Nya, dan tindakan-Nya dapat kita jadikan panutan dalam hidup kita!
Ø Yesus menerima semua orang terutama mereka
yang tersingkir.
Pada zaman Yesus,
para pemimpin agama Yahudi menganggap orang miskin, sakit dan berdosa,
anak-anak dan kaum perempuan merupakan kelompok masyarakat kelas dua, oleh
karena itu mereka tidak pernah diperhitungkan hak-haknya, baik dalam tatanan
kemasyarakatan maupun keagamaan.
Berbeda dengan
para pemimpin agama Yahudi yang menganggap kelompok orang-orang yang disebut
tadi sebagai najis atau kotor; sebaliknya Yesus bergaul dan makan bersama
dengan mereka. Yesus tidak memperlakukan orang berdasarkan status sosial atau
kedudukan, melainkan berdasarkan kenyataan semua orang itu citra Allah. Kemiskinan
membuat seseorang tidak mempunyai orang lain yang dapat diandalkan untuk
menolong dan membela mereka, maka mereka hanya dapat mengandalkan Tuhan. Atas
dasar ini, Yesus hadir di tengah mereka. Yesus menjadi andalan dan harapan,
tempat mereka bergantung.
Ø Yesus berani mengkritik sikap para penguasa
Dalam himpitan
para penguasa Romawi yang menjajah bangsanya, banyak pula para pemimpin lokal
masyarakat Yahudi pada masa Yesus bertindak korup, menindas dan sewenang-wenang
terhadap rakyatnya sendiri, seperti nampak dalam diri Herodes. Atas sikapnya
itu, sampaisampai Yesus menyebut Raja Herodes sebagai serigala (lihat Lukas
13:32). Banyak pula para penguasa mencari hormat dan gelar, mereka menyebut dirinya
pelindung rakyat, padahal tindakannya justru sebaliknya (bandingkan Lukas 22:25)
Kenyataan ini memprihatinkan Yesus. Yesus justru memperjuangkan suatu tatanan
masyarakat yang adil dan beradab. Menurut Yesus, hal itu hanya akan tercapai
bila para penguasa menjalankan kepemimpinannya dengan sikap melayani. Kepada
para murid-Nya, Yesus berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut
pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan
pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.
“Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa ingin menjadi yang terkemuka
di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (Markus
10:43-44). Kritik pedas juga disampaikan Yesus kepada ahli-ahli Taurat,
orangorang Farisi, dan kaum munafik, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi, hai kaum munafik, sebab kamu sama seperti kuburan
yang dilabur putih yang sebelah luarnya memang tampak bersih, tetapi sebelah
dalamnya penuh dengan tulang belulang dan berbagai jenis kotoran. Demikian
jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di
sebelah dalam kamu penuh dengan kemunafikan dan kedurjanaan” (Matius
23:27-28). Keberanian sikap Yesus tersebut tidak bisa diartikan seolah-olah Yesus
anti penguasa. Ia justru mendorong orang-orang untuk tetap melaksanakan
kewajiban kepada para penguasa. Tetapi pelaksanaan hak kepada penguasa tersebut
jangan sampai melalaikan dan mengalahkan kewajiban pada Allah. “Berikanlah
kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa
yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Matius 22:21).
Jadi, yang
dikritik Yesus bukanlah kekuasaannya,
melainkan cara dan sikap orang dalam menjalankan kekuasaan. Kekuasaan seharusnya semakin menyejahterakan rakyat
dan semakin mendekatkan manusia pada Allah.
Ø Yesus mengutamakan kasih dalam menjalankan
aturan agama
Bahaya terbesar
dalam hidup beragama antara lain, ketika orang hanya menjalankan agama
berdasarkan aturan secara membabi buta, atau berdasarkan penafsiran aturan
keagamaan menurut kemauan diri sendiri tanpa peduli nilai-nilai kebenaran yang
hakiki. Bila itu yang terjadi, maka yang muncul adalah fanatisme sempit yang
disertai dengan sikap merasa diri paling benar dan paling baik, sementara yang
berbeda itu salah dan perlu dimusuhi dan dimusnahkan. Fanatisme sempit itu
sangat kentara pada diri para pemimpin agama Yahudi, terutama orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat. Sikap Yesus sangat bertolak belakang dengan sikap
para pemimpin agama Yahudi. Bagi Yesus aturan keagamaan itu penting sejauh
aturan itu membantu manusia untuk mencapai keselamatan seutuh-utuhnya. Yesus sangat
menghormati hukum Taurat, terlebih menerapkannya secara benar. “Jangan kamu
menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukumm Taurat atau kitab para nabi.
Aku datang bukan meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Matius 5:17).
Yesus datang untuk menyempurnakan dan menunjukkan kebenaran hakiki dari isi
Hukum Taurat. Hal tersebut tampak dalam sikap kristisnya terhadap ajaran-jaran
dalam Taurat, misalnya soal membunuh (Matius 5:21-22), soal mempersembahkan
persembahan (Matius 5:23-24), soal zinah (Matius 5:27-30), soal perceraian
(Matius 5:31- 32), soal membalas dendam (Matius 5:38-42), soal kasih kepada
musuh (Matius 5:43-48) dan sebagainya.
Ø Yesus adalah pribadi yang beriman
Orang yang beriman bukanlah orang yang
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Allah. Orang beriman adalah orang yang
percaya akan Allah dan senantiasa membangun relasi dengan-Nya serta yang
hidupnya sepenuhnya mau diatur dan dirajai oleh kehendak Allah dalam ketaatan yang
penuh, tanpa tedeng aling-aling. Orang beriman adalah orang yang mau melakukan
apa saja yang dikehendaki Allah sekalipun seringkali kehendak Allah itu tidak
sama dengan kehendak dirinya sebagai manusia. Pengertian beriman seperti di
atas sangat nampak dalam diri Yesus Kristus. Yesus mempunyai relasi yang erat
dengan Allah Bapa, dan relasi itu diupayakan antara lain dengan doa dalam
setiap saat hidupNya. Ia berdoa saat sedang dibaptis (Lukas 3:21), Ia berdoa
pagi-pagi benar waktu hari masih gelap (Markus 1:35). Ia rehat dari pekerjaan-Nya
untuk berdoa (Markus 6:46, Lukas 5:16). Ia berdoa juga pada malam hari (Lukas
6:12),Ia berdoa seorang diri saja (Lukas 9:18), kadang-kadang ia mengajak para murid
menemani-Nya berdoa (Lukas 9:28). Ia tidak hanya berdoa untuk diri sendiri,
melainkan sering mendoakan murid-Nya dan semua manusia (Yohanes 17:20) Beriman
berarti menyerahkan seluruh hidup secara tolak dan sadar untuk melakukan
kehendak Bapa. Yesus berkata: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak
Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”. Yohanes 4:34.. Ia
melupakan keinginan sendiri demi Bapa: “Bapa, kalau boleh jauhkanlah dari
pada-Ku penderitaan yang harus Aku alami ini, tetapi jangan menurut kemauanKu,
melainkan menurut kemauan Bapa saja” (Lukas 22:42). Dan pada akhirnya menyerahkan
seluruh jiwa raga kepada Bapa. Pada saat wafat-Nya Yesus berseru dengan suara
nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata
demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. (Lukas 23:46).
Latiahan Soal :
1.
Jelaskan alasan
Yesus layak disebut sahabat sejati bagi murid-murid-Nya ?
2.
Sikap apa saja
yang perlu dikembangkan dalam upaya membangun persahabatan sejati ?
3.
Sikap apa yang
sebaiknya dihindari dalam membangun persahabatan sejati?
4.
jelaskan makna
sahabat sejati berdasar Yohanes 15: 11-17;
6.2. YESUS PUTERA ALLAH DAN JURU SELAMAT
1.
Kompetesi Dasar : Memahami pribadi Yesus Kristus sebagai sahabat
sejati, tokoh idola, dan Juru Selamat
2.
Materi Pokok : Yesus Putera Allah dan Juruselamat
3.
Tujuan
Pembelajaran :
Ø
Peserta didik dapat mengungkapkan
pandangannya tentang Yesus sebagai Tuhan;
Ø
Mengungkapkan pandangannya tentang
Yesus sebagai Anak Allah;
Ø
Mengungkapkan pemahamannya tentang
Yesus sebagai Juru Selamat;
Ø
Menjelaskan arti Yesus sebagai Tuhan
bagi umat Kristiani;
Ø
Menjelaskan arti Yesus sebagai Anak
Allah bagi umat Kristiani;
Ø
Menjelaskan arti Yesus sebagai Juru
Selamat bagi umat Kristiani; dan
Ø
Menjelaskan makna percaya kepada Yesus
sebagai Tuhan, Putera Allah, dan Juru Selamat bagi dirinya sendiri.
4.
Kegiatan Pembelajaran
ü
Doa
-
Memahami
Kebiasaan Pemberian Gelar dalam Masyarakat dengan menginventarisasi berbagai
gelar atau sebutan yang dimiliki tokoh-tokoh masyarakat.
-
Memahami Gelar-Gelar
Yesus dalam Kitab Suci dan Maknanya Bagi Iman Kita
-
Menghayati
Gelar-Gelar Yesus dalam Kehidupan Sehari-hari dengan membaca kutipan Matius
16:13-20
-
Membaca ringkasan
materi
-
Menyelesaikan
soal latihan
-
Doa Penutup
5.
Rangkuman Materi
YESUS PUTERA ALLAH DAN JURUSELAMAT
Dalam Kitab Suci, khususnya Kitab Suci
Perjanjian Baru, Yesus memiliki banyak gelar. Dari sekian banyak gelar
tersebut, ada tiga gelar yang sering disebut, yakni gelar Yesus sebagai
“Tuhan”, “Anak Allah”, dan “Juru Selamat”
Gelar-gelar Yesus:
1.
Yesus itu TUHAN
Gelar Yesus sebagai “Tuhan”. Gelar itu
dituliskan dalam beberapa variasi, antara lain: Yesus Tuhan, Tuhan Yesus, Tuhan
kita, Tuhan kita Yesus Kristus. Bahkan, dalam surat-surat Paulus gelar ini
dipakai lebih dari 200 kali. Kata “Tuhan” (dalam bahasa Yunani “Kyrios”) berarti “Dia
yang mengatur seseorang atau sesuatu”. Yesus Tuhan berarti Yesus yang
memiliki kuasa untuk mengatur atau memimpin. Yesus adalah pemimpin yang diurapi
Allah (bandingkan Lukas 2: 11), yang dipilih dan dilantik langsung oleh Allah.
Gelar “Tuhan” dikaitkan dengan peranan Yesus
sebagai Penyelamat manusia (bandingkan 2Petrus 1: 11). Wibawa kemuliaan bukan
untuk menghancurkan, melainkan untuk menyelamatkan.
Ø Gelar “Tuhan”
terkait erat dengan kemuliaan dan kedatangan-Nya kembali dengan kemuliaan-Nya
pada akhir zaman, untuk mengadili atau menghakimi.
Ø Gelar “Tuhan”
menunjukkan wibawa atau kuasa Yesus yang tidak dapat dibantahkan oleh siapapun,
sebab apa yang disampaikanNya merupakanm perintah Tuhan sendiri (bandingkan
1Korintus 9: 14). Anak manusia adalah Tuhan atas hari Sabat (bandingkan Markus
2: 28).
Ø Gelar “Tuhan”
merupakan seruan doa dan ibadat. Itulah sebabnya dalam doa-doa orang Kristen
berseru Yesus sebagai Tuhan. Yesus adalah satu-satunya Junjungan (bandingkan
1Korintus 8: 5). Bila orang Kristen berkumpul dan bernyanyi, mereka bernyanyi
bagi Tuhan.
Seruan “Yesus Tuhan” adalah seruan iman.
Kepercayaan khas orang Kristen adalah kepercayaan akan Yesus, Kristus Tuhan
(bandingkan Roma 10: 9). Roh Kuduslah yang mengantar orang sampai pada
pengakuan bahwa Yesuslah Tuhan (bandingkan 1 Korintus 12: 3).
2. Yesus adalah Anak Allah
Gelar “Anak Allah” menunjukkan hubungan khas
antara Yesus dan Allah. Tidak ada hubungan yang begitu erat dan mesra seperti
Yesus dan Allah (bandingkan Yohanes 10: 30). Dalam hubungan yang erat tersebut
tetap terlihat bahwa antara Yesus dan Bapa berbeda. Yesus tidak sama dengan
Allah Bapa. Allah Bapa berbeda dengan Yesus sang Anak (bandingkan Yohanes
14:28). Anak dan Bapa memiliki peranan yang berbeda. Hubungan antara Bapa dan
Anak itu tampak dalam “ketaatan”. Yesus taat sempurna terhadap Allah, Bapa-Nya
(bandingkan Yohanes 4:34). Seluruh hidup dan pribadi Yesus melayani dan
melaksanakan kehendak Bapa, dan semua itu dijalankan dengan ketaatan secara
total, bahkan taat sampai mati di kayu salib.
Ø Gelar “Anak Allah”
juga menunjukkan pengetahuan dan pengenalan Yesus yang istimewa tentang Allah.
Hanya Anaklah yang mengenal Bapa dengan baik (bandingkan Matius 11: 27).
Pengetahuan-Nya bukan sekedar pemahaman intelektual, melainkan lebih sebagai
sikap pribadi.
Ø Gelar “Anak
Allah” juga memperlihatkan “kewibawaan Yesus”. Yesus adalah Anak Allah yang
berwibawa.
3. Yesus adalah Juru Selamat
Yesus datang untuk menanggapi kerinduan
manusia yang paling mendalam yaitu keselamatan secara paripurna. Keselamatan
itu dinyatakan dengan pembebasan manusia dari dosa (bandingkan Matius 1: 21)
dan mendekatkan kembali manusia kepada Allah (bandingkan Ibrani 7: 25). Seluruh
kata dan perbuatan-Nya terarah pada upaya mendekatkan hubungan manusia dan
Allah (bandingkan Roma 5: 10).
Melalui perjuangan-Nya, Yesus menyatakan bahwa
keselamatan yang diberikan Allah itu semata-mata sebagai kasih karunia Allah
(bandingkan Kisah Para Rasul 15: 11). Keselamatan yang dialami manusia bukan
pertamatama usaha manusia, melainkan karunia kasih-Nya (bandingkan 1Korintus 1:
21). Walaupun demikian, Allah tetap bersikap aktif dalam mengupayakannya. Keselamatan
itu berkembang dalam pewartaan (bandingkan Yakobus 1:21). Yesus mewartakan
bahwa keselamatan itu bagaikan biji yang ditaburkan, yang mulai dari hal-hal
kecil tetapi akan bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah (bandingkan Matius
13: 1-9). Keselamatan yang ditawarkan Yesus itu tetap diteruskan dalam Gereja dan
terlaksana secara sakramental. Sakramen dalam Gereja mengungkapkan tindakan
Allah yang menyelamatkan. Kedudukan Yesus sebagai Juru Selamat sekaligus
menegaskan bahwa Ia datang untuk menolong manusia karena manusia tidak dapat
menolong dirinya sendiri. Ia tampil sebagai jalan dan sarana mencapai
keselamatan yang ditawarkan Allah itu. Janji itu pula yang menjadi kekuatan dan
harapan yang pasti, bahwa pada saatnya keselamatan itu akan dinyatakan secara
penuh.
v Jika kita
mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, maka itu berarti:
Ø Kita menjadikan
Yesus sebagai pimpinan atau junjungan yang mengarahkan hidup kita. Hidup kita
setiap hari ada di dalam pimpinan-Nya.
Ø Kita menjadikan
kata-kata Yesus sebagai kata terakhir, sebab katakataNya adalah sabda Tuhan.
Kata-kata-Nya adalah ukuran terakhir dan tertinggi.
Ø Pengakuan kita
terhadap Yesus merupakan pengakuan iman yang merupakan semboyan perjuangan
sampai tuntas. Yesus Tuhan dulu dan sekarang. Pengakuan ini adalah suatu sikap
penyerahan diri kepada-Nya dengan segala risiko.
v Jika kita
mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah, maka itu berarti:
Ø Yesus merupakan
teladan bagi kita dalam hal ketaatan kepada kehendak Allah daripada ketaatan
kepada kehendak sendiri.
Ø Yesus adalah
pribadi yang menampilkan wibawa dan pesona Ilahi. Orang yang berhadapan dengan
Yesus berarti berhadapan dengan wibawa dan pesona Ilahi itu.
Ø Yesus dekat
dengan Allah yang tersuci dan pantas dihormati. Sebutan itu menumbuhkan rasa
devosi dan penyerahan diri.
v Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Juru
Selamat, maka itu berarti:
Ø Kita bersedia mengikuti-Nya dan bersedia
dibaptis sebagai tanda iman akan tawaran keselamatan dari Yesus.
Ø Kita menjadikan Yesus sebagai Penolong untuk
sampai kepada Allah, karena kita tidak dapat menolong diri kita sendiri di
hadirat Allah.
Ø Kita percaya bahwa Yesus telah membebaskan
kita dari dosa dan maut; percaya bahwa kita adalah orang-orang yang telah
diselamatkan. Untuk menunjukkan diri sebagai orang yang telah diselamatkan,
kita hidup sesuai dengan firman-Nya.
ü Kita menjadikan
Yesus sebagai Penolong untuk sampai kepada Allah, karena kita tidak dapat
menolong diri kita sendiri di hadirat Allah.
ü Kita percaya
bahwa Yesus telah membebaskan kita dari dosa dan maut; percaya bahwa kita
adalah orang-orang yang telah diselamatkan. Untuk menunjukkan diri sebagai
orang yang telah diselamatkan, kita hidup sesuai dengan firman-Nya.
Soal Latihan :
1. Sebutkan beberapa gelar Yesus dan jelaskan
makna gelar-gelar Yesus!
2. Jelaskan konsekuensi iman akan gelar Yesus
bagi kehidupan iman!
BAB VII.
ALLAH TRITUNGGAL
DAN ROH KUDUS
7.1. TRITUNGGAL MAHA KUDUS
1.
Kompetesi Dasar : Memahami Allah Tritunggal sebagai kebenaran
iman Kristiani
2.
Materi Pokok : Tritunggal Mahakudus
3.
Tujuan
Pembelajaran :
Ø
Peserta didik dapat menjelaskan
beberapa kutipan Kitab Suci, yang mengungkapkan pernyataan Yesus sendiri
tentang kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus,
Ø
Menjelaskan beberapa pernyataan Bapa
Gereja tentang ajaran Tritunggal Mahakudus,
Ø
Menjelaskan isi dogma Tritunggal
Mahakudus menurut Katekismus Gereja Katolik,
Ø
Menjelaskan makna kata “hakikat/
kodrat” dalam upaya menjelaskan makna Tritunggal dan
Ø
Menjelaskan beberapa tradisi dalam
Gereja yang mengungkapkan penghayatan Gereja akan Allah Tritunggal
4.
Kegiatan
Pembelajaran
ü
Doa
ü
Kegiatan Inti
-
Langkah Pertama: Mendalami
Cerita dan Pengalaman Peserta didik Terhadap Karya Allah yang Trinitaris dengan
membaca dan mendengarkan cerita yang berjudul “ Kami Bertiga, Kamu Bertiga”.
-
Langkah kedua :
Ajaran Gereja tentang Tritunggal denagn membaca teks kitab suci serta menjelaskan isinya berkaitan dengan
Allah Tritunggal: • Yohanes 10:30 • Yohanes 14:9 • Yohanes 17: 21 (bandingkan
Lukas 3: 22) (bandingkan Matius 17:5). • Yohanes 17:5 • Yohanes 1:1-3 • Yohanes
15:26 • Yohanes 14:6 • Matius 28:18-20
-
Langkah Ketiga : Menghayati
Iman Akan Tritunggal Mahakudus dalam Kehidupan Sehari-Hari
-
Doa Penutup
TRITUNGGAL
MAHA KUDUS
Allah Tritunggal
merupakan rangkuman dari seluruh iman dan ajaran Kristiani. Iman akan Allah
Tritunggal bukanlah titik pangkal, melainkan kesimpulan dari rangkuman seluruh
sejarah pewahyuan Allah serta tanggapan iman manusia. Inti pokok iman akan
Allah Tritunggal ialah keyakinan bahwa Allah (Bapa) menyelamatkan manusia dalam
Kristus (Putra) oleh Roh Kudus.
1.
Ajaran Gereja Tentang Allah Tritunggal
v Beberapa istilah
(terminologi) yang menyangkut Tritunggal
Bahwa kita percaya akan adanya satu Allah Tiga
Pribadi memang tidak mungkin dijelaskan. Tetapi ada beberapa istilah
dalam hubungan dengan iman kita itu kiranya perlu dipahami.
a.
Arti Allah kita Satu (Tunggal)
Dalam syahadat dikatakan: “Aku percaya akan
SATU ALLAH”. Apa artinya kata “SATU”? Kata “SATU” dalam konteks “SATU ALLAH”
tidak persis sama dengan bilangan “satu” dalam pengertian matematika. Jika kata
“SATU” dalarn konteks “SATU ALLAH” dimengerti sebagai bilangan matematis, maka
kita membuat kesalahan besar. Kita terjerumus untuk memasukkan Allah yang mengatasi
segala-galanya hanya sekedar bilangan belaka. Seakan-akan Allah itu dapat
dihitung atau dikalkulasi seperti barang-barang.
ALLAH adalah SATU, artinya adalah tunggal,
utuh tak terbagi, tak terceraiberaikan, sempurna, dan tidak ada sesuatu apa
pun yang perlu ditambahkan kepada-Nya. Jika satu adalah utuh, penuh, sempurna,
maka Allah sama dengan satu. Allah adalah keutuhan, kepenuhan, dan
kesempurnaan.Jadi, makna kata “satu” dalam konteks iman akan “Satu Allah”
menunjukkan kepada kesempurnaan Allah, keutuhan Allah, dan kepenuhan Allah.
b.
Arti Tiga Pribadi dalam Satu Allah
Allah Tritunggal adalah satu dan Tiga Pribadi
sekaligus (Bapa, Putra, dan Roh Kudus). Apa artinya? Apanya yang tiga? Bukan
ada tiga Allah, yang tiga adalah Pribadi-Nya. Dalam bahasa sehari-hari, kata
“pribadi” dikenakan pada manusia. Manusia adalah makhluk yang mempribadi. Hanya
manusia yang merupakan makhluk ciptaan yang berpribadi dan berelasi. Artinya,
hanya manusia yang dapat menyapa, mengkomunikasikan diri, bergaul, solider, dan
sebagainya.
Allah adalah satu dan tiga pribadi, artinya
Allah adalah Dia yang berelasi, menyapa, merangkul, menghadirkan diri, dan
mengkomunikasikan diri. Jika Allah adalah Allah yang berelasi, relasi macam
apakah yang dihadirkan oleh Allah? Relasi Allah adalah relasi kesatuan,
kesempurnaan, ketunggalan, dan keutuhan dalam keilahian-Nya. Artinya,
masing-masing berada dalam satu kesempurnaan ilahi yang tidak kekurangan
sedikit pun. Relasi kesatuan semacam itu hanya dapat dijelaskan kalau merupakan
relasi kasih. Jadi, tiga pribadi Allah yang relasional adalah Allah yang saling
mengasihi, yang saling mencintai secara penuh, total, selesai, dan sempurna.
Misteri Allah Tritunggal, dengan demikian adalah misteri Allah Yang Mengasihi.
2.
Doa-Doa dan Ibadat yang Mengungkapkan Iman
kepada Tritunggal
a.
Tanda Salib :
“Demi Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”
Apa artinya tanda salib?
ü Sebagai
peringatan akan Yesus yang mati di salib sebagai Juru Selamat manusia.
ü Sebagai tanda
karya penyelamatan dan penebusan yang mendamaikan alam semesta, memberi hidup,
dan mengalahkan yang jahat. Menurut keyakinan Kristiani, karya keselamatan dan
penebusan berpangkal pada Allah dan dilaksanakan oleh Allah, yakni oleh Allah
Tritunggal, yaitu Bapa, Putra, dan Roll Kudus.
ü Menandai dirinya
dengan salib sambil menyerukan nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, kita
menempatkan diri kita seluruhnya di bawah naungan salib Yesus yang mendapat
kekuatan untuk mengalahkan dosa dan mengantar manusia kepada Allah Bapa,
melalui Putra dalam Roh Kudus.
b.
Doa “Kemuliaan
(Gloria)”
ü Jika kita
mendoakan/menyanyikan “Kemuliaan/Gloria”, kita ingat akan semua yang dilakukan
Allah bag] kita. Walaupun kita katakan “Kemuliaan kepada Allah di surga”, kita
tahu bahwa Allah telah turun dari surga untuk keselamatan kita dan untuk
mengangkat kita ke surga. Oleh karena itu, kita memuji-Nya dengan iman dan
cintakasih.
ü Jika kita
mendoakan/menyanyikan “Kemuliaan/Gloria”, kita memuji Putra Allah yang setara
dengan Bapa, yang menghapus dosa dunia, dan yang menebus kita.
ü Dalam doa:
“Kemuliaan kepada Bapa, Putra, dan Roh Kudus. ....” kita memuliakan Allah
Tritunggal dan Kristus Penebus kita yang mewahyukan Bapa bersama dengan Roh
Kudus.
c.
Syahadat (Credo)
Apa yang diungkapkan dalam “Syahadat”, baik yang
singkat maupun yang panjang?
ü Syahadat
sesungguhnya merupakan pengakuan Iman akan Allah Tritunggal.
ü Syahadat
merupakan ringkasan seluruh sejarah suci mulai dari penciptaan, penjelmaan,
kebangkitan, kedatangan Roll Kudus, misteri Gereja, sakramen-sakramen, sampai
dengan kehidupan kekal. Setiap kali kita mengucapkan/mendoakan “Syahadat“, kita
mengenangkan seluruh sejarah keselamatan. Sejarah keselamatan adalah sejarah
keselamatan yang berasal dari Bapa, terlaksana oleh Putra, dan dilanjutkan
oleh Roll Kudus di dalam Gereja sampai pada akhir zaman.
d.
Doxologi
Apa artinya doxologi?
Bagaimana isi doanya dan kapan didoakan?
ü Doxologi artinya
doa pujian. Ciri khas doxologi dalam liturgi Ekaristi adalah susunannya yang
triniter. Artinya, Allah Tritunggal Mahakudus yang menjadi isi/inti doa
tersebut.
ü Pada akhir doa
Syukur Agung didoakan doxologi: “Bersama dan bersatu dengan Kristus dan dengan
perantaraan-Nya, dalam persatuan dengan Roh Kudus, disampaikanlah kepada-Mu
Allah Bapa Yang Mahakuasa, segala hormat dan pujian, kini dan sepaniang segala
masa.” Amin.
e.
Pembaptisan
Pembaptisan
orang Kristiani memakai rumusan Trinitas. Pada waktu membaptis, Imam (Romo)
mengucapkan “Aku membaptis kamu, dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus.”
Dengan Pembaptisan itu, orang yang dibaptis dipanggil untuk mengambil bagiand
alam kehidupan Tritunggal Mahakudus.
Soal Latihan :
1. Jelaskan beberapa pernyataan Bapa Gereja
tentang ajaran Tritunggal Mahakudus!
2. Jelaskan isi dogma Tritunggal Mahakudus
menurut Katekismus Gereja Katolik!
3. Jelaskan makna kata “hakikat/ kodrat” dalam
upaya menjelaskan makna Tritunggal!
4. Jelaskan beberapa tradisi dalam Gereja yang
mengungkapkan penghayatan Gereja akan Allah Tritunggal!
7.2. PERAN ROH KUDUS BAGI GEREJA
1. Kompetesi Dasar :
Memahami Allah Tritunggal sebagai
kebenaran iman Kristiani
2. Materi Pokok : Peran Roh Kudus bagi Gereja
3. Tujuan Pembelajaran :
Ø
Peserta didik dapat menyebutkan
lambang-lambang Roh Kudus dan menjelaskannya;
Ø
menjelaskan peran Roh Kudus dalam
kehidupan beriman Kristiani,
Ø
menjelaskan rahmat yang akan diterima
bila Roh Kudus tinggal dalam diri Manusia,
Ø
menjelaskan peran Roh Kudus bagi
Gereja,
Ø
menjelaskan karunia-karunia Roh Kudus;
Ø
menyebutkan buah-buah roh dan
buah-buah daging; dan melakukan ibadat Novena Roh Kudus
4.
Kegiatan
Pembelajaran
ü
Doa
ü
Kegiatan Inti
-
Memahami Gelar,
Lambang, Peran Roh Kudus dalam Kehidupan Gereja
-
Menghayati Makna
Buah-Buah Roh Kudus dengan membaca dan
merenungkan surat Santo Paulus kepada Umat di Galatia (Galatia 5: 16-26)
-
Refleksi untuk
Menghayati Karunia Roh Kudus dengan melakukan ibadat bersama, dengan
menggunakan bahan dari Puji Syukur 93
-
Baca rangkuman Materi
-
Menyelesaikan
soal latihan
-
Doa Penutup
5. Rangkuman Materi
PERAN ROH KUDUS
BAGI GEREJA
Roh Kudus adalah
daya kekuatan Allah yang mengangkat dan mengarahkan hidup kaum beriman. Roh
Kudus sendiri tidak kelihatan dan juga jarang dibicarakan. Yang dikenal adalah
pengaruh-Nya, akibat karya-Nya. Karya Roh Kudus itu lazim disebut “rahmat” atau
“kasih karunia”. Rahmat atau kasih karunia Allah itu diberikan kepada manusia
secara cuma-cuma. Dengan kasih Allah itu, manusia diajak dan dimampukan untuk
mengambil bagian dalam hidup Allah sendiri. Karena kasih Allah itu juga,
manusia makin menyadari ketidakpantasannya sekaligus keberaniannya untuk
membuka diri bagi kebaikan dan kekudusan Allah. “Rahmat” berarti bahwa “kita
telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita dan mengakui
bahwa Allah adalah kasih” (bandingkan 1 Yohanes 4: 16). Kasih Allah itu telah
dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada
kita (bandingkan Roma 5: 5). Kasih itu disebut “rahmat”, karena merupakan
pemberian diri Allah yang bebas dan berdaulat.
v
Gelar-gelar Roh
Kudus
Ø Parakletos
:penghibur/pembantu.
Ø Roh kebenaran (Yoh
16:13).
Ø Roh yang dijanjikan (Galatia
3:14, Efesus 1:13).
Ø Roh Kristus(Rom
8:11).
Ø Roh Tuhan(2 Kor
3:17).
Ø Roh Allah.
Ø Roh kemuliaan (1
Petrus 4:14).
v
Lambang-lambang
Roh Kudus
ü
Air. Dalam upacara Pembaptisan air adalah
lambang tindakan Roh Kudus, karena sesudah menyerukan Roh Kudus, air menjadi
tanda sakramental yang berdaya guna bagi kelahiran kembali. Seperti pada
kelahiran kita yang pertama kita tumbuh dalam air ketuban, maka air Pembaptisan
adalah tanda bahwa kelahiran kita untuk kehidupan ilahi, dianugerahkan kepada
kita dalam Roh Kudus. “Dibaptis dalam satu Roh”, kita juga “diberi minum dari
satu Roh” (1 Korintus 12:13). Jadi Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang
menghidupkan, yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan dan yang memberi kita
kehidupan abadi.
ü
Urapan. Salah satu lambang Roh Kudus adalah
juga urapan dengan minyak, malahan sampai ia menjadi sinonim dengan-Nya. Dalam
inisiasi Kristen, urapan adalah tanda sakramental dalam Sakramen Penguatan,
yang karenanya dinamakan “Khrismation”
dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari
lambang ini, orang harus kembali ke urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan:
Urapan Yesus. “Khristos” (terjemahan dari perkataan Ibrani “Messias”) berarti
yang “diurapi dengan Roh Allah”. Dalam Perjanjian Lama sudah ada orang yang
“diurapi” Tuhan; terutama Daud adalah seorang yang diurapi. Tetapi Yesus secara
khusus adalah Dia yang diurapi Allah: kodrat manusiawi yang Putera terima,
diurapi sepenuhnya oleh “Roh Kudus”. Oleh Roh Kudus, Yesus menjadi “Kristus”.
Perawan Maria mengandung Kristus dengan perantaraan Roh Kudus, yang
mengumumkan-Nya melalui malaikat pada kelahiran-Nya sebagai Kristus, dan yang
membawa Simeon ke dalam kenisah, supaya ia dapat melihat yang diurapi Tuhan. Ia
yang memenuhi Kristus, dan kekuatan-Nya keluar dari Kristus, waktu Ia melakukan
penyembuhan dan karya-karya keselamatan. Pada akhirnya Ia jugalah yang
membangkitkan Yesus dari antara orang mati. Dalam kodrat manusiawi- Nya, yang
adalah pemenang atas kematian, setelah sepenuhnya dan seutuhnya menjadi
“Kristus”, Yesus memberikan Roh Kudus secara berlimpah ruah, sampai
“orang-orang kudus” dalam persatuan-Nya dengan kodrat manusiawi Putera Allah
menjadi “manusia sempurna” dan “menampilkan Kristus dalam kepenuhan-Nya”
(Efesus 4:13): “Kristus paripurna”, seperti yang dikatakan santo Agustinus.
ü
Api. Sementara air
melambangkan kelahiran dan kesuburan kehidupan yang dianugerahkan dalam Roh
Kudus, api melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Nabi Elia, yang
“tampil bagaikan api dan perkataannya bagaikan obor yang menyala” (Sir 48:1),
dengan perantaraan doanya menarik api turun atas korban di gunung Karmel -
lambang api Roh Kudus yang mengubah apa yang Ia sentuh. Yohanes Pembaptis, yang
mendahului Tuhan “dalam roh dan kuasa Elia” (Lukas 1:17) mengumumkan Kristus
sebagai Dia, yang “akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api” (Lukas
3:16). Mengenai Roh ini Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke
bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala” (Lukas 12:49). Dalam
“lidahlidah seperti api” Roh Kudus turun atas para Rasul pada pagi hari
Pentakosta dan memenuhi mereka (Kisah Para Rasul 2:3-4). Dalam tradisi rohani,
lambang api ini dikenal sebagai salah satu lambang yang paling berkesan
mengenai karya Roh Kudus”. “Janganlah padamkan Roh” (1 Tesalonika 5:19).
ü
Awan dan sinar. Kedua lambang
ini selalu berkaitan satu sama lain, kalau Roh Kudus menampakkan Diri. Sejak
masa teofani Perjanjian Lama, awan - baik yang gelap maupun yang cerah -
menyatakan Allah yang hidup dan menyelamatkan, dengan menyelubungi
kemuliaan-Nya yang adikodrati. Demikian juga dengan Musa di Gunung Sinai”,
dalam kemah wahyu” dan selama perjalanan di padang gurun”; pada Salomo waktu
pemberkatan kenisah”. Semua gambaran ini telah dipenuhi dalam Roh Kudus oleh
Kristus. Roh turun atas Perawan Maria dan “menaunginya”, supaya ia mengandung
dan melahirkan Yesus (Lukas 1:35). Di atas gunung transfigurasi Ia dating dalam
awan, “yang menaungi” Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan “satu
suara kedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah
Dia” (Lukas 9:34-35). “Awan” yang sama itu akhirnya menyembunyikan Yesus pada
hari kenaikan-Nya ke Surga dari pandangan para murid (Kis 1:9); pada hari
kedatangan-Nya awan itu akan menyatakan Dia sebagai Putera Allah dalam segala
kemuliaan-Nya.
ü
Meterai adalah sebuah
lambang, yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan oleh
“Bapa dengan meterai-Nya” (Yohanes 6:27) dan di dalam Dia, Bapa juga
memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaran meterai [bahasa Yunani
“sphragis”] menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan dalam
penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan, maka ia dipakai dalam
beberapa tradisi teologis untuk mengungkapkan “karakter”, yang tidak
terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen yang tidak dapat
diulangi itu.
ü
Tangan. Yesus menyembuhkan
orang sakit dan memberkati anak-anak kecil, dengan meletakkan tangan ke atas
mereka. Atas nama-Nya para Rasul melakukan yang sama. Melalui peletakan tangan
para Rasul, Roh Kudus diberikan. Surat kepada umat Ibrani memasukkan peletakan
tangan dalam “unsur-unsur pokok” ajarannya. Dalam epiklese sakramentalnya, Gereja
mempertahankan tanda pencurahan Roh Kudus ini yang mampu mengerjakan segala
sesuatu.
ü
Jari. “Dengan jari
Allah” Yesus mengusir setan (Lukas 11:20). Sementara perintah Allah ditulis
dengan “jari Allah” alas loh-loh batu (Keluaran 31:18), “surat Kristus” yang
ditulis oleh para Rasul, “ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada
loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia” (2
Korintus 3:3). Madah “Veni, Creator Spiritus” berseru kepada Roh Kudus sebagai
“jari tangan kanan Bapa”.
ü
Merpati. Pada akhir air
bah (yang adalah lambang Pembaptisan), merpati, yang diterbangkan oleh Nuh dari
dalam bahtera, - kembali dengan sehelai daun zaitun segar di paruhnya sebagai tanda
bahwa bumi sudah dapat didiami lagi. Waktu Kristus naik dari air
Pembaptisan-Nya, Roh Kudus dalam rupa merpati turun atas-Nya dan berhenti di
atas-Nya. Roh turun ke dalam hati mereka yang sudah dimurnikan oleh Pembaptisan
dan tinggal di dalamnya. Di beberapa Gereja, Ekaristi Suci disimpan dalam satu
bejana logam yang berbentuk merpati [columbarium]
dan digantung di atas altar. Merpati dalam ikonografi Kristen sejak dahulu
adalah lambang Roh Kudus.
v
Peran Roh kudus
Peran
dari Roh Kudus adalah membagikan rahmat yang berlimpah ini kepada umat manusia
dalam bentuk:
a)
rahmat pembantu (Actual
Grace);
b)
rahmat yang
menetap (Habitual Grace);
c)
Tujuh Karunia Roh
Kudus
d)
Karunia karismatik
membangun jemaat;
e)
Roh Kudus
memelihara dan membimbing Gereja Katolik.
1)
Rahmat pembantu (Actual
Grace)
a) Roh Kudus membimbing kita dengan
menerangi akal budi dan
menguatkan keinginan
Sebelum
Pentakosta para rasul dicekam ketakutan dan bahkan dikatakan bodoh dan lamban
hati (lihat Lukas 24:25). Namun berkat Pentakosta yaitu turunnya Roh Kudus atas
para rasul maka Roh Kudus memberikan pengertian dan menguatkan mereka, sehingga
mereka memiliki keberanian. Mereka yang tadinya tidak mengerti akan rencana
keselamatan Allah yang diwartakan Kitab Suci, akhirnya mengerti. Roh Kudus
seperti memberikan cahaya dalam kegelapan, sehingga manusia dapat melihat
dengan jelas akan kehidupannya dan kemudian membantunya agar dapat mengarahkan
pandangannya ke Surga. Roh Kudus memberikan kesadaran kepada kita, agar kita
mengerti mana yang paling penting dalam kehidupan kita untuk mencapai Surga.
St. Agustinus mengatakan bahwa rahmat yang membantu adalah terang yang
menerangi dan menggerakkan pendosa. Ada banyak cara untuk memberikan terang,
yang dapat menggerakkan akal budi dan keinginan, seperti: membaca Kitab Suci
atau kehidupan para kudus atau buku-buku yang baik lainnya, mendengarkan
khotbah, melihat kehidupan yang baik dari teman kita, nasehat dari pembimbing
rohani atau bapa pengakuan, benda-benda seni kristiani, penderitaan dan sakit
penyakit, dan lain-lain.
b) Roh Kudus tidak memaksa kita, namun
menghormati keinginan bebas kita
St.
Agustinus menulis, “Di dalam diri manusia ada kehendak bebas dan rahmat Allah,
di mana tanpa bantuan rahmat Allah, maka kehendak bebas tidak dapat berbalik
kepada Tuhan maupun bertumbuh di dalam Tuhan.” Namun, kerja dari rahmat Allah
juga tidak sampai melanggar keinginan bebas kita, karena Tuhan sungguh-sungguh
menghormati keinginan bebas manusia. Dengan demikian, manusia mempunyai
kebebasan untuk bekerjasama maupun menolak rahmat Allah. Dalam Kitab Suci kita
dapat melihat tokoh-tokoh yang mau bekerjasama atau menolak rahmat Allah. Bunda
Maria menjadi contoh yang sungguh sempurna sampai akhir hidupnya, karena selalu
menjawab “ya” akan panggilan Tuhan. Saulus yang menerima rahmat Allah mau
bekerjasama dan kemudian menjadi Rasul yang mewartakan kabar gembira kepada
orang-orang bukan Yahudi. Para rasul juga mau bekerjasama dengan rahmat Allah
sehingga mereka mau mengikuti dan menjadi murid Kristus. Namun, raja Herodes
yang mendengar kabar gembira dari para Majus dari Timur, tidak mau bekerjasama
dengan rahmat Allah. Anak muda yang kaya tidak mau bekerjasama dengan rahmat
Allah dan menolak tawaran Kristus untuk mengikuti-Nya (lihat Matius 19:16-22).
Kita juga melihat dalam pemberitaan para
rasul, banyak juga orang yang menolak dan tidak mau bekerjasama dengan rahmat
Allah. Kalau seseorang secara terus menerus menolak rahmat Allah dan tetap
menolaknya sampai akhir hidupnya, maka sesungguhnya orang ini telah melakukan
dosa menghujat Roh Kudus, yang berarti tidak bisa diampuni dalam kehidupan
mendatang (lihat Markus 3:29).
Kalau
kita bekerjasama dengan rahmat Allah, maka rahmat Allah akan menjadi semakin
besar bekerja di dalam diri kita. Sama seperti perumpamaan tentang talenta, yang
menerima 5 talenta akan mendapatkan lagi 5 talenta (lihat Matius 25:28). Dan
Yesus menegaskan hal ini dengan mengatakan, “Karena setiap orang yang
mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang
tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.”
(Matius 25:29). Sebaliknya bagi yang terus menolak rahmat Allah, maka segalanya
akan diambil daripadanya, dalam pengertian dia akan semakin terpuruk. Kalau
penolakan
ini dilakukan sampai akhir hidupnya, maka kepadanya akan dikatakan, “Dan
campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap.
Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” (Matius 25:30). Namun, kita
juga harus mengingat bahwa Allah kita adalah Allah yang penuh kasih dan sabar,
yang tidak pernah jemu-jemunya menawarkan rahmat-Nya kepada kita dalam berbagai
situasi dan kondisi dalam kehidupan kita. Kristus bersabda, “Aku datang bukan
untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat”
(Lukas 5:23; Matius 9:13; Markus 2:17).
c). Roh Kudus bekerja pada seluruh manusia:
orang kudus dan pendosa; Katolik dan non-Katolik
Karena
tanpa Roh Kudus tidak ada yang dapat sampai pada Allah dan Tuhan menginginkan
agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lihat
1Timotius 2:4), maka Roh Kudus juga bekerja di dalam diri pendosa dan orang
kudus, baik Katolik maupun non-Katolik. Di dalam Injil diceritakan bahwa
Kristus adalah gembala yang baik (lihat Yohanes 10:11), yang mencari domba yang
hilang (lihat Lukas 15:3) dan mempertaruhkan nyawa demi keselamatan domba-Nya
(lihat Yohanes 10:11). Dia juga adalah Terang yang sesungguhnya, yang menerangi
hati setiap orang (lihat Yohanes 1:9). Namun, perlu diingat bahwa Tuhan tidak
memberikan rahmat-Nya secara sama rata kepada setiap individu, seperti yang
digambarkan dalam perumpamaan tentang talenta, ada yang menerima 5, 2 dan 1
(lihat Matius 25:14-30) semua seturut kemampuan orang yang bersangkutan. Di
samping itu, yang menjadi ciri dari rahmat yang membantu adalah aktivitasnya
yang tidak konstan, namun terjadi sekali-sekali. Oleh karena itu, menjadi
penting agar kita tidak melewatkan saat-saat penuh rahmat, seperti: masa
Prapaskah, ketika misi diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan kita, Minggu
Kerahiman Ilahi (Minggu setelah Paskah), Yubileum Agung, dll.
d) Doa, puasa, sedekah, sakramen membantu kita
untuk menerima rahmat
Kasih
karunia diberikan Tuhan secara cuma-cuma (lihat Roma 11:6). Dan Kristus memang
menyelamatkan kita bukan karena perbuatan baik yang kita lakukan, melainkan
karena rahmat-Nya karena permandian dan pembaharuan oleh Roh Kudus atau hidup
kudus (lihat Titus 3:5). Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan di atas,
kita tetap harus bekerjasama dengan rahmat Allah, sehingga rahmat Allah dapat
bekerja secara bebas dalam diri kita. Doa, puasa, menerima sakramen menjadikan
kita semakin siap dalam menerima rahmat Allah. Hal yang tidak boleh kita
lupakan juga adalah dorongan untuk berdoa, berpuasa, dan menerima sakramen yang
merupakan dorongan rahmat Allah. Dalam kebijaksanaan- Nya, Allah akan
memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang
dikehendaki-Nya (lihat 1 Korintus 12:11).
2) Rahmat pengudusan (sanctifying grace)
Katekismus
Gereja Katolik mendefinisikan rahmat pengudusan sebagai berikut: ”Rahmat
pengudusan adalah satu anugerah yang tetap, satu kecondongan adikodrati
yang tetap. Ia menyempurnakan jiwa, supaya memungkinkannya hidup bersama
dengan Allah dan bertindak karena kasih-Nya. Orang membeda-bedakan apa
yang dinamakan rahmat habitual, artinya satu kecondongan yang tetap, supaya
hidup dan bertindak menurut panggilan ilahi, dari apa yang dinamakan rahmat
pembantu, yakni campur tangan ilahi pada awal pertobatan atau dalam proses
karya pengudusan.”
Rahmat
pengudusan adalah anugerah sukarela, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Ia
dicurahkan oleh Roh Kudus ke dalam jiwa kita untuk menyembuhkannya dari dosa
dan menguduskannya. Rahmat pengudusan membuat kita “berkenan kepada Allah “.
Karunia-karunia Roh Kudus yang khusus, karisma-karisma, diarahkan kepada rahmat
pengudusan demi kesejahteraan umum Gereja. Allah juga bertindak melalui aneka
rahmat yang membantu, yang dibedakan dari rahmat habitual, yang selalu ada di
dalam kita. Dari definisi di atas, kita dapat memahami beberapa pengertian
berikut:
a) Kerjasama dengan rahmat pembantu
memberikan rahmat pengudusan
Nabi
Zakharia menulis, “Kembalilah kepada-Ku, maka Akupun akan kembali kepadamu”
(Zakharia 1:3). Jika seorang pendosa bekerjasama dengan rahmat pembantu, maka
dia akan menerima rahmat pengudusan, di mana Roh Kudus sendiri diam di dalam
diri orang itu. Rasul Paulus menyebutnya tubuh kita sebagai bait Roh Kudus
(lihat 1 Korintus 6:19). Rahmat Pengudusan membuat jiwa kita berkenan kepada
Allah. Rahmat pengudusan membuat kita menjadi ‘serupa’ dengan Kristus, atau
kita menjadi sahabat Allah.
b) Cara untuk menerima rahmat
pengudusan
Cara
biasa yang diberikan Tuhan kepada kita adalah lewat Sakramen Baptis dan
Sakramen Tobat. Katekismus Gereja Katolik menuliskan: “Tritunggal Mahakudus
menganugerahkan kepada yang dibaptis rahmat pengudusan, rahmat
pembenaran, yang menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan ilahi, supaya
percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya; menyanggupkan dia
oleh anugerah-anugerah Roh Kudus, supaya hidup dan bekerja di bawah dorongan
Roh Kudus; menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan susila, supaya bertumbuh
dalam kebaikan. Dengan demikian, berakarlah seluruh organisme kehidupan
adikodrati seorang Kristen di dalam Pembaptisan kudus”.
Tetapi
rahmat pengudusan dapat hilang akibat dosa berat. Dosa berat mengakibatkan
manusia kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan. terkucilkan
dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka. Agar bisa
kembali dalam kondisi rahmat, maka kita memerlukan Sakramen Tobat. Dengan
demikian, menjadi sangat penting bagi kita untuk senantiasa mengadakan
pemeriksaan batin dan bila didapati dosa berat, segeralah mengaku dosa.
c) Bila Roh Kudus tinggal dalam diri
kita, maka Ia membawa kehidupan rohani yang baru
Bila
kita menerima Roh Kudus, maka kita akan memperoleh hidup ilahi yang memampukan
kita mengenal, mengasihi dan menikmati Tuhan. Ini adalah hidup yang adikodrati.
Selanjutnya kita akan mengalami:
ü Roh Kudus
memurnikan kita dari dosa berat
Sebagaimana
besi dimurnikan oleh api, demikianlah jiwa dimurnikan oleh api Roh Kudus.
Rahmat yang menguduskan tidak dapat ada bersama-sama dengan dosa berat. Maka
Roh Kudus hanya dapat tinggal dalam diri orang-orang yang tidak dalam keadaan
berdosa berat.
ü
Roh Kudus mempersatukan kita dengan Tuhan dan
menjadikan kita bait Allah
Orang
yang mempunyai Roh Kudus disatukan dengan Kristus, seperti halnya ranting
disatukan dengan pokok anggur (lihat Yohanes 15:5). Roh Kudus membuat kita
mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 2:14). Dalam Kitab Suci dikatakan
bahwa manusia adalah allah (lihat Yohanes 10:34, Mazmur 82:6). Tuhan
menghendaki agar kita berjuang agar menjadi seperti Allah, namun dalam kesatuan
di dalam Dia. Keberadaan Roh Kudus menjadikan kita bait Allah. Rasul Paulus
mengajarkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh
Allah diam di dalam kamu?” (1Korintus 3:16); “kita adalah bait dari Allah yang
hidup” (2 Korintus 6:16).
ü Roh Kudus
menerangi pikiran dan mendorong berbuat baik.
Roh
Kudus memperkuat akal dan kehendak kita, terlebih lagi Ia memberikan terang
iman (2 Korintus 4:6) dan menyalakan api kasih ilahi (Roma 5:5), membuat kita
mampu dan mau untuk bekerja sama dengan dorongan-Nya. mendorong kita untuk
berbuat baik. Roh Kudus mengubah seluruh kehidupan rohani kita, sehingga
manusia tidak hanya memikirkan hal-hal duniawi, melainkan mengarahkan sebagian
besar pikirannya kepada Tuhan, dan mendorongnya untuk mengasihi Tuhan. Ia akan
dapat berkata bersama Rasul Paulus, “Aku hidup, tetapi bukannya aku lagi yang
hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Galatia 2:20).
ü
Roh Kudus memberikan damai yang sejati
Orang
yang mempunyai terang Roh Kudus hidupnya akan penuh dengan damai yang melampaui
segala akal (Filipi 4:7).
ü
Roh Kudus adalah Guru dan Pembimbing kita
Roh
Kudus akan mengajar kita segala sesuatu (1 Yohanes 2:27). Roh Kudus bagaikan
Guru yang membuat kita mengerti segala sesuatu. Roh Kudus adalah Pembimbing
kita, yang memimpin kita seperti seorang bapa menggandeng tangan anaknya
melalui jalan yang sulit.
ü
Roh Kudus mendorong kita melakukan perbuatan
baik untuk memperoleh Kerajaan Surga
Roh
Kudus selalu aktif, selalu mendorong kita untuk berbuat baik, menggerakkan hati
kita untuk melakukan perbuatan yang berguna untuk keselamatan kekal dan
sempurna
ü
Roh Kudus membuat kita anak-anak Allah dan
ahli waris Kerajaan Surga.
Berkat
Roh Kudus masuk ke dalam jiwa kita melalui Baptisan, Allah Bapa menerima kita
sebagai anak-anak angkat-Nya dan Surga terbuka bagi kita. Kita tidak lagi di
bawah roh perhambaan dosa melainkan roh anak-anak Allah, sehingga kita dapat
memanggil Allah sebagai “Abba, Bapa” (Roma 8:15). Semua yang dipimpin oleh Roh
Allah adalah anak-anak Allah (Roma 8:14). Jika kita adalah anak-anak Allah,
kita juga adalah ahli waris kerajaan-Nya, bersama dengan Kristus (Roma 8:17).
d) Rahmat Pengudusan dipertahankan dan
ditambahkan dengan melakukan perbuatan baik dan dengan sarana rahmat yang
ditawarkan Gereja; namun rahmat tersebut dapat hilang oleh dosa berat.
Dengan
perbuatan baik, rahmat pengudusan yang telah kita terima diteguhkan dan
ditambahkan di dalam kita “Barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat
kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!”
(Wahyu 22:11), sementara itu dosa menghalangi Roh Kudus untuk dapat berkarya di
dalam hidup kita. Satu dosa berat saja dapat merampas rahmat pengudusan kita.
Orang
yang kehilangan rahmat pengudusan, dapat memperolehnya kembali melalui sakramen
Pengakuan Dosa, namun harus dengan usaha yang sungguh-sungguh (lihat Matius
12:45).
e) Orang yang tidak mempunyai rahmat
pengudusan, mati secara rohani dan akan menderita kebinasaan kekal
Orang
yang tak mempunyai Roh Kudus, duduk “di dalam kegelapan dan di bawah bayangan
maut” (Lukas 1:79). Ia yang tidak mengenakan pakaian pesta, dan akan
dicampakkan ke tempat kegelapan (lihat Matius 22:12). Jika seseorang tidak
mempunyai Roh Kristus ia bukan milik Kristus (Roma 8:9).
f) Tak seorangpun mengetahui dengan
pasti apakah ia mempunyai rahmat pengudusan, atau akan menerimanya pada saat
ajal
Setiap
orang yang sudah dibaptis boleh mempunyai keyakinan bahwa kita berada di dalam
keadaan rahmat Tuhan. Tetapi rahmat pengudusan itu harus tetap dipelihara tanpa
putus. Walaupun Rasul Paulus mengingatkan kita, “Kerjakanlah keselamatanmu
dengan
takut
dan gentar” (Filipi 2:12). Kita bisa berkaca dari Raja Salomo. Awalnya Raja
Salomo, diberkati Allah dengan kebijaksanaan, namun menjelang ajalnya ia
menjadi penyembah berhala.
3) Tujuh Karunia Roh Kudus (lih. Yes 11:1-2)
a) Karunia
takut akan Tuhan (fear of the Lord)
Takut
akan Tuhan adalah takut akan penghukuman Tuhan, takut bahwa dirinya akan
terpisah dari Tuhan. Ketakutan pada tahap ini membantu seseorang dalam
pertobatan awal. Namun, bukankah Rasul Yohanes mengatakan bahwa dalam kasih
tidak ada ketakutan? (lihat Yohanes 4:18) Takut akan penghukuman Tuhan akan
berubah menjadi takut menyedihkan hati Tuhan, kalau didasarkan pada kasih.
Inilah yang disebut takut karena kasih, seperti anak yang takut menyedihkan
hati bapanya.
b) Karunia
keperkasaan (fortitude)
Karunia
keperkasaan adalah keberanian untuk mengejar yang baik dan tidak takut dalam
menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghalangi tercapainya kebaikan tersebut.
Karunia keperkasaan dari Roh Kudus adalah keberanian untuk mencapai misi yang
diberikan oleh Tuhan, bukan berdasarkan pada kemampuan diri sendiri, namun
bersandar pada kemampuan Tuhan. Inilah yang dikatakan oleh rasul Paulus,
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
(Filipi 4:13). Juga, “Jika Allah dipihak kita, siapakah yang akan melawan
kita?” (Roma 8:31) Melalui karunia ini, Roh Kudus memberikan kekuatan kepada
kita untuk yakin dan percaya akan kekuatan Allah. Allah dapat menggunakan kita
yang terbatas dalam banyak hal untuk memberikan kemuliaan bagi nama Tuhan.
Sebab Allah memilih orang-orang yang bodoh, yang lemah, agar kemuliaan Allah
dapat semakin dinyatakan dan agar tidak ada yang bermegah di hadapan-Nya (lihat
1 Korintus 1:27-29).
c) Karunia
kesalehan (piety)
Karunia
kesalehan adalah karunia Roh Kudus yang membentuk hubungan kita dengan Allah
seperti anak dengan bapa; dan pada saat yang bersamaan, membentuk hubungan
persaudaraan yang baik dengan sesama. Karunia ini menyempurnakan kebajikan
keadilan, yaitu keadilan kepada Allah, yang diwujudkan dengan agama, dan
keadilan kepada sesama. Karunia kesalehan memberikan kita kepercayaan kepada
Allah yang penuh kasih, sama seperti seorang anak percaya kepada bapanya. Hal
ini memungkinkan karena kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak
Allah, yang dapat berseru “Abba, Bapa!” (lihat Roma 8:15). Dengan hubungan
kasih seperti ini, kita dapat melakukan apa saja yang diminta oleh Allah dengan
segera, karena percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik. Dalam doa, orang
ini menaruh kepercayaan yang besar kepada Allah, karena percaya bahwa Allah
memberikan yang terbaik, sama seperti seorang bapa akan memberikan yang terbaik
bagi anak-anaknya. Mereka yang menerima karunia kesalehan akan memberikan
penghormatan kepada Bunda Maria, para malaikat, para kudus, Gereja, sakramen,
karena mereka semua berkaitan dengan Allah. Juga, mereka yang diberi karunia
ini, juga akan membaca Kitab Suci dengan penuh hormat dan kasih, karena Kitab
Suci merupakan surat cinta dari Allah kepada manusia.
Dalam
hubungannya dengan sesama, karunia kesalehan dapat menempatkan sesama sebagai
saudara/i di dalam Kristus, karena Allah mengasihi seluruh umat manusia dan
menginginkan agar mereka juga mendapatkan keselamatan. Mereka yang saleh ini
akan menjadi lebih bermurah hati kepada sesama. Dan dalam derajat yang lebih
tinggi, mereka bersedia memberikan dirinya demi kebaikan bersama.
d) Karunia
nasihat (counsel)
Karunia
Roh Kudus ini adalah karunia untuk mampu memberikan petunjuk jalan yang harus
ditempuh seseorang agar dapat memberikan kemuliaan yang lebih besar bagi nama
Tuhan.
Karunia
ini menerangi kebajikan kebijaksanaan, yang dapat memutuskan dengan baik, pada
waktu, tempat dan keadaan tertentu. Karunia ini perlu dijalankan dengan
benar-benar mendengarkan Roh Kudus, membiarkan diri dibimbing olehNya, sehingga
apapun nasihat dan keputusan yang kita berikan sesuai dengan kehendak Allah.
e) Karunia
pengenalan (knowledge)
Karunia
pengenalan memberikan kemampuan kepada kita untuk menilai ciptaan dengan
semestinya dan melihat kaitannya dengan Sang Penciptanya (bandingkan
Kebijaksanaan Salomo 13:1- 3) Dengan karunia ini, seseorang dapat memberikan
makna akan hal-hal sederhana yang dilakukannya setiap hari dan mengangkat ke
tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebagai jalan kekudusan. Ini berarti semua
profesi harus dilakukan dengan jujur dapat menjadi cara untuk bertumbuh dalam
kekudusan. Semua hal di dunia ini dapat dilihat dengan kaca mata Allah, dan
dihargai sebagaimana Allah menghargai masing-masing ciptaan-Nya.
f) Karunia
pengertian (understanding)
Karunia
pengertian adalah karunia yang memungkinkan kita mengerti kedalaman misteri
iman, mengerti apa yang sebenarnya diajarkan oleh Kristus dan misteri iman
seperti apakah yang harus kita percayai. Raja Daud memahami karunia ini,
sehingga dengan penuh pengharapan dia menuliskan, “Buatlah aku mengerti, maka
aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.”
(Mazmur 119:34). Karunia ini memberikan kedalaman pengertian akan Kitab Suci,
kehidupan rahmat, pertumbuhan dalam sakramen-sakramen, dan juga kejelasan akan
tujuan akhir kita, yaitu Surga. Karunia ini mendorong agar apapun yang kita
lakukan mengarah pada tujuan akhir hidup ini.
g) Karunia
kebijaksanaan (wisdom)
Karunia
kebijaksanaan ini memungkinkan seseorang mampu melihat segala sesuatu dari
kacamata ilahi. Orang yang memiliki karunia ini dapat menimbang segala sesuatu
dengan tepat, mempunyai sudut pandang yang jelas akan kehidupan, melihat segala
yang terjadi dalam kehidupan sebagai rahmat Tuhan yang perlu disyukuri,
sehingga ia tetap mampu bersukacita sekalipun di dalam penderitaan. Karunia ini
memungkinkan seseorang menjalani kehidupan sehari-hari dengan pandangan terarah
kepada Tuhan. Karunia ini membuat seseorang menjadi cermin akan Kristus,
seperti yang dituliskan oleh rasul Paulus “Dan kita semua mencerminkan
kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu
datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan
gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (1Korintus 3:8)
4) Karunia karismatik untuk membangun jemaat
Tujuh
karunia yang disebutkan di atas pada dasarnya merupakan karunia yang diberikan
secara khusus pada masing-masing pribadi, dan ditujukan untuk menguduskan diri
orang yang menerimanya. Tentu setiap orang tidak memiliki ketujuh karunia
tersebut secara bersamaan.
Selain
karunia yang sifatnya pribadi perorangan, Gereja juga menjelaskan tentang karunia-karunia
karisma Roh Kudus, yang bertujuan untuk menguduskan jemaat/Gereja,
sebagaimana dijelaskan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di
Korintus (1 Korintus 12:8-10. 28 dan 1 Korintus 14:12). Karunia-karunia karisma
itu adalah: berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, iman,
karunia untuk menyembuhkan, karunia untuk mengadakan mukjizat, karunia nubuat,
membeda-bedakan roh, berkata-kata dengan bahasa roh dan menafsirkan bahasa roh
(1 Korintus 12:8-10). Di dalam 1 Korintus 12:28, mungkin lebih jelas menurut
urutannya, yaitu, yang tertinggi/pertama adalah karunia sebagai rasul, sebagai
nabi, sebagai pengajar, karunia melakukan mukjizat, menyembuhkan, melayani,
memimpin, dan untuk berkata- kata dalam bahasa roh. Di dalam 1 Korintus 14
kembali Rasul Paulus menyebutkan adanya karunia berkata-kata dalam bahasa roh,
namun ia mengajarkan bahwa yang lebih penting adalah karunia untuk
menafsirkannya (lihat 1 Korintus 14:5,13) dan karunia nubuat untuk membangun,
menasihati, dan menghibur jemaat (lihat 1 Korintus 14:3). Rasul Paulus
mengajarkan kepada kita bahwa di atas semua karunia itu, yang terutama dan
terpenting adalah Kasih, Kasih adalah yang terutama (1 Korintus 12:31, 1
Korintus 13:13, dan 1 Korintus 14:1). Kasih inilah yang mengingatkan kita untuk
tidak menjadi tinggi hati dan sombong, atau menganggap diri lebih hebat dari
yang lain atas karunia yang kita miliki. Sebab, “Kasih itu sabar, murah hati,
tidak memegahkan diri dan tidak sombong” (1 Korintus 13:4). Kasih yang rendah
hati ini membuat seseorang yang menerima karunia Roh Kudus semakin menginginkan
persatuan dan kesatuan di dalam Gereja, dan tunduk kepada pengarahan dari
Magisterium Gereja yang dipercaya oleh Kristus untuk mengatur penggunaan
karisma untuk membangun Tubuh Kristus.
5). Roh Kudus Memelihara dan membimbing Gereja
Katolik
Pada
saat Yesus masih hidup, memang sudah terbentuk kelompok para pengikut Yesus
yang lama kelamaan mempunyai ciri yang khas dengan kelompok orang-orang agama
Yahudi pada umumnya. Tetapi dalam arti tertentu Gereja baru mendapat bentuknya
mulai dengan peristiwa Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:1-13), walaupun
sudah dipersiapkan jauh sebelumnya. Maka Pentakosta sering disebut awal
lahirNya Gereja. Dan semuanya itu berkat kehadiran dan karya Roh yang sangat
luar biasa. Sama seperti manusia mempunyai tubuh dan jiwa, maka jiwa dari Gereja
adalah Roh Kudus. Seperti aktivitas jiwa nyata dalam kehidupan manusia walaupun
sulit dideteksi, maka aktivitas Roh Kudus juga sebenarnya sangat nyata dalam
kehidupan Gereja. Roh Kudus adalah seumpama arsitek dari Gereja. Melalui-Nya,
terjadi Inkarnasi (lihat Lukas 1:35); Dia menunjukkan kuasa-Nya dalam diri
Kristus (lihat Lukas 4:18; Kisah Para Rasul 10:38); Dan akhirnya Roh Kudus
sendiri yang menyempurnakan Gereja yang didirikan oleh Kristus (lihat Efesus
2:20- 22).
Pada
saat Kristus mendirikan Gereja di atas Petrus, Ia mengetahui bahwa dibutuhkan
Roh Kudus untuk menjadi jiwa Gereja, supaya alam maut tidak akan menguasai
Gereja (lihat Matius 16:18) dan Penolong ini akan terus menyertai Gereja dan
melindungi Gereja sampai selamalamanya (lihat Yohanes 14:16). Agar jemaat Allah
mempunyai keyakinan akan pengajaran yang tidak mungkin salah, maka Roh Kudus
sendiri yang melindungi Rasul Petrus dan penerusnya, yaitu para Paus, ketika
memberikan pengajaran iman dan moral secara resmi dan berlaku untuk seluruh
umat beriman di dunia (lihat Matius 16:18-19). Kuasa ini juga diberikan kepada
para rasul yang lain, yang diteruskan oleh para uskup (lihat Yohanes 20:21-23)
dalam kesatuan dengan Paus.
Sebagai
bukti perlindungan Roh Kudus terhadap Gereja, maka dalam masa-masa sulit, Roh
Kudus membangkitkan Santa-santo sepanjang sejarah Gereja, seperti: pada waktu
bidaah Arianisme tampillah St. Athanasius (373); Paus St. Gregorius VII tampil
untuk membenahi Gereja (1085); untuk melawan bidaah Albigenses, Roh Kudus
membangkitkan St. Dominic (1221); ketika terjadi bahaya perpecahan, tampil St.
Katharina dari Siena (1380), dll. Dapat dikatakan Roh Kudus sendiri yang
berkarya sehingga Gereja Katolik mempunyai begitu banyak orang kudus, yang
mencerminkan kekudusan Kristus.
Roh
Kudus bekerja pada orang perorangan maupun kelompok orang-orang yang percaya
pada Kristus. Ada begitu banyak orang atau kelompok yang senantiasa merasa
digerakkan untuk membangun sesamanya sekalipun harus berkorban harta bahkan
nyawa. Ada begitu banyak orang yang senantiasa merasa terpanggil untuk terlibat
aktif dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat, sekalipun tidak mendapatkan
imbalan. Banyak remaja yang tetap bertahan imannya sekalipun banyak tawaran
dari luar yang menggiurkan, semata-mata karena merasa ada kekuatan yang
membentengi dirinya untuk tetap setia pada Kristus. Itu semua karya Roh Kudus
dalam diri kita.
Soal Latihan
1. Sebutkan lambang-lambang Roh Kudus dan
menjelaskannya!
2. Jelaskan peran Roh Kudus dalam kehidupan
beriman Kristiani!
3. Jelaskan rahmat yang akan diterima bila Roh
Kudus tinggal dalam diri manusia!
4. Jelaskan peran Roh Kudus bagi Gereja!
5. Jelaskan karunia-karunia Roh Kudus!
6. Sebutkan buah-buah roh dan buah-buah daging